ANDIKA FC |
Tidak terasa Andika kini sudah berusia 30
tahun (1984 – 2014). Umur yang panjang untuk sebuah wadah/kelompok/klub kegiatan
pemuda/i (saat itu ngetrend istilah ‘kawula muda’). Tulisan ini dibuat sebagai
sebuah refleksi atas kelahirannya 30 tahun lalu, maksud dan tujuan pendirian,
serta menelisik faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya.
Sebenarnya ketika lahir klub bernama Andika di
tahun 1984, saya sudah menulis ‘khittah’, pernyataan deklarasi, atau semacam
statuta kenapa lahir Andika, di sebuah buku tulis besar dimana di buku itu juga
memuat catatan aktifitas Andika. Kalau
buku itu masih ada, tentu akan bisa dibaca sejarah kelahiranya serta maksud
pendiriannya secara lebih original. Ada yang masih menyimpan?
Baik saya tuliskan sejarah Andika sepanjang
yang saya ingat -- dan tentu saja dari sudut pandang saya. Tanggal lahirnya
tidak ingat persis, tetapi yang jelas munculnya nama Andika secara resmi adalah
ketika kawula muda dari seluruh Karangasem, Galuhtimur, Tonjong, Brebes, Jawa Tengah berkumpul di rumah saya, yang saat
itu saya undang ‘ngiras-ngirus’ untuk ‘syukuran’ diterimanya saya di UGM tanpa
test (PMDK dari SMA Negeri 1 Slawi). Kalau pengumuman kelulusan Mei, maka
syukuran itu sekitar bulan Juni 1984, karena di bulan Juli saya sudah harus
berangkat ke Jogja untuk daftar ulang,
cari kost, dsb. Jadi bolehlah disebutkan Juni 1984 adalah bulan kelahiran
ANDIKA.
Malam itu teman-teman kawula muda berkumpul
dan lek-lekan di rumah saya. Setelah
doa tahlil syukuran oleh sesepuh, kawula muda melanjutkan kongkow berdiskusi mengenai wadah organisasi untuk pemuda Karangasem.
Maka malam itu lahirlah bayi organisasi bernama ANDIKA, yang berasal dari
singkatan “Anak Didik Karangasem”. Tidak tahu persis siapa yang pertama kali
memunculkan nama Andika, mungkin mas Abdul Muntholib atau Pak Tholib ya?
Kenapa
ANDIKA ?
Sebelum lahir wadah Andika, harus jujur diakui
sebelumnya sudah ada klub sepak bola bernama PesKA (Persatuan Sepakbola Karangasem), namun sesuai dengan namanya
PesKA hanya mewadahi kegiatan sepakbola. Pemain PesKA yang saya ingat antara
lain “trio” kakak beradik Dasori, Khanafi, dan Pak Tholib, serta (maaf untuk yang tidak tersebutkan di sini) : Samsuri,
Khadori, Khambali, Khamami, Abd Muntholib, Subyanto (alm), Warno (mertua
Ridwan, mbahnya Ifan), Sarjono, dan pemain luar Karangasem yang ikut bermain
untuk PesKA seperti Wagyo, Drajat (Galuhtimur 1), Dasori, Suryat (Galuhtimur
2). Saya belum bermain ketika itu, karena baru aktif sebagai tim inti ketika
sudah bernama ANDIKA.
Dicetuskannya nama ke Andika saat itu, selain mungkin
karena PesKA ‘kurang enak didengar’,
juga karena saat itu berkembang wacana ingin membentuk wadah yang tidak hanya mewadahi
sepakbola, tetapi sebuah wadah yang menaungi semua kegiatan kawula muda
Karangasem baik di bidang olahraga (tidak hanya sepak bola), kegiatan kesenian,
maupun kegiatan kerohanian (pengajian).
Bukan tanpa alasan pembentukan wadah yang mencakup semua kegiatan itu, karena
memang sudah ada ‘embrio’ kegiatan di luar sepak bola. Saya akan uraikan di
bawah ini embrio kegiatan itu.
Pertama,saat itu sedang hangat-hangatnya kegiatan yang dicetuskan oleh Pak
Tholib berupa kegiatan pengajian remaja putra “Yasinan” tiap malam Jum’at yang
diadakan bergilir dari rumah ke rumah se Karangasem (untuk remaja putri sudah
rutin pembacaan barzanji/diba’i). Kedua,
ada pula rintisan group dangdut Andes (Anak Desa) oleh Yusuf, Mahmud, Warso, Subekhi,
Muhlis, Samsudin, Supaat, Supyan, Ahmad
Nahrowi (juga Wahidin) sebagai vokalis, dll sebagai bentuk kegiatan kesenian. (maaf nama yang tidak tersebut di sini)
Jadi Andika saat itu dilahirkan untuk meneguhkan
diri sebagai wadah kreatifitas
kawula muda di berbagai bidang, baik olahraga, seni dan rohani (ngaji). Makanya
kemudian Andika saya buatkan jargon (menjadi akronim) dari “tamAN muda-muDI KreAtif”. Dan
alhamdulillah tidak ada yang protes, alias semua menerima.
Demikianlah, malam itu saya secara aklamasi
diberi amanat sebagai Ketua Umum Andika, untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan
yang sudah ada embrio-nya, dengan menambahkan kreasi dan inovasi di sana-sini. Organisasi
pun dibentuk lebih modern dengan kepengurusan yang lebih ter-struktur. Ada Ketua, Wk Ketua, Sekretaris, Bendahara dan
seksi-seksi. Berikut ini sekilas kegiatan-kegiatan
di tahun-tahun awal ANDIKA lahir, khususnya
di era kepemimpinan saya (1984-1987/88):
Olah
Raga
Sepakbola adalah olah raga utama. Andika
meneruskan PesKA, yang sekalipun sudah
menjadi ANDIKA, di awal-awal tetap menampung anak-anak luar Karangasem untuk bergabung
(karena di luar Karangasem memang belum ada klub yang se-permanen Andika).
Sebut saja Torikin (Kito), Muslihudin, Fathulloh, Wagyo, Drajat, Dasori. Dari
Karangasem sendiri pemain eks PesKA yang masih bermain ketika saya juga menjadi
pemain adalah Subyanto (alm),Pak Tholib, Abd Muntholib, Khadori, Samsuri,
Khamami, Khambali, Sarjono, Supyan, dll.
Kemudian pemain-pamain sepantaran saya (atau sedikit di bawah saya) seperti
Sugito, Romedhon, Slamet Priyanto, Kardi,
Ahmad Sofawi, Yusuf, Ahmad
Rifa’i, Khariri, Maftuha (alm), Slamet Mahfudin, Abd Rozak, Ihsanudin, Abd
Hanif, dll. Lalu sambung-menyambung antar generasi berikutnya seperti Sobri dan Ridwan CS. (mohon maaf untuk
nama-nama yang tidak disebut di sini, karena tidak ingat satu per satu).
Perlu diketahui bahwa Lapangan Garuda baru ada
sekitar tahun 1985 (?), jadi anak-anak jaman dulu latihan di gendung (lahan
tidur/tidak digarap dikenal sebagai milik Tohari, lalu ada tegalan milik Bp
Be’an yang disewa desa dijadikan lapangan). Kalau ingin bermain di lapangan
yang sebenarnya maka mengadakan sparing
di lapangan Kalijurang (Glempang) atau ke Dukuh Mingkrik. Ketika lapangan
Garuda sudah bisa dipakai sering mengundang klub luar seperti Trasera (Putra
Sokawera) Tonjong, Anton (Anak Tonjong Timur), Andimas (Linggapura) dll.
Secara prestasi mungkin tidak ada yang bisa
dibanggakan di awal-awal kelahiran Andika (maupun “kakaknya” PesKA), namun
permainan Andika cukup dikenal di Tonjong dan sekitarnya. Pendek kata, permainan
Andika saat itu dalam turnamen di Tonjong, Karangsawah, Kalijurang, Talok, dll
cukup dinantikan oleh masyarakat. Praktis Andika menjadi wakil dari Kelurahan
Galuhtimur karena tidak ada klub lain selain Andika di pertengahan 80-an itu. Dan
yang lebih penting adalah meletakkan dasar bermain sepakbola secara modern bagi
generasi muda Karangasem yang lahir kemudian, yang terbukti bisa berprestasi
dengan meraih berbagai trophy, dimana semua itu tentunya tidak lepas dari
sejarah klub sebelumnya. Saya masih ingat ketika pedukuhan lain dalam menyusun
line up masih pakai pola klasik 2 – 3 – 5 (2 back, 3 half, 5 striker), kita
sudah mengadopsi pola modern 3 – 4 – 3 atau 4 – 3 – 3.
Boleh dibilang Andika adalah ‘pelopor’ bagi
klub-klub lain di Galuhtimur, karena faktanya Andika-lah klub pertama yang ada
di Kelurahan Galuhtimur. Untuk sepakbola lagi-lagi kita harus berterima kasih
kepada Pak Tholib yang sering menjadi coach dalam latihan di Lapangan
Garuda, seperti latihan dasar menendang bola yang benar, controlling, dribling,
passing, pressing lawan, heading, dan teknik-teknik lainnya.
Selain sepakbola olah raga lain yang
menggunakan baju nama Andika kemudian adalah “Bola Volley”. Praktis hanya
sepakbola dan bola volley yang populer. Ada badminton, namun angin-anginan alias
musiman.
Rehat sejenak perjalanan ke Guci |
Kegiatan olah fisik lain yang sempat diadakan
adalah HIKING/Camping, dimana ada
moment yang tidak bisa dilupakan di tahun 1985, yaitu HIKING dari Karangasem ke
Guci berjalan kaki (Karangasem – Linggapura – Balapusuh – Cempaka – Jegjeg –
Bumijawa – Guci) kemudian camping semalam di sana. Hiking saat itu biasanya
hanya dilakukan oleh sekolah tingkat SMA, tidak ada sebuah klub remaja yang
melakukannya.
Kegiatan ini menampung mereka yang tidak hobby
olah raga permainan (tidak hoby atau tidak bisa ya? He3...). Makanya seorang
Sairin pun (yang tidak ikut di sepakbola maupun volley) untuk hiking ini ikut
serta. Juga Taruno, Nur (putra dari alm Wajad), Saoji, Abdulloh, dll. Jadi
Andika kala itu berusaha mengakomodir semua minat positif dari kawula muda.
Seni
Kreasi anak muda tidak hanya di bidang olah
raga, namun juga di bidang kesenian. Karenanya selain ada group Andes
(dangdut), ditampung pula kreatifitas di bidang seni lain. Misalnya pernah dalam
peringatan hari besar Islam dipentaskan Drama
Malin Kundang (pemain Subehi sebagai Malin Kundang, Muniroh sebagai Ibu dari
Malin Kundang, pemain yang lain saya lupa) dan saya sendiri sebagai narator.
Jangan dibayangkan penampilan drama (teater) seperti yang mungkin sering Anda
lihat sekarang, ketika itu tentu pentasnya adalah pentas sederhana. Namun untuk
ukuran di pedesaan saat itu, pentas drama adalah sebuah ‘kehebohan’ dan menjadi
tontonan yang dinanti-nanti. Hanya ANDIKA yang bisa menampilkan tontonan
seperti itu di kelurahan Galuhtimur.
ANDES Group |
Ada pula event khusus pentas seni, dengan
tajuk “Malam Pesona Andika” yang
menampilkan berbagai bentuk kesenian baik kasidah, lawak, nyanyi dengan iringan
gitar akustik, dan pembacaan puisi (kalau tidak salah ingat ada puitisasi
terjemah Al-Qur’an). Diundang juga grup seni pedukuhan lain untuk ikut tampil.
Hal yang tidak bisa dilupakan adalah paduan
suara Andika, saya lupa di tahun berapa (tapi yang jelas di awal-awal ANDIKA
berdiri), berlokasi di depan rumah saya dalam event peringatan hari besar Islam
ditampilkan Paduan Suara Putra Andika
dengan membawakan lagu “Wahai
pemuda-pemudi Islam...” selain tentunya “Mars Andika”. Ketika itu pemuda-pemuda Andika baik pelajar maupun
non pelajar, yang terpilih dalam grup paduan suara, semua memakai seragam putih-putih
(celana dan baju putih) dan berpeci hitam, menyanyikan dengan semangat dan
khidmat lagu yang konon populer di tahun 60-an.
Lagu yang Sdr Tarwad sampai sekarang masih
punya piringan hitamnya itu, kontan membuat haru para orang tua yang kembali
teringat masa muda mereka ketika lagu itu diperdengarkan dalam acara-acara
kampanye atau pawai politik di tahun 50-60an. Beberapa di antaranya sampai menangis
(mrebes mili), mendengarkan lagu itu dibawakan dengan penuh semangat oleh
paduan suara putra Andika. Konon, yang
sampai menangis adalah Ibu Damirah (alm) ibunda Sdr Sobri. Pengunjung yang lain
juga banyak yang terharu...
Namun ada ‘kecelakaan’ sedikit dalam koor
paduan suara itu, yaitu kesalahan syair bahasa Arab yang seharusnya “balkum”
(?) tapi dinyanyikan “Wahum”... he3... Maklum lagu lama dan tidak bisa browsing
syair yang benar saat itu. Boro-boro internet, listrik saja belum masuk. Untuk
pementasan malam hari penerangan masih pakai petromak, pengeras suara pakai
aki.
Ngaji
Selain kegiatan Peringatan Hari Besar Islam, kegiatan
rohani Andika adalah kegiatan rutin Yasinan malem Jum’at (sekarang masih
berjalan?), di mana kala itu diisi dengan pemberian kultum oleh remaja secara
bergiliran. Setelah pembacaan Yaasiiin, remaja yang ditunjuk menyampaikan kuliah
tujuh menit (kultum) sebagai sarana pembelajaran berbicara di depan umum.
Pernah juga kegiatan taraweh khusus remaja yang diadakan di madrasah diniyah,
dimana setelah taraweh diadakan pengajian remaja. Bahkan “Ngaji” alias belajar
bahasa Inggeris pun pernah diadakan usai sholat subuh berjamaah (di bulan
Ramadhan), bertempat di musholla H Harun (alm).
Bp Mufid (alm) mengisi Pengajian Andika |
Kegiatan rohani lain adalah “Gerakan Amal Sholeh” (GAS) berupa
gotong royong membersihkan semua langgar
(musholla) yang ada di Karangasem. Ketika itu masjid belum berdiri. Ngepel,
nyapu, bersihkan debu dan ‘sawang’ di semua musholla / langgar se Karangasem, diadakan
sebagai bentuk amal nyata selain ngaji mendengarkan ceramah. Kegatan GAS ini
terinspirasi dari keikutsertaan saya di organisasi Pelajar Islam Indonesia
(PII) ketika SMA, yang rutin melakukan kerja bakti amal sholeh dengan
membersihkan tempat ibadah.
Demikian apa yang teringat di pikiran saya
ketika Andika berdiri dan memimpin dar 1984 s/d 1987/88 (?) yang kala itu berkegiatan “Olahraga,
Seni, dan Ngaji”, dengan maksud (dalam ‘mimpi’
saya) agar kawula muda Karangasem sehat secara fisik dengan aktif berolahraga,
memiliki etika dan estetika karena berjiwa seni, dan tetap memiliki ketaatan
pada Illahi dengan aktif mengaji.
Tentu saja banyak yang terlibat dan memiliki
andil, baik yang terlibat langsung dalam kegiatan maupun dari belakang layar
dengan dukungan moril dan materiil. Andika kini di tangan generasi muda dari
era yang berbeda, yang lahir bahkan setelah Andika lahir alias lebih tua dari
usia Andika itu sendiri. Maju mundurnya tentu ada pada Anda semua, remaja Karangasem Galuhtimur.
Terakhir Mars
Andika yang masih saya ingat sebagian syair-nya sbb (?):
Andika
arena ‘tuk maju, ajang kreasi dan gaya
Bersama
Andika, Kita berjaya
Olahraga seni dan ngaji, untuk
menempa diri
PadaMu ya Illahi, kita mengabdi
Selebihnya benar-benar lupa, maaf.
Purwokerto, 20 September 2014 - Puad Hasan, ketua pertama ANDIKA
Gitaris Andes Yusuf Efendi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar