Pagi-pagi membaca berita yang di-post seroang temen di grup BBM. Tebing di depan SMA Muhammadiyah Tonjong, Kabupaten Brebes, longsor. Kendaraan pun harus antri menunggu giliran satu per satu melewati bahu jalan yang sudah sejengkal saja jaraknya dengan tebing yang menganga.... Ingat Sungai Kalong, selanjutnya disebut saja Kali Kalong, jadi ingat dulu waktu sekolah di SMP Pemda Tonjong (yang kini sudah bubar/tutup), karena saban hari harus menyeberangi jembatan kereta Kali Kalong atau kalau tidak melewati jembatan kereta ya harus benar-benar menyeberangi kali Kalong di selatan Kampung Baru.
Kalau melewati perkampungan Tonjong berarti harus menyeberangi jembatan kereta api Kali Kalong, karena saya dari dusun memang berjalan kaki menelusuri jalan kereta sepananjang 3 km-an. Nah kalau menerobos melalui pematang sawah setelah jembatan Kali Glagah belok kanan, dan sebelum Linggapura belok kiri menuruni tebing, kemudian menyeberangi Kali Kalong, lalu naik tebing lagi dan begitu naik sampai di depan SMP Pemda Tonjong.
Kali Kalong bukan kali besar, kalau kemarau bahkan aliran sungai sangat kecil. Namun di musim hujan luapan air Kali Kalong menghanyutkan. Ia bermata air di lereng Gunung Slamet di daerah Kecamatan Sirampog, membelah dan melewati desa Linggapura dan bermuara di Kali Glagah, untuk kemudian bertemu dengan Keli Pedes dan bermuara di Kali Pemali. Dulu di tahun 70-an Kali Kalong juga yang menyebabkan jalan di Linggapura setelah pasar harus dipindah ke jalan yang saat ini ada, bergeser kurang lebih 30-an meter ke utara. Nah longsor yang terjadi saat ini adalah tepat di pertemuan antara jalan lama (yang kini menjadi jalan/gang kampung Baru Tonjong berbatasan dengan Linggapura) dan jalan baru yang dibangun di awal era 70-an itu.
Jalan aspal bekas jalan lama dulu sering dipakai penduduk untuk menjemur gabah, kini sudah menyempit dipadati rumah penduduk yang makin banyak. Dengan longsornya tebing ini maka alternatif jalan raya (kalau mau membangun lagi yang menjauh dari Kali Kalong) adalah menggeser ke utara lagi dan harus terletak di utara perumahan warga Desa Tonjong melewati sawah-sawah dan bertemu di surupan (Under Pass) Karangjati Tonjong, terus ke Ciregol. Sangat besar biayanya tentu saja karena harus membebaskan tanah milik penduduk.
Kalau harus dibenteng, tebing di depan SMA Muhammadiyah memiliki ketinggian kurang lebih 30 meter. Dan sepanjang tahun akan selalu terancam longsor. Sabagaimana Ciregol yang sekalipun sudah dipapras bukit yang dulunya hutan jati, dengan tingginya tebing Kali Glagah di sebelah selatan dan derasnya Kali Pedes di utara, maka kondisi tanah selalu labih dan amblas selalu mengancam.
Nah di kecamatan Tonjong ini berarti ada 2 titik rawan longsor yang mengancam jalan nasional, yaitu di Ciregol dan di Tonjong depan (seberang) SMA Muhammadiyah ini. Bagaimana solusinya? Ahli-ahli di pemerintahan tentu harus mempelajarinya. Namun pernahkah terpikir membangun jalan nasional Purwokerto ke Tegal ini dengan jalur misalnya dari Kaligadung belok kiri ke Kelurahan Kalijurang, kemudian ke Kelurahan Galuhtimur dan terus ke utara (via Makamdawa) ke Kembeng kemudian membangun jembatan Kali Glagah sebelum Gardu (Kelurahan Kutamendala)? Ini akan menghindari 2 titik longsor itu. Jalur yang ada adalah peningkatan dari jalan Kabupaten menjadi jalan nasional. Namun tentu membutuhkan pelebaran di sana-sini dan 'pelurusan' di jalur dengan tikungan-tikungan yang tajam.
Foto: bumiayu.net
Kalau melewati perkampungan Tonjong berarti harus menyeberangi jembatan kereta api Kali Kalong, karena saya dari dusun memang berjalan kaki menelusuri jalan kereta sepananjang 3 km-an. Nah kalau menerobos melalui pematang sawah setelah jembatan Kali Glagah belok kanan, dan sebelum Linggapura belok kiri menuruni tebing, kemudian menyeberangi Kali Kalong, lalu naik tebing lagi dan begitu naik sampai di depan SMP Pemda Tonjong.
Kali Kalong bukan kali besar, kalau kemarau bahkan aliran sungai sangat kecil. Namun di musim hujan luapan air Kali Kalong menghanyutkan. Ia bermata air di lereng Gunung Slamet di daerah Kecamatan Sirampog, membelah dan melewati desa Linggapura dan bermuara di Kali Glagah, untuk kemudian bertemu dengan Keli Pedes dan bermuara di Kali Pemali. Dulu di tahun 70-an Kali Kalong juga yang menyebabkan jalan di Linggapura setelah pasar harus dipindah ke jalan yang saat ini ada, bergeser kurang lebih 30-an meter ke utara. Nah longsor yang terjadi saat ini adalah tepat di pertemuan antara jalan lama (yang kini menjadi jalan/gang kampung Baru Tonjong berbatasan dengan Linggapura) dan jalan baru yang dibangun di awal era 70-an itu.
Jalan aspal bekas jalan lama dulu sering dipakai penduduk untuk menjemur gabah, kini sudah menyempit dipadati rumah penduduk yang makin banyak. Dengan longsornya tebing ini maka alternatif jalan raya (kalau mau membangun lagi yang menjauh dari Kali Kalong) adalah menggeser ke utara lagi dan harus terletak di utara perumahan warga Desa Tonjong melewati sawah-sawah dan bertemu di surupan (Under Pass) Karangjati Tonjong, terus ke Ciregol. Sangat besar biayanya tentu saja karena harus membebaskan tanah milik penduduk.
Kalau harus dibenteng, tebing di depan SMA Muhammadiyah memiliki ketinggian kurang lebih 30 meter. Dan sepanjang tahun akan selalu terancam longsor. Sabagaimana Ciregol yang sekalipun sudah dipapras bukit yang dulunya hutan jati, dengan tingginya tebing Kali Glagah di sebelah selatan dan derasnya Kali Pedes di utara, maka kondisi tanah selalu labih dan amblas selalu mengancam.
Nah di kecamatan Tonjong ini berarti ada 2 titik rawan longsor yang mengancam jalan nasional, yaitu di Ciregol dan di Tonjong depan (seberang) SMA Muhammadiyah ini. Bagaimana solusinya? Ahli-ahli di pemerintahan tentu harus mempelajarinya. Namun pernahkah terpikir membangun jalan nasional Purwokerto ke Tegal ini dengan jalur misalnya dari Kaligadung belok kiri ke Kelurahan Kalijurang, kemudian ke Kelurahan Galuhtimur dan terus ke utara (via Makamdawa) ke Kembeng kemudian membangun jembatan Kali Glagah sebelum Gardu (Kelurahan Kutamendala)? Ini akan menghindari 2 titik longsor itu. Jalur yang ada adalah peningkatan dari jalan Kabupaten menjadi jalan nasional. Namun tentu membutuhkan pelebaran di sana-sini dan 'pelurusan' di jalur dengan tikungan-tikungan yang tajam.
Foto: bumiayu.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar