Rhoma Irama nyalon presiden? Ah yang bener aja.... Siapa yang akan mengusung? PDI = Partai Dangdut Indonesia? atau PTI = Partai Terlalu Ih....
Adalah hak warga negara untuk dicalonkan dan mencalonkan diri, inilah demokrasi. Namun kok ya ada rasa yang aneh (kalau bukan 'rasa yang tertinggal') kalau seorang Rhoma sampai nyalon presiden. Ini menjadikan politik mengarah pada semacam lelucon. Ya lelucon, karena semestinya proses politik termasuk pencalonan presiden punya fatsoen sendiri, Karena lelucon maka tidak perlu ditanggapi serius bukan?
Ah... tapi Rhoma Irama memang terbukti pemberani. Beberapa lagu-lagunya di jaman orde baru sarat kirik seperti Adu Domba, Pembaruan, dan lain-2. Salah satu syairnya mengkritik disparitas kaya-miskin yang makin melebar. "yang kaya makin kaya... yang miskin makin miskin..." itu kritik Rhoma dalam salah satu lagunya yang judulnya saya lupa. Karena kritik dan aktifitas politiknya dulu Rhoma Irama pernah dicekal untuk pentas dan masuk TVRI (satu-satunya TV ketika Orde Baru dulu).
Tapi kali ini keberanian Rhoma mengesankan bahwa dia tidak tahu diri ya.... (ini rasa yang saya sebut aneh dan teringgal kalau tidak dituliskan di sini). Lha waktu membela Foke saja dia kalah. Kalau memang pengikut dia banyak dan militan (sebagaimana dikatakan ormas Wasiat), mestinya Foke menang karena pengikut Rhoma akan ikut pilihan Rhoma. Nyatanya? Ini fakta yang baru beberapa bulan lalu terjadi.
Saya pencinta dangdut, menyukai lagu-lagu Rhoma Irama bahkan sejak lagu-lagu yang diproduksi di tahun 1970-an. Kalau pulang kampung kondangan, 'operator' sound system yang bernama Tarwad yang sering 'ditanggap' sohibul hajat akan memutarkan lagu-lagu Rhoma Irama untuk saya. Karena pernah beberapa waktu lalu saya menyanyikan lagu "Air Mata Darah" dalam resepsi pitulasan di depan balai desa, maka lagu itu tanpa saya minta langsung diputar oleh mas Tarwad begitu saya datang di kondangan. (Tarwad adalah pemilik seperangkat sound system yang laris ditanggap oleh warga yang hajatan baik khitanan maupun mantu, dia mewarisi kakeknya sejak masih memakai media piringan hitam hingga saat ini sudah memakai MP3. Ciri khas Tarwad adalah selalu memutar lagu-lagu lama).
Namun mencintai dangdut dan menyukai lagu-lagu Rhoma Irama adalah hal yang berbeda dengan memilih presiden. Peminat dangdut (anggota "Partai Dangdut Indonesia") bukanlah manusia bodoh yang bisa diacak-acak logika politiknya. Jadi, pencalonan Rhoma Irama mudah-mudahan tidak serius dan memang berniat membuat lelucon meramaikan jagat politik Indonesia yang sudah hiruk pikuk.
Adalah hak warga negara untuk dicalonkan dan mencalonkan diri, inilah demokrasi. Namun kok ya ada rasa yang aneh (kalau bukan 'rasa yang tertinggal') kalau seorang Rhoma sampai nyalon presiden. Ini menjadikan politik mengarah pada semacam lelucon. Ya lelucon, karena semestinya proses politik termasuk pencalonan presiden punya fatsoen sendiri, Karena lelucon maka tidak perlu ditanggapi serius bukan?
Ah... tapi Rhoma Irama memang terbukti pemberani. Beberapa lagu-lagunya di jaman orde baru sarat kirik seperti Adu Domba, Pembaruan, dan lain-2. Salah satu syairnya mengkritik disparitas kaya-miskin yang makin melebar. "yang kaya makin kaya... yang miskin makin miskin..." itu kritik Rhoma dalam salah satu lagunya yang judulnya saya lupa. Karena kritik dan aktifitas politiknya dulu Rhoma Irama pernah dicekal untuk pentas dan masuk TVRI (satu-satunya TV ketika Orde Baru dulu).
Tapi kali ini keberanian Rhoma mengesankan bahwa dia tidak tahu diri ya.... (ini rasa yang saya sebut aneh dan teringgal kalau tidak dituliskan di sini). Lha waktu membela Foke saja dia kalah. Kalau memang pengikut dia banyak dan militan (sebagaimana dikatakan ormas Wasiat), mestinya Foke menang karena pengikut Rhoma akan ikut pilihan Rhoma. Nyatanya? Ini fakta yang baru beberapa bulan lalu terjadi.
Saya pencinta dangdut, menyukai lagu-lagu Rhoma Irama bahkan sejak lagu-lagu yang diproduksi di tahun 1970-an. Kalau pulang kampung kondangan, 'operator' sound system yang bernama Tarwad yang sering 'ditanggap' sohibul hajat akan memutarkan lagu-lagu Rhoma Irama untuk saya. Karena pernah beberapa waktu lalu saya menyanyikan lagu "Air Mata Darah" dalam resepsi pitulasan di depan balai desa, maka lagu itu tanpa saya minta langsung diputar oleh mas Tarwad begitu saya datang di kondangan. (Tarwad adalah pemilik seperangkat sound system yang laris ditanggap oleh warga yang hajatan baik khitanan maupun mantu, dia mewarisi kakeknya sejak masih memakai media piringan hitam hingga saat ini sudah memakai MP3. Ciri khas Tarwad adalah selalu memutar lagu-lagu lama).
Namun mencintai dangdut dan menyukai lagu-lagu Rhoma Irama adalah hal yang berbeda dengan memilih presiden. Peminat dangdut (anggota "Partai Dangdut Indonesia") bukanlah manusia bodoh yang bisa diacak-acak logika politiknya. Jadi, pencalonan Rhoma Irama mudah-mudahan tidak serius dan memang berniat membuat lelucon meramaikan jagat politik Indonesia yang sudah hiruk pikuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar