Minggu, 30 November 2014

Pesan untuk Presiden Jokowi dari Penjual Pisang Epe Pantai Lasiana



Pantai Lasiana
Ini cerita tentang Kupang. Kota yang dibangun di atas batuan karang. Nyaris tidak terlihat hamparan tanah di kota terbesar sekaligus menjadi ibu kota Nusa Tenggara Timur (NTT) ini. Namun bukan berarti tanpa tumbuhan dan pepohonan. Di sepanjang jalan, utamanya jalan-jalan baru, ada jalur hijau yang saat musim hujan akan menghijau dan rimbun, apalagi saat musim bunga tiba, pohon-pohon itu akan tampak indah menyejukkan. 

Saya mengunjungi Kupang di akhir September, saat cuaca bisa mencapai 34 derajat (bahkan lebih). Tentu saja terasa panas. Edmundo, staf kantor di mana saya mengadakan kunjungan, bilang bulan yang baik kunjungan ke Kupang adalah antara Pebruari-Maret, dimana udara terasa nyaman (tidak lembab) dan bunga-bunga pepohonan tengah mekar, menyembulkan warna-warni dengan dominasi warna kuning dan orange kemerahan. Hmm .... sayang saya harus kunjugan di bulan September.

Oke. Saya nikmati saja keadaan ini. Saya pun minta di antar keliling kota, berkunjung  ke tempat-tempat penting kota Kupang. Maka salah satu yang dikunjungi adalah Pantai Lasiana, yang berada di sebelah timur kota Kupang, sekitar 20 menit perjalanan dari pusat kota. Karena bukan hari Sabtu atau Minggu, suasana sore itu sepi. Namun terdengar suara ‘jedag-jedug’ sound system dari sebuah cafe. “Itu diskotek Pa..”, kata Ed tanpa saya tanya.

Hampir magrib, namun masih ada beberapa orang duduk-duduk di kedai dengan lampu yang sudah menyala, tapi tidak terlalu terang. Kedai ini menjual pisang epe, siwalan, kelapa muda, dan aneka minuman. Pisang epe adalah kuliner yang khas di Pantai Lasiana Kupang. Pisang kapok (Jawa) yang tidak terlalu matang dibakar (dipanggang) dengan perapian kayu, lalu dilumuri coklat, keju, susu dan kacang. “Ini makanan khas Kupang, Pa”, kata si ibu berbadan tambun, sang penjual pisang epe.

“Enak.. rasa pisangnya masih terasa, ada sepet-sepet sedikit, tapi enak”, kata saya memuji. Tapi pujian saya bukan basa-basi agar si ibu senang. Ini jujur. Saya jadi ingat waktu kecil sering membakar pisang setengah matang yang di kebun (ladang) dekat kampung.

Pisang Epe khas Kupang
Sambil makan pisang epe bakar dan buah siwalan, ngobrol sana-sini sama si ibu yang saya lupa menanyakan namanya (saya pikir tidak terlalu penting sih). Dari soal perkembangan kota Kupang, kondisi pariwisata yang menurun, sampai operasi (razia petugas) ke lokasi pantai di malam hari.

Si ibu ini rupanya mengikuti perkembangan berita politik. Tentang Jokowi dan misi ke depannya berupa ‘poros maritim’ terinformasi ke dia. Ia lalu berujar, kalau memang maritim atau laut menjadi primadona, seharusnya bangunan-bangunan –hotel, ruko atau bangunan lain—dibangun menghadap ke laut. Bukan seperti saat ini, bangunan ‘membelakangi’ laut, dan pandangan justru ke 'gunung dan daratan'. 

Memang saya lihat bangunan yang ada saat ini membelakangi laut, dimana pantai tidak terlihat dari jalan raya dan tidak terasa kalau kita berada  di kota yang berpantai. Seharusnya, usul si ibu, bangunan menghadap ke laut, di depan bangunan ada jalan raya namun area antara jalan raya dan pantai (laut) tidak ada bangunan lagi sehingga pandangan kita benar-benar ke laut. Tidak seperti sekarang bangunan menutupi pantai. Saya lihat hanya satu bangunan besar (Hotel Aston) yang didesain menghadap ke laut. 

Bahkan di kota lama Kupang, hanya ada satu tempat yang kita bisa melihat laut secara langsung -- Ed bilang tempat nongkrong anak-anak muda di malam minggu. Di luar itu bangunan benar-benar padat dan laut berada di belakang bangunan ruko-ruko.  

Soal kedai-nya yang akhir-akhir ini sepi, si ibu mengeluhkan pembangunan mall-mall baru yang menyediakan juga tempat makan (food court) sehingga orang yang mau jajan tidak lagi pergi ke pantai Lasiana, tapi cukup di food court di mall. “Tapi bagaimana lagi ya Pa... ini sudah keharusan barangkali”, kata si Ibu membersitkan kepasrahan.

Suara si Ibu ini mungkin mewakili pandangan orang pantai, yang hidup dari 'kedekatannya' dengan dunia maritim dengan segala kemanfaatanya. Mungkin apa yang disampaikan merupakan pesan pada pemerintah sekarang, pesan untuk Presiden Jokowi, kalau memang maritim mau menjadi poros, maka pengambangan suatu wilayah pun harus ‘berpihak’ alias berorientasi pada laut, pantai, dan aspek kemaritiman lainnya. Ini pesan dari seorang ibu penjual pisang epe di Pantai Lasiana Kupang, yang boleh jadi mewakili suara mereka yang hidup dari kemaritiman.

Di tempat lain, Pangandaran misalnya, saya lihat bangunan permanen di pinggir pantai sudah menghadap ke laut. Di depan bangunan-bangunan itu (hotel, rumah, rumah makan) ada jalan raya, namun di seberang jalan raya tidak ada bangunan lagi (kecuali bangunan semi permanen – kedai-kedai) dan jalan raya berbatasan langsung dengan pantai. Mungkin si Ibu penjual pisang epe ini ingin kotanya seperti Pangandaran, kota kelahiran menteri Perikanan dan Kelautan, yang walaupun belum pernah ke Pangandaran si ibu ini bisa berimajinasi apa itu arti ‘poros maritim’. Persis seperti ditulis Ignas Kleden di kolom opini harian Kompas.

24112014 
Sabagian wajah Kupang sore hari:...
Pohon sebagian meranggas di Kupang (Puad Hasan)

Salah satu jalan baru Kupang (Puad Hasan)
Sunset Kupang (Puad Hasan)
 Foto Pantai Lasaiana by Sidisadili;

Jumat, 21 November 2014

Melongok Musoleum Ho Chi Minh - Bapak Revolusi dan Negarawan Vietnam

Musoleum Ho Chi Minh - Hanoi
Timnas PSSI sedang mengikuti turnamen Piala AFF 2014 di Hanoi, yang dimulai 22 Nopember ini, Ingat Hanoi jadi ingat perjalanan saya ke Hanoi di akhir Agustus 2014 lalu. Lumayan dapat reward jalan-jalan dari kantor. Ada apa di Hanoi -- salah satu dari 2 kota besar di Vietnam, selain Ho Chi Minh City (d/h Saigon)?

Pertama-tama yang saya ingat, karena ketertarikan saya pada sejarah, adalah tokoh legendaris Vietnam Ho Chi Minh. Ia seperti Soekarno bagi Indonesia. Ia tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan dan menyatukan Vietnam. Bedanya dengan Soekarno, Ho Chi Minh berjuang dengan berpetualang di luar negeri (sekitar 30 tahunan), di Paris, London, Rusia dan Cina. Sedangkan Soekarno berjuang dari satu tempat pembuangan ke pembuangan lain di dalam negeri.

Saya pun tidak melupakan mengunjungi musoleum Ho Chi Minh, tempat jasad Ho diawetkan, untuk mengenang jasa-jasa beliau. Sebenarnya Ho sendiri ingan jasadnya dikremasi, namun ketika meninggal 2 September 1969 para pemimpin Vietnam kala itu bersepakat mengawatkan jasadnya agar jasa Ho dapat terus dikenang, terutama jasanya dalam menyatukan Vetnam setelah dilanda perang saudara berkepanjangan antara Vetnam Utara dengan Vietnam Selatan.

Halaman musoleum yang luas - pengunjung berbaris rapi

Memasuki area musoleum, pengunjung harus berpakaian sopan: tidak boleh pakai celana pendek atau tank top bagi perempuan. Barang bawaan simpel, tas gendong tdak boleh dibawa masuk sejak pos penjagaan pertama. Tidak boleh memotret sampai usai (keluar) dari bangunan musoleum, yang berupa bangunan mirip kubus (kotak), dikelilingi tiang-tiang kokoh, dengan warna tembok/keramik  abu-abu tua. Banyak polisi (petugas) berjaga.

Berjalan pun harus berbaris, dengan shaf 2 baris. Tidak boleh bergerombol atau tidak beraturan. Ini wujud penghormatan untuk tokoh besar Vietnam. Dan... memasuki musoleum kita menyaksikan dengan jelas jasad Ho Chi Minh, sang pencerah yang menerangi Vietnam (sesuai namanya; Ho yang menerangi), membujur tenang. Wajahnya tampak memutih, dengan sedikit janggut yang dibiarkan tidak bercukur. Penduduk asli Vietnam membungkuk untuk memberi hormat ketika 'berhadapan' dengan wajah sang pahlawan. Sama sekali tidak boleh memotret. Bahkan berlam-lama pun tidak boleh. Kita hanya boleh memandangi sambil terus berjalan. Ada petugas berjaga di pintu masuk, di dalam dan di pintu keluar bangunan kotak yang kokoh itu. Mereka yang berhenti, langsung diingatkan untuk segera berjalan. Wow.. negara komunis saja tidak boleh ada 'penyembahan' untuk tokoh pahlawan-nya yah...

Sekilas Ho Chi Minh dapat dilihat di wikipedia. Hồ Chí Minh (chữ nôm: 胡志明) (19 Mei 18902 September 1969) adalah seorang tokoh revolusi dan negarawan Vietnam, yang kemudian menjadi Perdana Menteri (1954) dan Presiden Vietnam Utara (1954 - 1969). Selain itu, Ho Chi Minh merupakan salah satu politisi yang paling berpengaruh di abad-20.

Nama aslinya adalah Nguyễn Sinh Cung, dan juga dikenal sebagai Nguyễn Tất Thành, Nguyễn Ái Quốc (sebuah nama yang sering digunakan orang lainnya juga), Lý Thụy, Hồ Quang dan akrab dipanggil Bác Hồ (paman Hồ) di Vietnam. Kota Saigon yang dulunya merupakan ibukota Vietnam, diganti menjadi kota Ho Chi Minh untuk mengenang jasanya.

Karena kesederhanaan-nya Ho Chi Minh tidak mau tinggal di istana megeh peninggalan Perancis ini

Ho Chi Minh dikenal sebagai pribadi yang rendah hati, hemat, berpakaian santai, berbicara dengan tenang, jarang kehilangan kesabaran, dan sering berbicara dengan penduduk, terutama anak-anak. Sebelum meninggal, Ho berpesan agar tubuhnya dikremasi dan abunya disebarkan tanpa publikasi. Namun, ketika Ho meinggal pada 2 September 1969 pukul 9.47 pagi, di usia 79 tahun, jasad Ho diawetkan dan diletakkan dalam mausoleum Ho Chi Minh, Lapangan Ba Dhin, Hanoi dan terbuka untuk publik. Para pihak yang bertikai di seluruh Vietnam sepakat untuk mengadakan gencatan senjata selama 72 jam untuk mengenang Ho yang meninggal akibat serangan jantung. Ho meninggal tepat 25 tahun setelah dia mendeklarasikan kemerdekaan Vietnam dari Perancis dan hampir enam tahun sebelum pasukannya berhasil menyatukan Vietnam Utara dan Selatan di bawah paham komunis.

Ho Chi Minh merupakan pahlawan terbesar bagi bangsa Vietnam karena jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan dan penyatuan Vietnam. Ketika pasukan Vietnam Utara berhasil menaklukkan Saigon pada tahun 1975 dan menandai penyatuan Vietnam, maka kota tersebut diganti menjadi kota Ho Chi Minh. (22112014)

Rumah yang dipilih Ho Chi Minh untuk tinggal, dengan ruangan-2 yang sederhana. Mobil Kepresidenan era Ho Chi Minh dan kolam di sekitar musoleum dan rumah Ho sang penerang Vetnam.


Arti tembang Sluku-sluku bathok

Penyebar agama Islam di Pulau Jawa yang dikenal sebagai Wali Songo memiliki kemampuan berdakwah secara kultural yang diakui hebat. Melalui budaya, para wali merebut simpati. 

Salah satu pesan Wali Songo melalui tembang "Sluku-sluku bathok", yang terkenal di Pulau Jawa dan sering dinyanyikan oleh anak-anak, paling tidak sampai era 70-an. Sayang saat ini sudah jarang (bahkan tidak pernah) terdengar lagi...

Tembang ini menuturkan:
🎵  Sluku-sluku bathok 🎵

Bathok (= kepala/otak) kita perlu beristirahat untuk memaksimalkan kemampuan. Kalo diforsir terus bisa aus, stress, hang, macet daya pikirnya.

🎵Bathoke ela-elo 🎶...🎵

Dengan cara berdzikir (ela-elo = Laa ilaaha ilalloh), mengingat Alloh akan mengendurkan syaraf neuron di otak.

🎵Si Rama menyang Sala🎵;

Siram (mandilah, bersuci) menyang (menuju) Sala (Sholat). Lalu bersuci dan dirikanlah sholat.

🎵Oleh-olehe payung motha🎵

Yang sholat akan mendapatkan perlindungan (payung) dari Alloh,
Kalo Alloh sudah melindungi, tak ada satupun di dunia ini yang kuasa menyakiti kita, tak satupun.

🎵Pak jenthit lolo lo bah🎵:

Kematian itu datangnya tiba-tiba, tak ada yang tahu.
Tak bisa dimajukan atau dimundurkan walau sesaat.
Sehingga saat kita hidup, kita harus senantiasa bersiap dan waspada. Selalu mengumpulkan amal kebaikan sebagai bekal untuk dibawa mati.

🎵Wong mati ora obah🎵.

Saat kematian datang, semua sudah terlambat.
Kesempatan beramal hilang.
Banyak ingin minta dihidupkan tapi Alloh tidak mengijinkan. 

🎵Yen obah medeni bocah🎵:

Jika mayat hidup lagi maka bentuknya menakutkan dan mudharat-nya akan lebih besar.

🎵Yen urip golekko dhuwit🎵:
 
Kesempatan terbaik untuk berkarya dan beramal adalah saat ini.
Saat masih hidup pengin kaya, pengin membantu orang lain, pengin membahagiakan orang tua: sekaranglah saatnya, ketika uang dan harta benda masih bisa disumbangkan bagi tegaknya agama Alloh.

Sebelum terlambat, sebelum segala pintu kesempatan tertutup. Semoga bermanfaat, dan Allah SWT melimpahkan hidayah rahmat karunia serta barokah-Nya kepada kita semua.
Aamiin yaa Robb...
(dari berbagai sumber)

Ini rute nyaman yang recomended menuju Pangandaran dari Jawa Tengah

Kemana liburan akhir tahun Anda? Kalau Anda orang Jawa Tengah dan mau ke Pangandaran Jawa Barat, saya sharing rute nyaman yang recomended. Saya pernah posting beberapa rute alternatif di blog ini. Tapi saat ini, kondisi jalan ke Pangandaran yang paling baik adalah seperti di bawah ini.

Pertama-tama Anda harus mencapai Wangon. Apakah  Anda dari daerah utara (Pantura -- Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Semarang) atau Anda dari timur (Purwokerto, Purbalingga, Wonosono, Kebumen, Purworejo, Solo, dll) Anda sebaiknya cari jalan terbaik ke Wangon dulu. Dari Wangon Anda ke selatan menuju Jeruk Legi (kota kecamatan sebelum kota Cilacap.

Dari Jeruk Legi ke barat melewati Kawunganten, Gandrungmangu, Sidareja, Kedungreja, Patimuan, Kalipucang, lalu Pangandaran.

Kondisi jalan Jeruklegi - Sidareja - Pangandaran halus dengan aspal hotmix masih baru. Bus pariwisata pun banyak melalui rute ini. Ini jauh lebih bagus daripada Anda melalui jalur Wangon -
Karangpucung- Sidareja, yang banyak tikungan tajam di Lumbir, juga kondisi jalan yang jelek.


Beberapa lintasan jalan agak sempit seperti antara Patimuan - Kalipucang sebelum jembatan sungai Citandui. Namun bus pun bisa berpapasan. Juga jalur Gandrungmangu - Sidareja. Namun secara keseluruhan rute ini layak dan paling nyaman di antara rute alternatif yang ada.

Jadi jalur rute yang nyaman yang recomended adalah: Wangon - Jeruklegi - Kawunganten - Gandrung - Sidareja - Kedungreja - Patimuan - Kalipucang - Pangandaran.

Selamat menikmati liburan Anda bersama keluarga dan orang-orang terkasih.(peta: cilacapmedia)

Banyak yang bisa diabadikan di Pangandaran dan sekitarnya

Pangandaran yang berubah dan terus berbenah

Banana boat dengan back ground hotel2 Pangandaran
Pangandaran - kota pantai kecil di ujung timur selatan Jawa Barat, tempat kelahiran menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti - masih menjadi destinasi wisata laut yang menarik. Setelah beberapa tahun tidak berkunjung ke sana, pertengahan Nopember ini saya berkesempatan berwisata ke Pangandaran. Saya terus terang pangling dengan kondisi Pangandaran saat ini. Bangunan makin padat, hotel makin banyak, dan wahana mainan wisata laut makin beragam. Apakah ini berkah tsunami yang sempat 'memporakporandakan' bangunan-bangunna pinggir pantai Pangandaran beberapa tahun lalu? Entahlah...

Yang jelas, makin banyak rumah-rumah penduduk dijadikan 'home stay' atau persewaan kamar. "Kamar Kosong - Rp. 50 ribu" demikian tulisan yang banyak terpampang di dinding-dinding rumah penduduk. Hotel berkelas pun saat ini tersedia. Salah satunya hotel "Menara Laut" yang menghadap pantai barat Pangandaran, dimana saya menginap. Saya lihat beberapa bangunan hotel lain sedang dalam progress. Antisipasi bakal makin ramainya Pangandaran, terlebih setelah berhasil menjadi daerah otonomi baru 'Kabupaten Pangandaran'? -- memisahkan diri dari Kabupaten Ciamis.

Ya, sejak 25 Oktober 2012, Kabupaten Pangandaran resmi berdiri. namun ibukotanya bukan di Pangandaran, tetapi di kecamatan Pariigi. Mungkin dengan pertimbangan Pangandaran yang sudah terlalu padat dan difokuskan untuk destinasi wisata, serta untuk pengembangan daerah di sekitarnya. Kabupaten Pangandaran terdiri dari 10 kecamatan, dan hingga saat tulisan ini dibuat belum memiliki Bupati sendiri.

Pantai Pangandaran
Pantai barat menjadi favorit untuk mandi di pantai, bercengkerama dengan ombak samudera Indonesia yang semakin ke barat semakin besar. Daerah aman bermain di pantai ada di sisi pantai barat sebelah timur, yang sedikit 'tertutup' tanjung bukit kecil yang masih berhutan lebat, yang merupakan daerah cagar alam. Makin ke barat ombak makin besar dan menurut seorang penjual makanan 50 meter dari garis pantai ada 'sumur' atau 'palung' dalam yang arusnya 'muser'. Sayang tidak ada peringatan bahaya di sekitar situ.

Pantai barat Pangandaran pagi hari

Pantai timur Pangandaran adalah "ekonomi maritim" penduduk setempat. Ada pelabuhan perikanan yang agak menjauh ke utara dekat muara sungai Citanduy, tapi sebagian kapal nelayan kecil bersandar dekat 'bukit' kecil ujung Pangandaran. Ada 'pasar ikan' dimana di situ kita bisa makan aneka sea food segar. Persewaan perahu bermotor ada di sini, menuju pasir putih dan gua-gua di bukit kecil tanjung Pangandaran. Bisa juga snorkeling, menyaksikan biota laut, ikan hias di pantai timur ini. Ada juga permainan banana boat dan mainan lain yang penuh sensasi. Tentu Anda harus membayar. Banana boat 30 ribu/orang; jet sky 350 ribu (bisa untuk berdua).


Salah satu 'ekonomi maritim' - di sini ebi dan teri dijaring?

Kehidupan malam
Pangandaran malam hari seakan tidak tidur. Karaoke buka sampai jam 2 pagi. Warung-warung makan, kedai kopi, masih buka sampai dini hari. Dan tentu saja warna-warni kehidupan malam kaum lelaki hidung belang. Ini bisa dibaca dari pertanyaan "Cari-cari Om..." oleh orang-orang yang kita temui sedang nongkrong di depan kedai. Juga dari perempuan-perempuan yang lalu lalang diboncengkan atau yang nongkrong dengan dandanan yang menor.

"Sekarang makin ramai om... ", kata penjual indomie rebus dalam obrolan dini hari, sambil saya menikmati white coffe. Ya, inilah yang membuat pangling juga, kata saya dalam hati. Seperti sudah menjadi jamak di daerah wisata, tidak hanya di Pangandaran, kehidupan malam dan prostitusi terselubung menjadi ikutan yang seolah harus ada. Daerah 'plesiran' tidak bisa steril dari dunia esek-esek. Mengapa oh mengapa? #tidak harus dijawab di sini.

Selain pantai Pangandaran, wisata lain yang terkenal adalah 'Green Canyon' -- saya tulis di posting lainnya. Suwun,,,

'Batu Layar' Pangandaran




Favorit di Pangandaran : keliling bersepeda gandeng

Satwa penghuni cagar alam Pangandaran