Ribut-ribut kasus suap impor daging sapi yang mengakibatkan petinggi PKS ditangkap KPK sampai pada isu 'konspirasi Yahudi'. Berita TV dan situs berita online maupun koran cetak tentang 'konspirasi Yahudi' itu rupanya sampai pada anak-anak, sehingga ketika salah satu gurunya bercerita ada sejumlah orang di kota ini adalah 'Yahudi', diceritakan kembali kepada saya dengan penuh semangat (antusias) bernada penasaran ingin tahu lebih banyak soal ke-Yahudi-an sejumlah orang yang diceritakan itu.
Saya pun bertanya, yang diceritakan itu 'Yahudi sebagai ras/etnis', 'Yahudi sebagai agama' atau apa? Karena bisa saja yang dimaksudkan adalah ada orang-orang keturunan Yahudi (dalam pengertian ras/etnis), tapi secara agama ada di antara mereka yang menganut Islam, bisa juga mereka adalah penganut agama Yahudi dan memang berasal dari keturunan Yahudi. Atau bahkan mereka yang secara etnis adalah Jawa/Indonesia tapi secara pemikiran dan keyakinan menganut atau terpengaruh Yahudi? Lalu apa masalahnya?
Kalau memang faktanya mereka yang diceritakan itu sebagai penganut agama Yahudi, saya katakan kita punya pedoman "lakum diinukum wal yaadiin", kita hormati keyakinan mereka dan kita hormati sebagai sesama manusia dan kalau mereka adalah keturunan Yahudi (secara ras/etnis) tapi menganut Islam kita juga punya pedoman "sesama muslim adalah saudara". Tapi kalau ada yang di-stigmasisasi sebagai 'agen Yahudi/Zionis' ini yang perlu banyak penjelasan dan mesti banyak membaca dengan penuh kekritisan dan hati-hati. Karena terlalu banyak hal-hal negatif dikambing-hitamkan sebagai 'konspirasi Yahudi' dengan tujuan untuk merusak bangsa, merusak Islam, memecah-belah ummat, dll.
Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya.
Sepanjang tidak terjadi kondisi dimana kita diganggu dalam menjalankan aktifitas keagamaan kita, semua akan berjalan normal dan baik-baik saja. Inilah kehidupan sosial yang diharapkan bersama. Tentu sebagai keluarga adalah hak dan kewajiban kita untuk mendidik putra-putri kita sesuai agama dan keyakinan yang kita yakini. "Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka", begitulah terjemahan ayat suci mengatakan. Secara demikian, karena dalam keyakinan kita (yang muslim) 'sesungguhnya agama yang diridloi oleh Allah adalah Islam', maka kewajiban kita mengajarkan dan mendidik keyakinan Islam pada anak-anak, tentu termasuk ajaran-ajaran tentang toleransi dalam Islam. Nah bagi Anda yang menganut agama lain dan meyakini keyakinan Andalah yang diridloi Tuhan Anda, ya monggo... silahkah sesuai dengan agama/keyakinan Anda.
Namun menjelaskan toleransi ini kadang tidak semudah yang dibayangkan. Jangankan toleransi antar agama, toleransi dalam internal agama sendiri saja yang secara faktual ada bermacam paham, harus hati-hati. Kalau tidak maka yang terjadi adalah 'mengaku benar sendiri', menuduh 'paham lain tidak sah', 'bid'ah', bahkan saling mengkafir-kafirkan. Lapang dada menerima perbedaan itulah sikap yang harus dikedepankan sebagai kunci sikap hidup toleran. Tidak perlu dipaksa-paksakan untuk mengiikuti pendapat dan paham ini-itu. Pada akhirnya apa yang diyakini sebagai hidayah (dalam kaitannya orang memeluk agama Islam misalnya) adalah kehendak Allah. Ikhtiar kita adalah berusaha memberikan pemahaman semampu kita.
Saya pun bertanya, yang diceritakan itu 'Yahudi sebagai ras/etnis', 'Yahudi sebagai agama' atau apa? Karena bisa saja yang dimaksudkan adalah ada orang-orang keturunan Yahudi (dalam pengertian ras/etnis), tapi secara agama ada di antara mereka yang menganut Islam, bisa juga mereka adalah penganut agama Yahudi dan memang berasal dari keturunan Yahudi. Atau bahkan mereka yang secara etnis adalah Jawa/Indonesia tapi secara pemikiran dan keyakinan menganut atau terpengaruh Yahudi? Lalu apa masalahnya?
Kalau memang faktanya mereka yang diceritakan itu sebagai penganut agama Yahudi, saya katakan kita punya pedoman "lakum diinukum wal yaadiin", kita hormati keyakinan mereka dan kita hormati sebagai sesama manusia dan kalau mereka adalah keturunan Yahudi (secara ras/etnis) tapi menganut Islam kita juga punya pedoman "sesama muslim adalah saudara". Tapi kalau ada yang di-stigmasisasi sebagai 'agen Yahudi/Zionis' ini yang perlu banyak penjelasan dan mesti banyak membaca dengan penuh kekritisan dan hati-hati. Karena terlalu banyak hal-hal negatif dikambing-hitamkan sebagai 'konspirasi Yahudi' dengan tujuan untuk merusak bangsa, merusak Islam, memecah-belah ummat, dll.
Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya.
Sepanjang tidak terjadi kondisi dimana kita diganggu dalam menjalankan aktifitas keagamaan kita, semua akan berjalan normal dan baik-baik saja. Inilah kehidupan sosial yang diharapkan bersama. Tentu sebagai keluarga adalah hak dan kewajiban kita untuk mendidik putra-putri kita sesuai agama dan keyakinan yang kita yakini. "Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka", begitulah terjemahan ayat suci mengatakan. Secara demikian, karena dalam keyakinan kita (yang muslim) 'sesungguhnya agama yang diridloi oleh Allah adalah Islam', maka kewajiban kita mengajarkan dan mendidik keyakinan Islam pada anak-anak, tentu termasuk ajaran-ajaran tentang toleransi dalam Islam. Nah bagi Anda yang menganut agama lain dan meyakini keyakinan Andalah yang diridloi Tuhan Anda, ya monggo... silahkah sesuai dengan agama/keyakinan Anda.
Namun menjelaskan toleransi ini kadang tidak semudah yang dibayangkan. Jangankan toleransi antar agama, toleransi dalam internal agama sendiri saja yang secara faktual ada bermacam paham, harus hati-hati. Kalau tidak maka yang terjadi adalah 'mengaku benar sendiri', menuduh 'paham lain tidak sah', 'bid'ah', bahkan saling mengkafir-kafirkan. Lapang dada menerima perbedaan itulah sikap yang harus dikedepankan sebagai kunci sikap hidup toleran. Tidak perlu dipaksa-paksakan untuk mengiikuti pendapat dan paham ini-itu. Pada akhirnya apa yang diyakini sebagai hidayah (dalam kaitannya orang memeluk agama Islam misalnya) adalah kehendak Allah. Ikhtiar kita adalah berusaha memberikan pemahaman semampu kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar