Tana Toraja dengan kekhasan adat budayanya yang khas, unik, dan merupakan entitas yang bertahan masih sangat terasa, paling tidak dari apa yang bisa dilihat dari bangunan rumah (tongkonan), makam, pasar kerbau, dan ukiran kayu. Tentang suku Toraja dimuat di http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja
Di antara adat yang paling menarik minat wisatawan adalah upacara pemakaman. Sayang pada saat saya berkunjung ke sana tidak sedang ada upacara tersebut, hanya saja saya melihat bambu-bambu yang ditata seperti panggung memanjang di dekat tongkonan (rumah adat Toraja) yang kata teman saya itu bekas tempat duduk para tamu yang menghadiri upacara pemakaman.
Hotel-hotel dibangun dengan bentuk bangunan mirip tongkonan. Di Rantepao saya menginap 2 malam di sebuah hotel dengan 'wall paper' anyaman bambu yang asri. Tanpa menyalakan AC kita tidak akan kepanasan karena Rantepao termasuk kota yang berada di dataran tinggi.
Sebagai muslim saya tidak sulit menemukan rumah makan yang halal dan bisa makan dengan penuh keyakinan bahwa yang saya makan diperbolehkan dalam agama saya. Rumah makan atau warung mudah dibedakan karena dengan terus terang tanpa ada tendensi SARA memajang papan 'warung muslim'. Kalau menu yang disediakan babi juga jelas dipajang, misalnya 'bakso babi'. Warung makan 'halal' umumnya diusahakan oleh orang dari suku Bugis dan Jawa.
Batu Tumonga
Dari Rantepao menempuh perjalanan sekitar 45 menit, melewati jalan yang hanya pas untuk berpapasan, bahkan di beberapa tempat harus mengalah berhenti untuk memberikan keleluasaan lewat terlebih dulu. Kondisi jalan di beberapa lokasi rusak berlobang. Melewati perkampungan, kebun kopi, dan areal persawahan di lembah-lembah dengan pola teras siring yang apik.
Di sana-sini terlihat 'makam' di batu besar yang 'dibobok', juga Patane (kuburan dari kayu yang berbentuk rumah Toraja). Kita juga menjumpai rumah tongkonan yang tiang di depannya disusun tanduk kerbau sembelihan saat upacara pemakaman anggota keluarganya. Dari referensi yang saya baca dan cerita teman-teman, makin banyak tanduk kerbau menunjukkan makin tinggi status sosial keluarga tsb. Di kawasan ini anda dapat menemukan sekitar 56 batu menhir dalam satu lingkaran dengan 4 pohon di bagian tengah. Kebanyakan batu menhir memiliki ketinggian sekitar 2 – 3 meter. Dari tempat ini anda dapat melihat keindahan Rantepao dan lembah sekitarnya. Terletak di daerah Sesean dengan ketinggian 1300 Meter dari permukaan laut. Di Batu Tumonga saya berjumpa beberapa turis asing.
Selanjutnya saya Kete' Kesu, dimana di situ terdapat deretan rumah adat Tongkonan tua, yang merupakan obyek yang mempesona di desa ini. Di sini juga terdapat lumbung padi dan bangunan megalith.
Yang menakjubkan adalah kompleks makam yang terletak sekitar 100 meter di belakang perkampungan ini. Sebuah situs pekuburan tebing dengan kuburan bergantung dan tau-tau (patung)dalam bangunan batu yang diberi pagar. Konon tau-tau ini memperlihatkan penampilan pemiliknya sehari-hari. Perkampungan ini terkenal dengan seni ukir-nya dan sekaligus sebagai tempat yang nyaman untuk belanja suvenir. Terletak sekitar 4 km dari tenggara Rantepao.
Londa
Tibalah saya di Londa, salah satu objek wisata yang paling popular di Tana Toraja. Obyek wisata ini sangat menantang, karena goa Londa menyimpan banyak mayat dari berbagai usia dan status sosial dalam masyarakat Tana Toraja. Memasuki Londa jadi teringat acara televisi Uji Nyali.
Londa terletak di desa Sandan Uai, berjarak kurang lebih 6 km dari arah selatan Rantepao. Londa berwujud sebuah tempat pekuburan dari bebatuan kapur dimana terdapat banyak deretan tau-tau (patung) di sepanjang dinding bukit, tulang dan tengkorak serta erong di dalam dinding goa. Untuk masuk ke dalam goa dibutuhkan nyali yang cukup besar karena suasananya yang menegangkan. Di sepanjang dasar dinding goa terdapat tulang dan tengkorak kepala manusia yang berserakan. Karena di dalam goa belum ada penerangan, masuk ke dalam harus membawa peralatan seperti senter dan lampu minyak tanah. Nah, saya menyewanya dari penduduk yang mangkal di mulut goa sekaligus sebagai pemandu 'berkeliling' goa yang dipenuhi mayat dan sebagian sudah menjadi tulang belulang. Jenazah yang masih baru tersimpan dalam peti, diaruh di sela-sela dinding di dalam goa.
Menurut adat Tana Toraja, setiap jenazah di Goa Londa yang dimakamkan melalui upacara adat tertinggi akan dibuatkan replikanya dalam bentuk patung yang dinamakan tau-tau lengkap dengan pakaian adat Toraja sedangkan mayatnya disemayamkan dalam peti mati khas yang disebut erong. Seringkali juga pada tau-tau disertakan benda kesayangan dari sang mendiang, seperti makanan, rokok dan sebagainya. Posisi erong pun dibedakan menurut status sosialnya. Semakin tinggi letak erong pada dinding gua semakin tinggi pula status sosialnya di masyarakat Tana Toraja.
Gambar-2 Toraja di sekitar Rantepao