Rabu, 24 September 2014

30 Th Andika: Refleksi kelahiran wadah kreasi remaja pedesaan


ANDIKA FC

Tidak terasa Andika kini sudah berusia 30 tahun (1984 – 2014). Umur yang panjang untuk sebuah wadah/kelompok/klub kegiatan pemuda/i (saat itu ngetrend istilah ‘kawula muda’). Tulisan ini dibuat sebagai sebuah refleksi atas kelahirannya 30 tahun lalu, maksud dan tujuan pendirian, serta menelisik faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya.

 
Sebenarnya ketika lahir klub bernama Andika di tahun 1984, saya sudah menulis ‘khittah’, pernyataan deklarasi, atau semacam statuta kenapa lahir Andika, di sebuah buku tulis besar dimana di buku itu juga memuat  catatan aktifitas Andika. Kalau buku itu masih ada, tentu akan bisa dibaca sejarah kelahiranya serta maksud pendiriannya secara lebih original. Ada yang masih menyimpan?

Baik saya tuliskan sejarah Andika sepanjang yang saya ingat -- dan tentu saja dari sudut pandang saya. Tanggal lahirnya tidak ingat persis, tetapi yang jelas munculnya nama Andika secara resmi adalah ketika kawula muda dari seluruh Karangasem, Galuhtimur, Tonjong, Brebes, Jawa Tengah berkumpul di rumah saya, yang saat itu saya undang ‘ngiras-ngirus’ untuk ‘syukuran’ diterimanya saya di UGM tanpa test (PMDK dari SMA Negeri 1 Slawi). Kalau pengumuman kelulusan Mei, maka syukuran itu sekitar bulan Juni 1984, karena di bulan Juli saya sudah harus berangkat ke Jogja  untuk daftar ulang, cari kost, dsb. Jadi bolehlah disebutkan Juni 1984 adalah bulan kelahiran ANDIKA.

Malam itu teman-teman kawula muda berkumpul dan lek-lekan di rumah saya. Setelah doa tahlil syukuran oleh sesepuh, kawula muda melanjutkan kongkow berdiskusi mengenai wadah organisasi untuk pemuda Karangasem. Maka malam itu lahirlah bayi organisasi bernama ANDIKA, yang berasal dari singkatan “Anak Didik Karangasem”. Tidak tahu persis siapa yang pertama kali memunculkan nama Andika, mungkin mas Abdul Muntholib atau Pak Tholib ya? 

Kenapa ANDIKA ?
Sebelum lahir wadah Andika, harus jujur diakui sebelumnya sudah ada klub sepak bola bernama PesKA (Persatuan Sepakbola Karangasem), namun sesuai dengan namanya PesKA hanya mewadahi kegiatan sepakbola. Pemain PesKA yang saya ingat antara lain “trio” kakak beradik Dasori, Khanafi, dan Pak Tholib, serta  (maaf untuk yang tidak tersebutkan di sini) : Samsuri, Khadori, Khambali, Khamami, Abd Muntholib, Subyanto (alm), Warno (mertua Ridwan, mbahnya Ifan), Sarjono, dan pemain luar Karangasem yang ikut bermain untuk PesKA seperti Wagyo, Drajat (Galuhtimur 1), Dasori, Suryat (Galuhtimur 2). Saya belum bermain ketika itu, karena baru aktif sebagai tim inti ketika sudah bernama ANDIKA.

Dicetuskannya nama ke Andika saat itu, selain mungkin karena PesKA  ‘kurang enak didengar’, juga karena saat itu berkembang wacana ingin membentuk wadah yang tidak hanya mewadahi sepakbola, tetapi sebuah wadah yang menaungi semua kegiatan kawula muda Karangasem baik di bidang olahraga (tidak hanya sepak bola), kegiatan kesenian, maupun  kegiatan kerohanian (pengajian). Bukan tanpa alasan pembentukan wadah yang mencakup semua kegiatan itu, karena memang sudah ada ‘embrio’ kegiatan di luar sepak bola. Saya akan uraikan di bawah ini embrio kegiatan itu.

Pertama,saat itu sedang hangat-hangatnya kegiatan yang dicetuskan oleh Pak Tholib berupa kegiatan pengajian remaja putra “Yasinan” tiap malam Jum’at yang diadakan bergilir dari rumah ke rumah se Karangasem (untuk remaja putri sudah rutin pembacaan barzanji/diba’i). Kedua, ada pula rintisan group dangdut Andes (Anak Desa) oleh Yusuf, Mahmud, Warso, Subekhi, Muhlis, Samsudin,  Supaat, Supyan, Ahmad Nahrowi (juga Wahidin) sebagai vokalis, dll sebagai bentuk kegiatan kesenian.  (maaf nama yang tidak tersebut di sini)

Jadi Andika saat itu dilahirkan untuk meneguhkan diri sebagai wadah  kreatifitas kawula muda di berbagai bidang, baik olahraga, seni dan rohani (ngaji). Makanya kemudian Andika saya buatkan jargon (menjadi akronim) dari “tamAN muda-muDI KreAtif”. Dan alhamdulillah tidak ada yang protes, alias semua menerima. 

Demikianlah, malam itu saya secara aklamasi diberi amanat sebagai Ketua Umum Andika, untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan yang  sudah ada embrio-nya, dengan  menambahkan kreasi dan inovasi di sana-sini. Organisasi pun dibentuk lebih modern dengan kepengurusan yang lebih ter-struktur.  Ada Ketua, Wk Ketua, Sekretaris, Bendahara dan seksi-seksi.  Berikut ini sekilas kegiatan-kegiatan di tahun-tahun awal  ANDIKA lahir, khususnya di era kepemimpinan saya (1984-1987/88):

Olah Raga
Sepakbola adalah olah raga utama. Andika meneruskan  PesKA, yang sekalipun sudah menjadi ANDIKA, di awal-awal tetap menampung anak-anak luar Karangasem untuk bergabung (karena di luar Karangasem memang belum ada klub yang se-permanen Andika). Sebut saja Torikin (Kito), Muslihudin, Fathulloh, Wagyo, Drajat, Dasori. Dari Karangasem sendiri pemain eks PesKA yang masih bermain ketika saya juga menjadi pemain adalah Subyanto (alm),Pak Tholib, Abd Muntholib, Khadori, Samsuri, Khamami, Khambali, Sarjono, Supyan,  dll. Kemudian pemain-pamain sepantaran saya (atau sedikit di bawah saya) seperti Sugito, Romedhon, Slamet Priyanto, Kardi,  Ahmad Sofawi, Yusuf,  Ahmad Rifa’i, Khariri, Maftuha (alm), Slamet Mahfudin, Abd Rozak, Ihsanudin, Abd Hanif, dll. Lalu sambung-menyambung antar generasi berikutnya seperti  Sobri dan Ridwan CS. (mohon maaf untuk nama-nama yang tidak disebut di sini, karena tidak ingat satu per satu).

Perlu diketahui bahwa Lapangan Garuda baru ada sekitar tahun 1985 (?), jadi anak-anak jaman dulu latihan di gendung (lahan tidur/tidak digarap dikenal sebagai milik Tohari, lalu ada tegalan milik Bp Be’an yang disewa desa dijadikan lapangan). Kalau ingin bermain di lapangan yang sebenarnya maka  mengadakan sparing di lapangan Kalijurang (Glempang) atau ke Dukuh Mingkrik. Ketika lapangan Garuda sudah bisa dipakai sering mengundang klub luar seperti Trasera (Putra Sokawera) Tonjong, Anton (Anak Tonjong Timur), Andimas (Linggapura) dll.

Secara prestasi mungkin tidak ada yang bisa dibanggakan di awal-awal kelahiran Andika (maupun “kakaknya” PesKA), namun permainan Andika cukup dikenal di Tonjong dan sekitarnya. Pendek kata, permainan Andika saat itu dalam turnamen di Tonjong, Karangsawah, Kalijurang, Talok, dll cukup dinantikan oleh masyarakat. Praktis Andika menjadi wakil dari Kelurahan Galuhtimur karena tidak ada klub lain selain Andika di pertengahan 80-an itu. Dan yang lebih penting adalah meletakkan dasar bermain sepakbola secara modern bagi generasi muda Karangasem yang lahir kemudian, yang terbukti bisa berprestasi dengan meraih berbagai trophy, dimana semua itu tentunya tidak lepas dari sejarah klub sebelumnya. Saya masih ingat ketika pedukuhan lain dalam menyusun line up masih pakai pola klasik 2 – 3 – 5 (2 back, 3 half, 5 striker), kita sudah mengadopsi pola modern 3 – 4 – 3 atau 4 – 3 – 3.

Boleh dibilang Andika adalah ‘pelopor’ bagi klub-klub lain di Galuhtimur, karena faktanya Andika-lah klub pertama yang ada di Kelurahan Galuhtimur. Untuk sepakbola lagi-lagi kita harus berterima kasih kepada Pak Tholib yang sering menjadi coach dalam latihan di Lapangan Garuda, seperti latihan dasar menendang bola yang benar, controlling, dribling, passing, pressing lawan, heading, dan teknik-teknik lainnya.

Selain sepakbola olah raga lain yang menggunakan baju nama Andika kemudian adalah “Bola Volley”. Praktis hanya sepakbola dan bola volley yang populer. Ada badminton, namun angin-anginan alias musiman.

Rehat sejenak perjalanan ke Guci
Kegiatan olah fisik lain yang sempat diadakan adalah HIKING/Camping, dimana ada moment yang tidak bisa dilupakan di tahun 1985, yaitu HIKING dari Karangasem ke Guci berjalan kaki (Karangasem – Linggapura – Balapusuh – Cempaka – Jegjeg – Bumijawa – Guci) kemudian camping semalam di sana. Hiking saat itu biasanya hanya dilakukan oleh sekolah tingkat SMA, tidak ada sebuah klub remaja yang melakukannya. 

Kegiatan ini menampung mereka yang tidak hobby olah raga permainan (tidak hoby atau tidak bisa ya? He3...). Makanya seorang Sairin pun (yang tidak ikut di sepakbola maupun volley) untuk hiking ini ikut serta. Juga Taruno, Nur (putra dari alm Wajad), Saoji, Abdulloh, dll. Jadi Andika kala itu berusaha mengakomodir semua minat positif dari kawula muda.

Seni
Kreasi anak muda tidak hanya di bidang olah raga, namun juga di bidang kesenian. Karenanya selain ada group Andes (dangdut), ditampung pula kreatifitas di bidang seni lain. Misalnya pernah dalam peringatan hari besar Islam dipentaskan Drama Malin Kundang (pemain Subehi sebagai Malin Kundang, Muniroh sebagai Ibu dari Malin Kundang, pemain yang lain saya lupa) dan saya sendiri sebagai narator. Jangan dibayangkan penampilan drama (teater) seperti yang mungkin sering Anda lihat sekarang, ketika itu tentu pentasnya adalah pentas sederhana. Namun untuk ukuran di pedesaan saat itu, pentas drama adalah sebuah ‘kehebohan’ dan menjadi tontonan yang dinanti-nanti. Hanya ANDIKA yang bisa menampilkan tontonan seperti itu di kelurahan Galuhtimur.

ANDES Group
Ada pula event khusus pentas seni, dengan tajuk “Malam Pesona Andika” yang menampilkan berbagai bentuk kesenian baik kasidah, lawak, nyanyi dengan iringan gitar akustik, dan pembacaan puisi (kalau tidak salah ingat ada puitisasi terjemah Al-Qur’an). Diundang juga grup seni pedukuhan lain untuk ikut tampil.

Hal yang tidak bisa dilupakan adalah paduan suara Andika, saya lupa di tahun berapa (tapi yang jelas di awal-awal ANDIKA berdiri), berlokasi di depan rumah saya dalam event peringatan hari besar Islam ditampilkan Paduan Suara Putra Andika dengan membawakan lagu “Wahai pemuda-pemudi Islam...” selain tentunya “Mars Andika”. Ketika itu pemuda-pemuda Andika baik pelajar maupun non pelajar, yang terpilih dalam grup paduan suara, semua memakai seragam putih-putih (celana dan baju putih) dan berpeci hitam, menyanyikan dengan semangat dan khidmat lagu yang konon populer di tahun 60-an.

Lagu yang Sdr Tarwad sampai sekarang masih punya piringan hitamnya itu, kontan membuat haru para orang tua yang kembali teringat masa muda mereka ketika lagu itu diperdengarkan dalam acara-acara kampanye atau pawai politik di tahun 50-60an. Beberapa di antaranya sampai menangis (mrebes mili), mendengarkan lagu itu dibawakan dengan penuh semangat oleh paduan  suara putra Andika. Konon, yang sampai menangis adalah Ibu Damirah (alm) ibunda Sdr Sobri. Pengunjung yang lain juga banyak yang terharu...

Namun ada ‘kecelakaan’ sedikit dalam koor paduan suara itu, yaitu kesalahan syair bahasa Arab yang seharusnya “balkum” (?) tapi dinyanyikan “Wahum”... he3... Maklum lagu lama dan tidak bisa browsing syair yang benar saat itu. Boro-boro internet, listrik saja belum masuk. Untuk pementasan malam hari penerangan masih pakai petromak, pengeras suara pakai aki.

Ngaji
Selain kegiatan Peringatan Hari Besar Islam, kegiatan rohani Andika adalah kegiatan rutin Yasinan malem Jum’at (sekarang masih berjalan?), di mana kala itu diisi dengan pemberian kultum oleh remaja secara bergiliran. Setelah pembacaan Yaasiiin, remaja yang ditunjuk menyampaikan kuliah tujuh menit (kultum) sebagai sarana pembelajaran berbicara di depan umum. Pernah juga kegiatan taraweh khusus remaja yang diadakan di madrasah diniyah, dimana setelah taraweh diadakan pengajian remaja. Bahkan “Ngaji” alias belajar bahasa Inggeris pun pernah diadakan usai sholat subuh berjamaah (di bulan Ramadhan), bertempat di musholla H Harun (alm).

Bp Mufid (alm) mengisi Pengajian Andika
Kegiatan rohani lain adalah “Gerakan Amal Sholeh” (GAS) berupa gotong royong  membersihkan semua langgar (musholla) yang ada di Karangasem. Ketika itu masjid belum berdiri. Ngepel, nyapu, bersihkan debu dan ‘sawang’ di semua musholla / langgar se Karangasem, diadakan sebagai bentuk amal nyata selain ngaji mendengarkan ceramah. Kegatan GAS ini terinspirasi dari keikutsertaan saya di organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) ketika SMA, yang rutin melakukan kerja bakti amal sholeh dengan membersihkan tempat ibadah.    

Demikian apa yang teringat di pikiran saya ketika Andika berdiri dan memimpin dar 1984 s/d  1987/88 (?) yang kala itu berkegiatan “Olahraga, Seni, dan Ngaji”, dengan maksud  (dalam ‘mimpi’ saya) agar kawula muda Karangasem sehat secara fisik dengan aktif berolahraga, memiliki etika dan estetika karena berjiwa seni, dan tetap memiliki ketaatan pada Illahi dengan aktif mengaji. 

Tentu saja banyak yang terlibat dan memiliki andil, baik yang terlibat langsung dalam kegiatan maupun dari belakang layar dengan dukungan moril dan materiil. Andika kini di tangan generasi muda dari era yang berbeda, yang lahir bahkan setelah Andika lahir alias lebih tua dari usia Andika itu sendiri. Maju mundurnya tentu ada pada Anda semua, remaja Karangasem Galuhtimur.

Terakhir Mars Andika yang masih saya ingat sebagian syair-nya sbb (?):

Andika arena ‘tuk maju, ajang kreasi dan gaya
Bersama Andika, Kita berjaya
                Olahraga seni dan ngaji, untuk menempa diri
                PadaMu ya Illahi, kita mengabdi
Selebihnya benar-benar lupa, maaf.

Purwokerto, 20 September 2014 - Puad Hasan, ketua pertama ANDIKA
Gitaris Andes Yusuf Efendi