Sabtu, 28 Desember 2013

Purwokerto Mall berdiri, ini bangunan yang akan roboh dan menjadi kenangan

Purwokerto Mall
Pendirian Purwokerto Mall di Jalan Jenderal Sudirman yang membentang dari perempatan "Palma", antara jalan Sugiyono dan Jalan Jend Sudirman hingga ke gang kecil di sebelah barat Ruko eks bioskop Nusantara, akan menghilangkan bangunan-2 ruko di kompleks eks Stasiun Timur Purwokerto dan bangunan eks gudang pupuk PUSRI. Dengan bangunan yang berdiri di atas bekas rel kereta api yang menghubungkan gudang dengan stasiun besar Purwokerto.

Saat ini ruko eks stasiun timur menjadi pusat pertokoan yang kebanyakan menjual HP. Ada juga dealer motor, toko elektronik, toko jam, dan toko tas/sepatu. Namun yang dominan adalah toko HP. Bangunan tsb berdiri di atas lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI). Nah menurut kabar, yang membangun mall adalah PT KAI melalui anak perusahaannya PT KA Property Management dan akan menjadi pusat perbelanjaan (mal) terbesar di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah.

Gudang Pusri - kini sudah tidak ada lagi


Area eks emplasemen stasiun Purwokerto Timur luas keseluruhannya mencapai 40.500 meter pesegi. Nilai investasi yang dibutuhkan nantinya diperkirakan mencapai hampir Rp 200 miliar, tepatnya Rp 194,7 miliar. Mal tersebut rencananya akan dilengkapi exhibition hall, tenant-tenant, exterior shop dan public area di lantai 1. Sedangkan lantai 2 akan dilengkapi food curt, exterior shop dan kidzone atau play ground. Wow!!!

toko stasiun timur Purwokerto - skyscrapcity.com
Kawasan keramaian bisnis baru ini akan dilengkapi area parkir seluas 5.400 meter pesegi, fasilitas umum seperti mushola, dan toilet serta taman seluas 3.800 meter pesegi.

Dikutip oleh berbagai situs berita, pembangunan area bisnis ini akan dilaksanakan dari sisi selatan dan tengah yang merupakan bangunan induk. Sehingga nantinya pertokoan yang sebelumnya sudah berada di stasiun Timur sisi utara Jalan Jenderal Sudirman tetap bisa melakukan aktivitasnya selama pembangunan mall berlangsung. Artinya sebelum menjadi lahan parkir, pertokoan itu masih beroperasi, sebelum akhirnya akan roboh dan menjadi kenangan.
Eks Fuji Image Plaza.. akan jadi kenangan



Mengapa Padamu Negeri jadi kata kunci top di Google

Saya iseng browsing-googling "apa kata kunci paling populer 'di mbah Google di 2013. Untuk tokoh terpampang nama-nama beken: Paul Walker, Fatin Shidqia Lubis dan Jokowi. Ini sebagaimana diberitakan antaranews.com yag memberitakan survey kata-kata kunci yang paling banyak dicari pengguna Internet Indonesia sepanjang 2013 menurut Zeitgeist Akhir Tahun Google.

Nah yang bikin penasaran adalah kata kunci 'Padamu Negeri" yang berada di tren pencarian teratas ranking 2. Semula saya bertanya apakah banyak orang Indonesia mencari syair lagu kebangsaan ciptaan Kubini itu? Selidik punya selidik, ternyata judul lagu yang selalu diputar oleh RRI usai siara berita itu menjadi nama website yang sering diakses para guru terkait tugas-tugas mereka. Situs ini dikelola Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan - Pengembangan Sumber Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidik, yang membuka Pusat Layanan Padamu Negeri (singkatan dari Pangkalan Data Penjaminan Mutu Pendidikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Silahkan klik link ini:  http://bpsdmpk.kemdikbud.go.id/padamu/

Padamu Negeri juga ada di Facebook:   https://id-id.facebook.com/Padamu.Negeri.Indonesiaku 

Saya bukan guru, jadi tidak tahu persis singkatan-2 dan istilah-2 yang ada di web itu. Di facebook ada keterangan bahwa Padamu Negeri dibangun sebagai pusat layanan data terpadu yang bersumber dari/ke sistem transaksional BPSMPK-PMP Kemdikbud lainnya, meliputi: Evaluasi Diri Sekolah (EDS), NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan), Sertifikasi PTK, dan Diklat PTK.

PADAMU NEGERI juga terbuka untuk menjadi salah satu layanan pusat sumber data bagi program-program terkait lainnya baik di lingkungan internal atau eksternal Kemdikbud.

Melalui PADAMU NEGERI ini, BPSDMPK-PMP berupaya mendorong terwujudnya program - program pembangunan untuk peningkatan Mutu Pendidikan Nasional baik di tingkat pusat dan daerah dengan terpadu yang berbasis pada data-data yang faktual, transparan, obyektif, akurat, akuntabel dan berkesinambungan.


Tren Kueri Teratas di Indonesia Tahun 2013 selangkapnya (top 10):
1. Paul Walker
2. Padamu Negeri
3. BBM for Android
4. CPNS 2013
5. Harlem Shake
6. Eyang Subur
7. Line
8. X Factor Indonesia
9. Tegar
10. Modoo Marble
Saya baru 'ngeh' setelah saya uthak athik "gathuk" dengan informasi dari para guru di TK/PAUD yang saya bertindak sebagai pengurus yayasan pengelola, kalau saat ini sekolah harus punya koneksi internet untuk pengiriman data, up date data, dlsb (saya tidak tahu detail teknis). Ditambah dengan sertifikasi yang diikuti oleh para guru, program-2 semua di-up date oleh Kemendikbud melalui web tersebut. 

Saya hanya membayangkan semua akan serba cepat dan efisien dengan kemajuan teknologi ini, dan otomatis mengurangi biaya-biaya pertemuan dan tentu saja biaya perjalanan karena sudah banyak keperluan bisa dilakukan secara on line.

Rabu, 25 Desember 2013

Ke Guci Tegal, ini rute yang harus ditempuh

Mau liburan ke obyek wisata pemandian air panas Guci Tegal Jawa Tengah? Mungkin Anda sedang bingung mana rute yang nyaman ke Guci. Berikut panduan yang mungkin bisa membantu Anda, berupa jalan alternatif ke Guci. Memang google map bisa membantu Anda, namun informasi kondisi jalan, tajam tidaknya tikungan, sepi ramainya tidak tersedia di situ.

Dari mana asal Anda? Kalau Anda dari Purwokerto, Cilacap, atau pesisir selatan Jawa Tengah rute yang disarankan adalah : Purwokerto/Cilacap - Ajibarang - Bumiayu. Dari Bumiayu ada alternatif sbb :

  • Rute Bumiayu - Linggapura (setelah pasar belok kanan) - Bumijawa - Guci
  • Rute Bumiayu - Prupuk - Margasari - Banjaranyar (pertigaan Banjaranyar lurus saja, jangan belok kiri ke Balapulang) - Kalibakung (belok kanan) - Bojong - Guci
  • Rute - Bumiayu - Prupuk - Margasari - Balapulang - Yomani (belok kanan di pertigaan Yomani) - Bojong - Guci
Kondisi jalan Linggapura - Bumijawa relatif sempit (kelas 3) dan banyak kerusakan di berbagai tempat, misalnya dari Balapusuh Kec Tonjong ke Cempaka yang naik cukup tajam dan kondisi jalan banyak lobang. Dari Banjaranyar lumayan bagus. Kendaraan jenis sedan tidak direkomendasikan lewat jalur ini, demikian pula bus/mkro bus karena lebar jalan sempit.

Untuk bus-bus pariwisata besar jalur rute yang direkomendasikan adalah lewat pertigaan Yomani Kecamatan Lebaksiu ke selatan.

Bila dari Cirebon/Kuningan Jawa Barat baiknya lewat Tegal  - Slawi - Lebaksiu - Yomani (belok kiri di Yomani) - Bojong - Guci. Demikian pula yang dari Pemalang / Pekalongan / Semarang baiknya lewat jalur ini. Sebenarnya bisa lewat Pemalang - Randu Dongkal - Moga - Guci, tapi akan memakan waktu lebih lama karena jalan lebih sempit dan banyak kelokan antara Pemalang - Randu Dongkal - Moga.

Bila Anda dari Puralingga atau Banjarnegara, sebaiknya melalui rute Purbalingga - Bobotsari - Belik - Moga - Guci. Dari Belik bisa melalui Randu Dongkal dulu atau melalui jalan pintas antara Belik - Randu Dongkal ada pertigaan ke kiri. Namun kalau bus besar tentunya harus lewat Randu Dongkal.

Oh ya....Guci terletak di kaki Gunung Slamet bagian Utara, dengan ketinggian sekitar 1.500 meter dari permukaan air laut. Guci mempunyai udara yang sejuk dengan suhu sekitar 20 derajat celcius. Guci masuk kedalam wilayah administrasi Kecamatan Bumijawa, berjarak sekitar 30 km dari Slawi (ibukota Kabupaten Tegal). Anda bisa menikati pemandian air panas langsung di kali, kolam renang air panas, atau berjalan-jalan dengan kuda mengelilingi obyek kawasan hutan dengan pemandangan yang ciamik.

Semoga bermanfaat... dan selamat menikmati liburan bersama orang terdekat dan terkasih. Salam

Selasa, 24 Desember 2013

Angkutan nyaman Purwokerto Bumiayu ... Memang ada?





Elang Travello

Mau ke Bumiayu dari Purwokerto dengan angkutan yang nyaman? Atau sebaliknya dari Bumiayu ke Purwokerto dengan angkutan bebas stress, tidak perlu berpindah-pindah moda angkutan, dan langsung masuk kota?

Teman saya, pengusaha muda Elang Satria GP, atau dikenal juga panggilan Budi Ireng, menjawab kebutuhan tersebut dengan merintis usaha travel yang menghubungkan kota yang berjarak +/- 50 km itu.Warga Purwokerto yang akan pergi ke Bumiayu, atau warga Bumiayu yang akan ke Purwokerto, kini tersedia transportasi yang nyaman, adem dan tepat waktu: Elang Travello, yang dirintis sejak sekitar setahun lalu.

Transportasi umum yang ada sebelumnya adalah bus regular AKDP Purwokerto-Tegal dan bus mikro Purwokerto-Bumiayu yang bagi sebagian orang dirasa jauh dari nyaman. Karena harus berdesakan di kala hari ramai, resiko dompet hilang kecopetan, dan waktu yang tidak tepat.  “Elang Travello menyediakan solusi transportasi bebas stress”, kata Elang di akun facebook-nya.

Saat ini Elang Travello memiliki 4 unit armada, berupa minibus KIA Pregio dengan kenyamanan full AC, reclining seat.

Rute Elang Travello dari Bumiayu – Ajibarang – Karanglewas - Stasiun kereta api Purwokerto, Alun-alun Purwokerto, RS Geriatri, SMA 2 - SMA 1, Kebondalem, UNSOED, UMP, RS Margono, Pasar Wage, RS Bunda, dan berakhir di MORO Purwokerto.

Jam keberangkatan Elang Travello dari Bumiayu : Pkl 05.00, 07.00, 09.00, 12.30, 14.00, 17.00 WIB. Start daro Gang H. SA Basori No. 8 Dukuhturi (depan Masjid Agung Baiturrohim Bumiayu).
Jam keberangkatan Elang Travello dari Purwokerto : Pkl 09.30, 11.30, 15.00, 19.00, 21.00 wib. Start di pusat belanja Retail dan Grosir MORO (pintu timur – depan mushola MORO).

Tarif dipatok Rp. 25.000,- Bagi Anda yang berbelanja di MORO sebesar Rp. 250 rb Elang Travello menyediakan tiket gratis ke Bumiayu (syarat dan ketentuan berlaku).

Bagi Anda yang memerlukan travel nyaman Bumiayu-Purwokerto atau sebaliknya bisa menghubungi nomor sbb :
·        085293943210 atau 085786491987
·        081903185050

Seiring meningkatnya permintaan angkutan penumpang yang nyaman, Elang Travello tahun 2014 akan menambah armada untuk jurusan Purwokerto-Tegal/Brebes via Bumiayu, dengan tariff yang direncanakan Rp. 60 ribu.

Selamat mencoba....
Pregio Elang Travello



Minggu, 22 Desember 2013

Bioskop Rajawali Purwokerto kini selalu putar film-2 terbaru!

Bioskop Rajawali Desember 2013
Adakah yang baru di gedung bioskop Rajawali? Bioskop Rajawali atau Rajawali Theatre, dikenal di official jejaring sosial sebagai Rajawali Cinema (facebook: https://www.facebook.com/RajawaliCinema?rf=316064681754325‎) dan @RajawaliCinema di twitter sejak setahun terakhir memperbarui diri dengan fisik bangunan yang lebih bagus, tempat duduk penonton yang nyaman, sound system Dolby yang mak juegerrrr dan kualitas gambar 2D yang memanjakan penonton. Tiketing modern, pelayanan yang ramah full senyum, ruang tunggu nyaman, toilet bersih, bebas asap rokok menjadi ciri umum 'pembaruan' bisokop yang berdiri sekitar tahun 1980 yang kini menjadi satu-satunya bioskop di kota Purwokerto.

Konon sebenarnya pada saat kebanyakan bioskop gulung tikar karena boomingnya VCD dan DVD serta TV Swasta, ditambah monopoli peredaran film, pemilik bioskop Rajawali juga akan ikut  menutup usahanya itu. Namun bupati Banyumas melarangnya karena akan mengurangi 'kebanggan' kota Purwokerto sebagai kota pusat perkembangan ekonomi di Jawa Tengah bagian barat selatan. Ditambah kecintaan pada dunia film, pemiliknya pun (keluarga Ho Hendro - almarhum) mempertahankan eksistensi bioskop tsb bahkan terus dibenahi seiring kebangkitan kembali film bisokop sebagai industri dan hiaburan. Kini ada 4 studio full AC..Sebagai kota menengah, Purwokerto memang layak memiliki gadung bioskop representatif, sebagai salah satu alternatif hiburan bagi warganya. Dengan demikian bagi pecinta film, tidak harus pergi ke Jogja atau Semarang demi menonton film-2 terbaru.

Ya, warga Purwokerto dan sekitarnya (Purbalingga, Cilacap, bahkan Bumiayu) tidak perlu pergi ke luar kota untuk menyaksikan film terbaru. Karena kini Rajawali Theatre benar-benar selalu memutar film baru yang juga sedang diputar di kota besar di Indonesia. Contoh terakhir di bulan Desember 2013 ini adalah pemutaran film 99 Cahaya di Langit Eropa, Soekarno dan Tenggelamnya Kapal van Der Vijk yang tayang bareng dengan pemutaran film-2 tsb serentak di Indonesia. Demikian pula dengan film-2 manca negara, tak kalah dengan pemutaran film di grup Cineplex 21.

Bisokop Rajawali terletak di Jl. S Parman 69 Purwokerto telp 0281-636003, untuk mencapai lokasi itu sangat mudah. Rute ke bioskop Rajawali Purwokerto: Anda yang dari Purbalingga ikuti rute dari Sokaraja - RS Margono - bunderan air mancur (Tugu Adipura) lurus ikuti Jalan Gerilya - Taman Andang Pangrenan (eks terminal lama Purwokerto) belok kanan ke arah kota (Jl. S Parman) - +/- 400 meter ketemu Bioskop Rajawali di timur jalan. Kalau dari Cilacap, di perempatan Tanjung belok kanan -- terus ikuti Jalan Gerilya - nah di Taman Andang Pangrenan (terminal lama) belok kiri ke arah kota (Jl. S Parman). Demikian pula dari arah Bumiayu paling mudah adalah dari pertigaan Kalibagor belok kanan - perempatan Tanjung terus saja ikuti jalan Gerilya - Taman Andang Pangrenan  belok kiri (Jl. S Parman). Kalau Anda asli Purwokerto pasti hafal dong....

Jadwal film bisa dilihat di facebook Rajawali Cinema atau twitter @RajawaliCinema, juga di koran-2 lokal. Harga tiket tergolong murah Rp. 20 ribu hari biasa dan Rp. 25 ribu (hari libur). Selamat menonton film-2 baru di Rajawali!
Bioskop Rajawali malam hari (Pinoci.net)



Sabtu, 17 Agustus 2013

Main bola, PORGA dan Lapangan Garuda

PORGA Legend 2013
Lebaran 1434 H tahun ini (2013) akhirnya kesampaian juga main bola di lapangan lebar, di lapangan Garuda Galuhtimur, walaupun hanya sekitar 30 menit. Bersama pemain-pemain bola yang konon disebut sebagai 'legend' di Galuhtimur dengan nama PORGA old star, saya bernostalgia mengenang masa remaja tahun 80-an. Porga adalah nama persatuan sepak bola era 70-an sampai 80-an yang menyatukan potensi dan bakat pemain bola se kelurahan Galuhtimur dan mewakili desa dalam ajang turnamen tahunan menyambut HUT RI (17-an) di Lapangan Widodo Tonjong. Saya bermain di era 80-an akhir.. Kalau sedang tidak bermain untuk PORGA yang mewakili desa, saya bermain di klub ANDIKA -- yang saya dirikan tahun 1984 dan sebagai ketua pertama. Klub Andika (ANDIKA FC) sampai saat ini masih exist.

Sejak tahun 90-an akhir PORGA meredup seiring tumbuhnya klub-klub perdukuhan (tingkat RW bahkan RT) dan tidak adanya upaya yang sungguh-sungguh untuk penyatuan. Nah yang bermain kemarin di hari ke 3 Syawal 1434 H itu adalah pemain antar generasi berbeda. Saya, Romedhon, Sugito, Kardi, Slamet Priyanto, Muslihudin, Khariri, Muslih dan Maryadi satu generasi dan sering bermain bersama. Namun Gabel (Rudy), Sobri, Siwo, Pajil, Sekhu, Agung, Majid, dll yang saya tidak bisa sebut namanya di sini (karena beda generasi) adalah pemain-pemain sepak bola setelah generasi saya (awal 90-an). Pernah main bareng tapi tidak sangat sering.

Bermain bola adalah olah raga paling murah dan paling menyenangkan. Sebelum memiliki lapangan desa (Lapangan Garuda) semasa anak-anak harus berjalan kaki sejauh 1 km lebih untuk menuju lapangan (tepatnya tanah tegalan/sawah yang tidak digarap) di "Beber" dan "Gendung" (dua tempat yang merujuk pada daerah kawasan pertanian di utara desa). Yang terkenal adalah Beber Tohari (milik Bapak Tohari berupa lahan sawah yang tidak digarap), dan Gendung Be'an (kalau ini tanah tegalan yang disewa oleh desa dan digunakan untuk main bola). Selain di tanah tegalan itu, main bola juga dilakukan di halaman sekolah, pekarangan, tanah es-es (SS) di sebelah rel kereta api, dan tanah lapang lain yang memungkinkan.

Lapangan Garuda dibangun di era lurah Sumarna menjelang akhir beliau menjabat, yang membebaskan tanah pekarangan yang ditumbuhi pohon bambu (termasuk tanah pekarangan milik mbah saya -- alm Saleh), yang ditukar guling dengan tanah desa di sebelah barat Karangasem (tanah desa ini setahu saya milik Pak Waid, dimana Pak Waid mendapat kompensasi dari desa berupa tegalan di tangsi? -- saya tidak tahu persisnya). Mungkin sekitar tahun 1986-an lapangan Garuda dibangun. Saya ingat waktu itu sholat idul fitri pernah diadakan di lapangan Garuda (saya sudah kuliah tahun ke-2). Sayang hanya sekali itu sholat ied diadakan di lapangan Garuda dengan tokoh yang mengusulkan saat itu seingat saya adalah Pak Tholib (seorang guru SD asli Karangasem Galuhtimur, kini menetap di Kesambi Prupuk).

Di masa kecil bermain bola di lapangan lebar adalah suatu kemewahan. Bisa merumput di lapangan Dukuh Satir, Lapangan OB (Widodo) Tonjong dan lapangan Asri Bumiayu terasa sangat 'wah'. Maklum sebelum punya lapangan Garuda, biasa main di lapangan yang tidak rata, dengan kontur tanah naik turun dan miring seperti parabol (tinggi di tengah kemudian di sisi kanan dan kiri menurun). Kini generasi muda lebih nyaman memiliki lapangan Garuda, yang walaupun tidak sempurna namun masih lebih baik daripada ketika saya masih anak-anak, yang harur berjalan kaki 1 km lebih untuk menuju lapangan -- yang sebetulnya tidak layak disebut sebagai lapangan bola. 

Rabu, 26 Juni 2013

Mau ke Pangandaran dari Jawa Tengah? Ini rute yang bisa Anda tempuh

Musim liburan telah tiba. Pantai Pangandaran menjadi salah satu destinasi favorit. Pantai berpasir yang indah, ditambah 'teluk' yang menjadikan ombak di sisi barat dan timur daratan yang menjorok ke laut aman untuk berenang / bermain di air laut. Anda bisa juga naik perahu di pantai timur, kemudian sampai di daratan ujung 'tanjung' kemudian ber-hiking ria menuju melawati hutan yang teduh dan adem, Ini hutan lokasi shooting film-film dan sinetron laga.

Sebelum sampai pantai, di jalur Kalipucang - Pangandaran juga banyak alternatif obyek wisata, pancuran dan gua, maupun ingin melihat-lihat view pantai dari atas bukit... wowww lanskap yang indah. Setelah puas di Pangandaran Anda juga bisa melanjutkan perjalanan ke obyek wisata "Green Canyon" di barat Pangandaran, atau nama aslinya Cukang Taneuh di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Lokasinya 31 kilometer dari Pangandaran

Namun bagaimana mencapai Pantai Pengandaran dari Jawa Tengah? Mana rute yang paling nyaman? Ini pertanyaan yang suka terlintas kalau kita mau ke sana. Maklum saja, ada beberapa jalur alternatif, namun kita belum tahu kondisi jalannya.

Kalau Anda dari arah Purworejo/Kebumen, Anda lurus saja ke Buntu (pertigaan: belok kiri ke Kroya; kanan ke Purwokerto; dan lurus ke Bandung/Cilacap). Nah di sini Anda ambil lurus menuju Sampang - Wangon - Karang Pucung - belok kiri ke Sidareja. Di Sidareja ambil arah ke Kedungreja - Patimuan - Kalipucang - Pangandaran. Ini lebih singkat daripada Anda dari Karangpucung meneruskan ke Majenang - Wanareja - Bajarpatroman - Kalipucang - Pangandaran. Hanya saja kondisi jalan Wangon - Karangpucung - Majenang - Banjarpatroman - Kalipucang - Pangandaran lebih bagus dan lebih lebar.

Sesampai di Wangon, Anda sebenarnya juga bisa ke selatan (belok kiri di perempatan Wangon) melalui rute  Jeruklegi, terus di Jeruklegi belok kanan ke Kawungangten - Gandrungmangu - Sidareja (belok kiri di perempatan terminal) - Kedungreja - Patimuan - Kalipucang. Tapi lagi-lagi akan banyak menemui tikungan dan jalan rusak.

Kalau Anda dari arah utara (Tegal, Brebes, Bumiayu) sesampai di Ajibarang ambil ke kanan arah Wangon / Cilacap, nah di Wangon tinggal pilih mau lewat Karangpucung atau Jeruklegi. Saran saya sih lewat Karangpucung. Demikian pula kalau dari arah Purwokerto, Purbalingga, Anda ke Wangon lewat Rawalo atau Ajibarang, terus ke barat ke Karangpucung - Sidareja - Kedungreja - Patimuan - Kalipucang - Pangandaran

Demikian semoga membantu.. (foto dari aa.pangandaran.blogspot dan smpn1 sindangwangi.blogspot)

 Green Canyon

Minggu, 28 April 2013

Menjaga spirit, menolak putus asa

Pernah membaca status teman: 'Berusaha menjadi inspirator capai juga. Jadi terkesan selalu serius, sok tahu, sok pintar...'.

Hmm.... Entah kegelisahan apa yang sedang melingkupi pikirannya sampai keluar kata-kata bernada sesal dan gerutu itu. Dia memang seorang yang menjadi panutan, motivator dan inspirator bagi mereka yang sering merasa kurang pede, kurang pintar,dan merasa banyak kekurangan yang menghambat laju menjadi sukses.

Tapi seperti sebuah lagu 'Rocker juga Manusia', seorang inspirator, motivator, pengkhotbah, --baik dalam posisinya sebagai profesi maupun melekat dalam profesi yang disandangnya (manager, guru, dosen, pimpinan unit kerja,dll)-- tentu berhak juga untuk kadang galau, resah, gelisah menghadapi masalahnya sendiri - problem pribadi dalam 'universitas kehidupan' yang dihadapinya. Dia bukan malaikat, bukan nabi, bukan orang yang sudah terbebas dari beban dan kewajiban hidup dengan aneka ragam dan centang perenangnya.

Di depan audiens dia tampil prima menggelorakan spirit sukses, namun tidak selalu dalam dirinya terjaga terus-menerus spirit itu. Dia merasa dalam keseharian tidak boleh tampak sebagai orang yang suka mengeluh sebagaimana sering diajarkannya, tapi ketika ada masalah dalam dirinya dia merasa harus mengeluh. Harus ada yang mau menerima curhat-nya. Karena itulah mungkin dia merasa capai... karena harus (merasa) dituntut selalu serius.

Jadi menjadi penting bagi seseorang untuk ada jeda untuk relaksasi, overhaul pikiran, menenangkan diri, dan mencurahkan apa yang menjadi masalahnya dan berbagi -- sharing -- minta saran solusi. Orang-2 terdekat (isteri/suami bagi yang sudah berkeluarga), orang tua, sahabat atau siapapun yang kita percaya mau menerima curhat kita. Yang terutama adalah orang yang kita beri 'muntahan' uneg-uneg kita adalah orang yang benar-benar kita percaya, yang bisa memendam rahasia pribadi kita, syukur dia bisa memberi advis atau minimal simpati dan empati sehingga bisa menenangkan hati.

Dan, tentu saja yang harus dan sangat penting adalah minta pertolongan dari-Nya, dengan do'a agar kita terbebas dan menemukan solusi atas problem yang dihadapi. Do'a akan menguatkan kita mengambil langkah kongkrit menyelesaikan persoalan yang kita hadapi.


Kamis, 28 Maret 2013

Tridianto: Saya mewakili majelis rendah, SBY mewakili majelis tinggi

Judul di atas saya ambil dari berita di WARTA PANTURA (26/03) yang memberitakan deklarasi Tridianto, mantan ketua DPC Partai Demokrat Cilacap,  sebagai calon ketua umum Partai Demokrat di KLB Bali 30-31 Maret 2013. Tergelitik untuk mengulas karena Tridianto cukup fenomenal, menggelitik, bahkan tidak jarang membikin tawa geli dalam pembicaraan jagat perpolitikan Indonesia.

Dalam obrolan di pantry, kumpul dengan teman-teman, dan chat di BB nama Tridianto selalu menjadi bahan obrolan menarik. Seorang teman selalu sms kalau Tridianto sedang tampil di televisi "Tuh Tridianto temanmu lagi diwawancara di TV".... Temanmu? ketemu dan kenal dimana? Seorang teman di Jakarta juga BBM "Kancamu kae Tridianto gemblung ya.... nekad banget deklarasi maju ketua Demokrat"... Wakkkkk. "Gemblung" di sini dalam dialek Banyumasan atau Tegalan bukanlah kata yang secara harfiah diartikan sebagai 'Gila' dalam pengertian 'tidak waras' tapi lebih sebagai ungkapan bernada guyonan yang menganggap luar biasa atau di luar batas kewajaran. Entah dari sudut mana di luar batas kewajarannya, mungkin karena yang 'dilawan' Tridianto adalah seorang SBY, yang dari sisi manapun bukan lawan tanding yang sepadan bagi seorang Tridianto. Kalau bicara soal hak, tentulah itu hak asasi Tridianto.

Bahwa Tridianto bukan lawan yang sepadan, secara tidak sadar diakui sendiri oleh Tridianto. Dalam berita di situs yang sama, Tridianto berkomentar yang menurut saya nggegeti (juga lugu) karena tidak biasa ditemukan dalam peristilahan politik kita. "Saya mewakili majelis rendah dan aspirasi bawah, dan Pak SBY majelis tinggi,” katanya.

Tentu Majelis Tinggi dikenal dalam struktur Partai Demokrat, tapi majelis rendah tidak dikenal dalam struktur partai. Majelis rendah ada dalam lembaga politik di beberapa negara. Jadi tidak connect sebenarnya ungkapan 'mewakili majelis rendah' vs 'mewakili majelis tinggi' dalam konteks pertarungan merebut Ketua Umum Demokrat. Kalau aspirasi bawah... okelah biasa kita dengar. Dan maksud Tridianto pastilah dia menganggap dirinya mewakili arus bawah, sedangkan SBY mewakili elite partai.

Kenapa Tridianto berani tampil, apakah ada yang men-setting untuk menjalani lakon yang sedang dijalani tsb? Seorang temannya sesama mantan pengusaha jamu berujar, Tridianto memang type pemberani dan bermental luar biasa. Soal sepak terjangnya yang menjadi 'menasional' sejak penetapan Anas Urbaningrum (AU) menjadi tersangka oleh KPK dan menjadi pembela setia AU, dipandangnya ibarat segmen 'goro-goro' dalam sebuah pentas pewayangan. Goro-goro ini merupakan babak dalam pagelaran wayang yang biasanya ditandai dengan kemunculan para punakawan (Gareng, Petruk, cs). Isinya merupakan petuah/pitutur/wejangan yang diselingi kisah humor segar oleh para punakawan.

Jadi gak ramai kalau tidak ada Tridianto, karena dialah yang dengan 'kepolosannya' mau melawan SBY, yang bisa menjadi 'humor segar' dalam kancah perpolitikan negeri ini. Cuma, dimana kita mendapatkan wejangan/pituah/pitutur dari aksi Tridianto ini ya? Apakah dari pembelajaran (hikmah) dibalik semua gonjang-ganjing partai itu, dimana sejatinya pengkaderan yang sebenarnya tidak berjalan di partai dan partai cenderung menjadi monarkis dengan kemunculan nama-nama dari dalam lingkaran SBY? 

Artinya kita masih jauh dari demokrasi ideal dimana meritokrasi menjadi bagian penting dari proses demokrasi. (Meritokrasi menunjuk kepada bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan. Kerap dianggap sebagai suatu bentuk sistem masyarakat yang sangat adil dengan memberikan tempat kepada mereka yang berprestasi untuk duduk sebagai pemimpin),

Nah, Tridianto yang mewakili 'majelis rendah' yang justeru berani tampil, sementara tokoh-tokoh lain yang lebih punya kapasitas justeru malu-malu (walaupun mau sebenarnya) dan tidak mau terus terang maju sebagai Ketua Umum, apalagi setelah berkembang wacana pemunculan SBY dan Any Yudhoyono sebagai calon ketua umum.

Tridianto -- sampai kapan akan tampil di panggung 'goro-goro' Demokrat? Selamat menikmati perannya Mas Tri!

Sabtu, 23 Maret 2013

Balai paras Satria, tempat potong rambut murah di Purwokerto

Balai Paras "Satria Group" di Jalan Adhyaksa Purwokerto menjadi tempat potong rambut (cukur) yang paling ramai saat ini. Murah, tidak antri, hasil OK. Maka tua muda, orang tua dan remaja, karyawan/PNS, pelajar suka potong rambut di situ. Hanya 7 ribu perak untuk potong rambut. Plus parkir seribu rupiah (motor) atau dua ribu (mobil).

Tukang potong rambut berseragam batik, kadang pakai baju warna biru muda dengan celana biru tua. Kita datang akan disambut oleh 'navigator' yang akan mengarahkan kita masuk ke bilik yang mana. Jarang orang yang datang ke situ (bahkan saya tidak pernah melihat) minta dipotong rambut dengan tukang cukur si A atau si B. Begitu kita datang, kalau ada tukang cukur yang sedang tidak mengerjakan tugasnya, langsung diarahkan oleh navigator menuju ke kursi tukang potong tsb.

Kalau semua tukang sedang bekerja, kita dipersilahkan menunggu, duduk-duduk di kursi tunggu. Nah ke bilik yang sebelah mana dan dengan tukang potong rambut siapa, kita tidak akan tahu sampai dipanggil untuk masuk bilik yang diarahkan sang navigator.

Saya sendiri sudah beberapa tahun potong rambut selalu di situ, dan model potongan serta hasil kerja mereka hampir sama. Apalagi saya potong rambut dengan gaya konvensional alias tidak neko-neko sehingga semua tukang potong rambut di balai paras Satria bisa melakukannya.

Buka jam sembilan pagi sampai jam 9 malam, balai paras SATRIA menjadi langganan banyak orang, khusus pria --tua, muda dan anak-anak. Dalam satu lajur bangunan, teriiri dari 4 ruang/bilik, dan dalam satu bilik ada 3 s/d 4 tukang potong rambut. Jadi memang dibuat dengan tujuan cepat alias tidak antri. 

Bingung potong rambut dimana? kalau pengin cepat, datang saja ke BALAI PARAS SATRIA GORUP!
(ilustrasi: mestiliat.blogspot.com)
 

Minggu, 03 Maret 2013

Terima Kasih Pak Mardjoko!

Salah satu bupati yang disebut-sebut terbaik di Indonesia tumbang dalam pertarungan memperebutkan kembali singgasananya. Yang menumbangkan bukan siapa-siapa, tapi justru wakilnya sendiri yang kurang lebih 5 tahun terakhir mempimpin Banyumas. Ya, Mardjoko di luar dugaan kalah telak dari Husein dengan perolehan suara di atas 40 %, sementara Mardjoko sendiri mendapatkan suara di bawah 30 %. Dengan legowo, Mardjoko menerima kekalahan itu.

Tulisan ini tidak akan berspekulasi dalam analisa: mengapa Mardjoko bisa kalah, biarlah itu menjadi bahan studi para pengamat politik lokal dan lembaga-lembaga survei. Sebagai penghuni kota Purwokerto saya ingin mengungkapkan apa yang bisa dilihat sebagai 'perubahan' khususnya aspek fisik 'wajah' kota Purwokerto.

1. Bangunan Mangkrak banyak berkurang

Sebelum Mardjoko menjabat bupati, gedung eks Istana Olah Raga (ISOLA) dan toko MATAHARI adalah pemandangan yang tidak enak dipandang di Jalan Sudirman, depan ruko eks KODIM. Perseteruan antara dua pengusaha besar di Purwokerto menyangkut perijinan bangunan (IMB) bisa diselesaikan ketika Mardjoko menjabat dan berdirilah Rita Mall di atas eks bangunan toko MATAHARI dan (dulunya) gedung badminton ISOLA.

2. Alun-alun Purwokerto lebih bersih

Inilah babak paling seru dari perubahan yang dilakukan Mardjoko menyangkut renovasi alun-alun Purwokerto. Banyak protes dari berbagai kalangan ketika Mardjoko meminta pembongkaran pohon beringin yang berada di tengah dan 'menyatukan' alun-alun yang semula terbelah dua. Lambat laun protes melemah dan Mardjoko keukeuh dengan pendiriannya. Kini rumput alun-alun menjadi bagus, permukaan tanah rata, tidak lagi 'jlegang-jlegong' sehingga anak-anak dengan aman dan nyaman bermain dan berlarian di alun-alun di sore hari hingga petang, terutama di akhir pekan. Pedagang kaki lima yang dulu mangkal di sekeliling trotoar alun-alun kini tidak ada lagi, sehingga kebersihan bisa lebih terjaga. Ditambah videotron di ujung tenggara, alun-alun Purwokerto tampak lebih indah. Di sore dan petang hari, kalau cuaca bagus tidak hujan, menjadi tempat kumpul dan bermain warga. (foto alun-alun: banyumasnews.com).


3. Jalan-jalan protokol lebih diperlebar

Jalan dokter Angka kini tidak lagi semrawut dan lalu lintas di sepanjang jalan itu lebih lancar. Penataan Jalan Dokter Angka awalnya menuai protes keras karena penebangan pohon-pohon yang rindang di sepanjang jalan tersebut. Namun Mardjoko tidak bergeming. Jalan yang semula sempit karena ada jalur sepeda/becak di kanan dan kiri itu, kini menjadi jalan yang paling lebar di kota Purwokerto. Tidak hanya itu, jalan Dr Angka dari perempatan barat Hotel Horizon (d/h Dynasty) hingga pertigaan Jl. A Yani pun diperlebar. Demikian pula Jalan HR Bunyamin dan Jl. Jend Sudirman timur lebih lebar dengan penataan trotoar yang mempercantik wajah kota Purwokerto. (foto Jl Dr Angka : kasamago.wordpress.com)

4. Veerboden banyak berkurang

Dulu Purwokerto dikenal memiliki banyak 'jebakan' jalan veerboden. Orang luar kota sering bingung untuk menuju suatu point tujuan dan sering kena tilang karena melanggar veerboden ini. Banyaknya veerboden membingungkan pengendara. Alih-alih membuat lalu lintas lancar, veerboden membuat ketidaknyamanan. Di bawah Mardjoko jalan satu arah dikurangi dan menyisakan beberapa ruas jalan saja.

5. Berdirinya taman kota Andhang Pangrenan

Ini 'peninggalan' Mardjoko yang fenomenal. Bekas terminal bus lama disulap menjadi taman kota Andhang Pangrenan Purwa Kerta setelah melalui perdebatan panjang rencana penggunaan lahan eks terminal bus di jalan Gerilya itu. Andhang Pangrenan kin menjadi salah satu tempat santai, nongkrong, dan rekreasi keluarga. Ada arena joging, gowes, aula, panggung untuk acara-acara besar, dan kuliner khas Banyumasan. (foto Andhang Pangrenan: dok pribadi)



6. Hotel baru

Mardjoko juga menjadi bupati yang memuluskan pendirian hotel-hotel baru. Sebagian sudah selesai (HOTEL ASTON), lainnya sedang dalam pembangunan: Hotel Santika, Hotel dan Supermall Rita, Hotel Widodo. Berdirinya hotel baru berkelas menjadikan suasana kompetisi tumbuh, sehingga hotel Dynasty pun berubah nama dengan menggandeng HORISON sebagai pengelola dan mejadi nama hotel yang dulu menjadi hotel 'satu-satunya' di Purwokerto.(foto Aston: dok pribadi)


7. Penataan pedagang kaki lima

Dulu jalan Pereng hanya ramai saat bulan Ramadhan. Banyak pedagang tiban menjual lauk-pauk dan tajil. Kini menjadi tempat pedagang mangkal yang dulunya tersebar di Jalan Ragasemangsang dan alun-alun. Jalan Ragasemangsang yang berada di sebelah timur kantor BNI dan barat PLN dulu sangat krodit, sudah sempit, masih ada pedagang makanan kaki lima dengan tenda-tenda. Saat pengantar anak ke sekolah Al-Irsyad dan Susteran, jalan Ragasemangsang sering macet. Kini lebih lancar.

Tidak boleh dilupakan juga adalah pemindahan pasar burung dari jalan DI Panjaitan (selatan Pasae Wage) ke daerah Situmpur --jalan terobosan dari Moro ke Jl. S Parman. Sangkar-sangkar burung yang dulu bergelantungan di trotoar peretokoan Jl. DI Panjaitan dan tumpukan keranjang-2 burung, kini tidak ada lagi dan mendapat tempat khusus di pasar burung tersebut.

Yang belum mendapat solusi yang disepakati semua pihak adalah pemindahan PKL di Jalan Sudirman Timur di sekitar Pasar Wage, yang menggunakan trotoar di depan pertokoan sehingga toko-toko di situ 'tidak tampak'.

Banyak ide-ide dan action Mardjoko yang brilian dan tidak akan dilupakan warga Banyumas. Janjinya membangun pabrik bio etanol tidak terwujud dengan berbagai kendala, namun pabrik semen sudah mulai dikerjakan di daerah Ajibarang arah Gumelar (Darmakradenan). Tempat wisata yang dikelola swasta juga banyak berdiri seperti water park Dream Land Ajibarang, wisata alam Baseh, dan revitalisasi obyek wisata milik pemerintah daerah sendiri yaitu Baturaden.(foto Dream Land: banyumasnews.com)

Terakhir tapi terkait erat dengan identitas Banyumas adalah kesukaan Mardjoko berpidato dengan selingan basa Banyumasan yang selalu diselipkan tanpa canggung. Beberapa kali saya mengikuti acara dimana beliau berpidato, selalu muncul kata-kata Banyumasan yang disampaikan dengan percaya diri tanpa bermaksud melucu (maklum di level nasional basa Banyumasan cenderung menjadi materi lawakan). Identitas Banyumas juga ditampilkan Mardjoko dan pasangannya dengan memakai blangkon dan surjan sebagai foto resmi dalam kartu suara Pilbup yang lalu.

Tentu saja masih banyak hal yang belum disebut atas keberhasilan Mardjoko. Tapi itulah yang bisa sekilas gampang terlihat dengan mata kepala.

Apa pun kekurangan yang ada pada Pak Mardjoko, jejak langkah kebijakannya telah meninggalkan kesan bagi warga Purwokerto khususnya dan Banyumas pada umumnya, walau tentu ada juga yang kecewa. Wajar dan normal belaka. Terima kasih Pak Mardjoko, matur kesuwun wis balik maring Banyumas ora ketang mung limang taun, ning wis nggawa akeh perubahan. Sugeng tindak Jakarta malih, selamat momong putu...

MP - Maret 2013

Sabtu, 16 Februari 2013

Bagaimana Mengajarkan Toleransi pada Anak?

Ribut-ribut kasus suap impor daging sapi yang mengakibatkan petinggi PKS ditangkap KPK sampai pada isu 'konspirasi Yahudi'. Berita TV dan situs berita online maupun koran cetak tentang 'konspirasi Yahudi' itu rupanya sampai pada anak-anak, sehingga ketika salah satu gurunya bercerita ada sejumlah orang di kota ini adalah 'Yahudi', diceritakan kembali kepada saya dengan penuh semangat (antusias) bernada penasaran ingin tahu lebih banyak soal ke-Yahudi-an sejumlah orang yang diceritakan itu.

Saya pun bertanya, yang diceritakan itu  'Yahudi sebagai ras/etnis', 'Yahudi sebagai agama' atau apa? Karena bisa saja yang dimaksudkan adalah ada orang-orang keturunan Yahudi (dalam pengertian ras/etnis), tapi secara agama ada di antara mereka yang menganut Islam, bisa juga mereka adalah penganut agama Yahudi dan memang berasal dari keturunan Yahudi. Atau bahkan mereka yang secara etnis adalah Jawa/Indonesia tapi secara pemikiran dan keyakinan menganut atau terpengaruh Yahudi? Lalu apa masalahnya?

Kalau memang faktanya mereka yang diceritakan itu sebagai penganut agama Yahudi, saya katakan kita punya pedoman "lakum diinukum wal yaadiin", kita hormati keyakinan mereka dan kita hormati sebagai sesama manusia dan kalau mereka adalah keturunan Yahudi (secara ras/etnis) tapi menganut Islam kita juga punya pedoman "sesama muslim adalah saudara". Tapi kalau ada yang di-stigmasisasi sebagai 'agen Yahudi/Zionis' ini yang perlu banyak penjelasan dan mesti banyak membaca dengan penuh kekritisan dan hati-hati. Karena terlalu banyak hal-hal negatif dikambing-hitamkan sebagai 'konspirasi Yahudi' dengan tujuan untuk merusak bangsa, merusak Islam, memecah-belah ummat, dll.

Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya.

Sepanjang tidak terjadi kondisi dimana kita diganggu dalam menjalankan aktifitas keagamaan kita, semua akan berjalan normal dan baik-baik saja. Inilah kehidupan sosial yang diharapkan bersama. Tentu sebagai keluarga adalah hak dan kewajiban kita untuk mendidik putra-putri kita sesuai agama dan keyakinan yang kita yakini. "Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka", begitulah terjemahan ayat suci mengatakan.  Secara demikian, karena dalam keyakinan kita (yang muslim) 'sesungguhnya agama yang diridloi oleh Allah adalah Islam', maka kewajiban kita mengajarkan dan mendidik keyakinan Islam pada anak-anak, tentu termasuk ajaran-ajaran tentang toleransi dalam Islam. Nah bagi Anda yang menganut agama lain dan meyakini keyakinan Andalah yang diridloi Tuhan Anda, ya monggo... silahkah sesuai dengan agama/keyakinan Anda. 

Namun menjelaskan toleransi ini kadang tidak semudah yang dibayangkan. Jangankan toleransi antar agama, toleransi dalam internal agama sendiri saja yang secara faktual ada bermacam paham, harus hati-hati. Kalau tidak maka yang terjadi adalah 'mengaku benar sendiri', menuduh 'paham lain tidak sah', 'bid'ah', bahkan saling mengkafir-kafirkan. Lapang dada menerima perbedaan itulah sikap yang harus dikedepankan sebagai kunci sikap hidup toleran. Tidak perlu dipaksa-paksakan untuk mengiikuti pendapat dan paham ini-itu. Pada akhirnya apa yang diyakini sebagai hidayah (dalam kaitannya orang memeluk agama Islam misalnya) adalah kehendak Allah. Ikhtiar kita adalah berusaha memberikan pemahaman semampu kita.

Rabu, 30 Januari 2013

Duh... PKS! Duh... KPK!

Tengah malam tergangun.... buka smartphone. Di status contact BB seorang teman tertulis: Duh PKS. Ada apalagi ini, tanyaku di batin. Terus setel TV jelang el classico Madrid vs Barca, breaking news dan headline news berita TV dini hari tadi semua soal penangkapan Luthfi Hasan Ishaq (LHI), presiden PKS, oleh KPK. Oh ... rupanya teman tadi mengkomentari tertangkapnya LH terkait suap daging impor.... Berita soal Raffi dan Wanda pun tidak seheboh kemarin.

PKS telah menjadi fenomena sejak pendiriannya. Bahkan buku khusus membahas PKS (Dilema PKS -- Burhanudin Muhtadi) menjadi best seller. Slogan partai dakwah, bersih dan peduli menjadi jargon partai ini. Dan, karenanya penangkapan LHI pun menjadi sangat ironis, bagaimana mungkin partai yang memproklamirkan diri sebagai dakwah, ketua / presiden-nya melanggar prinsip amanah? Memang seperti kata petinggi partai ini, Nur Hidayat Wahid dan Anis Matta, bahwa kasus yang menimpa LHI murni urusan pribadi dan tidak terkait dengan partai. Namun, pertanyaan sederhana adalah: kalau LHI bukan presiden PKS atau bukan anggota dewan, kira-kira importir daging akan menyuap dia 'gak ya?

Memang nanti keputusan pengadilan yang akan mem-vonis dia bersalah atau tidak. Tapi mengatakan ini urusan pribadi semata, apa iya sih? Pasalnya, tentu pihak penyuap punya kepentingan tertentu, berharap power yang dimiliki oleh LHI dalam jabatannya dapat memperlancar kepentingan-kepentingannya.

Dengan penangkapan LHI maka hampir di semua parpol politisinya tersandung kasus korupsi. Tak terkecuali partai yang berbasis konstituen kalangan yang ingin mengedepankan nilai-nilai agama lebih diakomodir dalam kehidupan sosial politik. Kasus yang menimpa LHI semakin memperparah dugaan bahwa para politisi dari kalangan agama hanya menjadikan agama sebagai kedok, sebagai bahan jualan kampanye, namun ujung-ujungnya bertujuan memperkaya diri sendiri, Agama hanya menjadi tunggangan. Secara demikian, nilai-nilai moralitas yang didengungkan berasal dari nilai agama, semakin menemukan tantangan dari kalangan yang berfikir sekularistik, atau kalangan yang menganggap bahwa keberagamaan itu pure urusan pribadi, jangan dibawa-bawa ke ranah politik.

PKS pun dengan kasus ini akan semakin menuai kritik dan harus mencari alasan-alasan yang tetap dapat melegitimasi citranya sebagai partai dakwah. Sebagai partai yang jelas-jelas menjadikan Islam sebagai asas, apakah nantinya para kader yang akan dimintai sebagai saksi-saksi akan bersikap jujur dan adil atas perkara ini. Bagi KPK sendiri, setelah berani menjadikan seorang presiden partai menjadi tersangka, beranikah menjadikan tersangka ketua partai lain yang sudah lama disebut-sebut dalam kasus korupsi yang nilainya lebih besar? Kalau tidak bisa mengungkap tuntas kasus Hambalang alias hanya menangkap aktor-aktor yang di permukaan saja, mungkin kita harus bilang : Duh, KPK!

Minggu, 27 Januari 2013

Antara kualitas kandidat dan kualitas pemilih

Penangkapan sejumlah artis karena penyalahgunaan narkoba, satu di antaranya Wanda Hamidah anggota DPRD DKI Jakarta dan satu lainnya Raffi Ahmad sedang digadang-gadang untuk menjadi calon legislatif, mengungkap kembali sisi buruk kehidupan artis. Tanggapan pun beragam, salah satunya yang mengiringi adalah terkait rekrutmen politisi dari kalangan artis oleh partai politik. "Inikah politisi Indonesia, yang tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, asalkan populer bisa duduk di kursi wakil rakyat?" --begitulah salah satu comment yang saya cuplik dari jejaring sosial.

Rekrutmen politik menjadi bahasan yang selalu menarik. Dan tiap parpol punya caranya sendiri menarik tokoh sebagai vote getter. Parpol dengan basis keagamaan, akan menarik tokoh dari kalangan ulama / kyai / pendeta / tokoh agama dengan harapan pengikutnya akan memilih parpol tsb, Ini sangat wajar. Tokoh pengusaha direkrut dengan harapan sumber dana dan jaringan akan membantu membesarkan partai. Kesimpulannya, politisi lahir bukan dari rahim parpol sebagai hasil proses penempaan kaderisasi melalui berbagai pelatihan dan perjuangan di internal partai, namun menjadi tokoh dulu di luar partai, baru dicomot untuk kemudian diminta membesarkan parpol.

Partai tertentu disebut-sebut memiliki sistem kaderisasi yang bagus. Namun toh tidak menutup peluang bagi kader non partai menjadi calon legislatif. Ini harus dilakukan karena ekstensifikasi konstituen perlu dilakukan agar patai makin memperoleh banyak suara. Di tngkat lokal, maka hubungan-hubungan kekerabatan, kedaerahan, sangat kental mewarnai alasan orang memilih si A atau si B. Visi dan Misi seorang kandidat menjadi pertimbangan nomor sekian. Di tingkat regional dan nasional lebih pada menekankan 'siapa' yang menganjurkan memilih dia. Patronase masih tinggi. Demokrasi rasional masih di angan-angan.

Kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya masyarakat pemilih. Mengapa? Karena terbatasnya referensi yang bisa diperoleh oleh pemilih tentang kandidat yang ada. Hanya mendengar nama sudah bagus, kadang nama orang yang harus dipilih baru diketahui jelang pemilihan. Inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh parpol untuk mengajukan kandidat yang sudah dikenal, populer, dan tidak asing bagi masyarakat, mengajukan artis sebagai kandidat. Soal bagaimana kompetensinya di bidang politik, ah... itu nanti bisa dipelajari.

Tidak semua kandidat dari kalangan artis seburuk yang kita stigmakan. Pasti ada yang baik juga. Dan sebagai warga negara, sah-sah saja mereka terjun di politik. Hanya saja kalau terus menerus seperti ini rekrutmen politik, maka demokrasi rasional tidak akan pernah ada di negeri ini alias utopia belaka.

Sabtu, 19 Januari 2013

Banjir Jakarta, pemindahan ibu kota dan belajar dari Putrajaya

Harian lokal Purwokerto pagi ini (Sabtu, 19/01/13) menurunkan headline "Purwokerto nominasi Ibu Kota". Selain memang pernah disebut-sebut sebagai salah satu nominasi, tentu ini strategi koran untuk lebih laku, ketika koran ini dijajakan di perempatan-perempatan traffick light. Soal pemindahan ibukota dari Jakarta ke kota lain mencuat lagi, setelah Jakarta dilanda banjir, tak terkecuali Istana Presiden. Ada yang pro dan yang kontra. Jusuf Kalla (JK) salah satu tokoh yang menolak dengan alasan pragmatis terkait anggaran: "pemindahan kantor gampang, tapi bagaimana dengan pemindahan personilnya, taruhlah ada 200 ribu personil karyawan pusat, berapa perumahan yang harus disediakan untuk mereka". Logis juga sih...
JK menekankan, wacana pemindahan ibukota seharusnya tidak menjadi prioritas dalam menyelesaikan persoalan banjir di Jakarta. Melainkan prioritas dalam perbaikan-perbaikan infrastruktur untuk mencegah terjadinya banjir. "Nggak ada gunanya pindah tapi Jakarta tetap kumuh. Yang kita hindari kekumuhannya, kemacetannya, banjirnya diselesaikan, bukan ibukotanya diselesaikan. Jangan balik pikiran," demikian kata JK dikutip JPPN.
Soal pemindahan ibukota sudah menjadi pemikiran Bung Karno sejak 1957. Dikutip dari VISI INDONESIA 2033, pada 1957 Bung Karno pernah punya gagasan untuk memindahkan ibukota ke Palangkaraya. Sebagai tahap persiapan, ia bahkan telah meletakkan batu pertamanya di Kampung Dayak, di jantung Kalimantan pada 17 Juli 1957. Palangkaraya yang berarti tempat suci, mulia, dan agung didesain sebagai ibu kota Indonesia Raya.

Namun usaha Soekarno kandas. Selain karena faktor pengadaan bahan dan medan yang sangat sulit, saat itu juga sedang dipersiapkan penyelenggaraan Asian Games (1962) dan ajang olahraga tandingan Olimpiade Games of the New Emerging Forces (Ganefo).

Palangkaraya memiliki luas mencapai 2.678,51 km2, sedangka Jakarta hanya 661,52 km2. Ini berarti Palangkaraya sangat punya potensi untuk dikembangkan sebagai ibu kota baru, arsitekturnya, jalan-jalan lebar, infrastruktur, taman-taman hijau, dan bebas gempa sebagaimana daerah di Kalimantan lainnya.

Sementara itu Jakarta kini merupakan salah satu kota paling sibuk di dunia, berpenduduk kira-kira 12 juta pada siang hari dan sembilan juta pada malam hari. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Jakarta dianggap kota terjorok ketiga di dunia setelah Meksiko dan Thailand. Di samping itu, Jakarta juga telah menjadi gudang kemacetan, polusi udara, pusat kriminalitas, ditambah banjir setiap tahunnya. 

Sebenarnya bisa saja tidak memindahkan ibukota, tetapi memindahkan sebagian kantor lembaga pemerintahan (administratif) keluar Jakarta. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Malaysia dengan memindahkan kantor Perdana Menteri (eksekutif) ke Putrajaya, kurang lebi setengah jam perjalanan dari Kualalumpur, sementara Kepala Pemerintahan (Raja) dan parlemen tetap di Kualalumpur. Kebetulan saya pernah ke Putrajaya,  menyaksikan tata kota yang menawan yang tentunya sudah memperhitungkan segala aspek amdal. Ada danau besar buatan, kanal-kanal lebar, bangunan-bangunan yang berada di atas perbukitan. Tata kota Putrajaya direncanakan dengan sangat baik dan memperhatikan keseimbangan lingkungan, di antaranya dengan membangun jalan dan trotoar yang lebar, serta ruang terbuka hijau yang luas. Selain itu, semua bangunan, taman, danau maupun fasilitas publik yang ada di Putrajaya didesain dengan cantik dan menarik. Tak heran kalau Putrajaya menjadi objek wisata baru Malaysia yang sukses menarik kunjungan wisatawan dari berbagai penjuru dunia.

Pernah di jaman Soeharto terdengar wacana memindahkan kantor-kantor pemerintahan ke Jonggol, namun isu ini mereda seiring jatuhnya Soeharto. Dengan pemindahan tidak terlampau jauh dari pusat, mungkin apa yang dikhawatirkan JK tentang 'bagaimana' memindahkan personil tidak akan terjadi. Tapi Jonggol mungkin akan terkendala aspek lingkungan mengingat letaknya di 'atas' Jakarta yang berarti akan terajadi pengurangan resapan air, dan dampaknya pasti akan dirasakan Jakarta lagi.

Bergeser ke arah timur yang 'sejajar' dengan Jakarta seperti Karawang kemudian Purwakarta dan Subang, mungkin perlu dipelajari oleh para ahli. Dengan demikian konsentrasi populasi, kendaraan, dan dampak ikutannya akan sedikit banyak terurai dan beban Jakarta tidak semakin berat. Jadi bukan pemindahan ibu kota, tapi pemindahan pusat administratif pemerintahan yang tidak telalu jauh dari ibu kota, mungkin bisa menjadi solusi. Tetangga kita sudah melakukannya, rasanya untuk hal baik tidak perlu malu untuk meniru. Mungkin ada pendapat bahwa problem Jakarta lebih kompleks daripada Kualalumpur, dan tidak sesederhana membuat 'Putrajaya' sebagai solusi Jakarta. Tapi kalau setiap tahun problemnya sama dan segala upaya penanganan tak kunjung ada perbaikan, sampai kapan isu banjir dan macet Jakarta akan selalu menjadi komoditas politik semata?

(sekedar celoteh keprihatinan melihat 'nasib' ibukota kita yang tak kunjung membaik, dan dalam beberapa kali Pilgub problem Jakarta yang semestinya 'diselesaikan' malah lebih menjadi komoditas politik dalam rangka memperoleh simpati publik)
ilustrasi: southeastasiadreams.com

Rabu, 16 Januari 2013

Daming, "Jika memvonis pemerkosa, bayangkan ibunyalah korbannya!"


Muhammad Daming Sanusi (MDS), calon hakim agung, ramai-ramai dicela gara-gara pernyataan bernada canda yang kontroversial: pemerkosa tidak pantas dihukum mati, karena pemerkosa dan yang diperkosa sama-sama menikmati. Hmm.... MDS pun mendadak sontak menjadi hakim paling terkenal hari-hari ini sekaligus penegak hukum yang paling banyak menerima cercaan. Dia tidak pantas menjadi hakim, apalagi hakim agung!

MDS tidak peka, tidak mampu menyelami perspektif korban. Nuraninya tidak tertembus perasaan iba dan empati pada korban. Inikah memang karakter hakim, hukum dan palu pengadilan kita yang tidak pernah menghukum berat pemerkosa?

Dan sejak dulu, pemerkosa tidak pernah dihukum berat. Membaca koran dan situs berita, isinya mirip hanya beda judulnya saja. Isinya mirip tentang vonis pada pemerkosa: Ringan! Kalimat-kalimat ini saya temukan --secara tidak sengaja-- dalam puisi karya (alm) Ragil Suwarna Pragolapati (RSP) yang ditulis di tahun 1988... yang termuat di Salam Penyair terbitan Bentang Budaya. Isi sajak ini relevan dengan 'kasus' Daming.

Membaca Koran Tempel

Hari-hari memberikan kabar monoton. Isi mirip beda judul
Advertensi pun menerkam semua kolom besar, over membius
"Gadis diperkosa!" teriak seorang bocah, jemu dan kesal
Kau pun menekur. Mahkota perawan dikoyak di kolom sudut
Bramacorah sexualita jadi siluman di desa-desa dan kota
Hakim, KUHP dan palu Pengadilan menaburkan opini kecewa
Hukum suka melecehkan kesucian perawan pada vonis ringan
"Hakim ini dilahirkan dari rahim Wanita!" gerutumu marah
"Jika memvonis pemerkosa, bayangkan ibunyalah korbannya!"
Esok, esok, dan esoknya lagi, kabar serupa muncul kembali
Di halaman dua, ada vonis hakim. Ringan! Dicemooh publik
Di halaman muka, ada "seminar Keadilan Hukum" jadi proyek

Jageran, 1988

Puisi RSP yang ditulis 24 tahun lalu telah 'meramalkan' kasus vonis ringan pada pemerkosa akan datang dan datang lagi. Dan kini, bukan hanya vonis ringan yang sering diketokkan 'palu pengadilan' oleh hakim, tetapi hakimnya sendiri melecehkan korban pemerkosaan sebagai 'ikut menikmati'. Astaghfirullah...

Menyitir sajak RSP, maka perlu disampaikan kepada si biang kontroversi: "bayangkan ibumu yang diperkosa wahai Daming!"


Selasa, 08 Januari 2013

Jumlah Parpol 10, masih kebanyakan?

Tergelitik untuk berceloteh tentang politik, karena tingkah aneh politisi terkait hasil verifikasi KPU sehingga banyak parpol harus gugur sebelum bertanding dalam Pemilu 2014. Kalau sudah terbukti tidak mampu membentuk kepengurusan sesuai Undang-Undang, mestinya legowo, tidak perlu mencari-cari alasan bahwa Pemilu itu bentuk keragaman maka harus mengakomodir partai-partai kecil dsb.... Mau sampai kapan proses seperti ini harus dijalankan? Hemat saya KPU harus tegas dan tidak ada toleransi lagi. Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan kalau setiap kali mau Pemilu mesti ada verifikasi ulang. Usai Pemilu 2014 parpol yang layak ikut Pemilu sudah seharusnya didasarkan pada raihan suara pada Pemilu sebelumnya dengan threshold sekian persen sesuai yang diputuskan.

Sejarah bangsa ini memang mencerminkan kita ini senang dengan keriuhan politik. Peserta Pemilu di Indonesia dari tahun ke tahun penyelenggaraan menunjukkan dinamika politik kita. Di Pemilu pertama 1955 jumlah partai politik ada 172 parpol. Pemilu 1971 ada 10 parpol, dan setelah itu di Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997 jumlah parpol disederhanakan oleh rezim Orde Baru (era Soeharto) menjadi 3 parpol: PPP, Golkar dan PDI (dengan urutan selama 5 kali Pemilu tetap seperti itu). Di masa orde baru ada seloroh "sebenarnya tidak usah Pemilu, karena pemenangnya sudah bisa dipastikan yaitu Golkar". Ya karena cengkeraman kekuasaan Soeharto sangat kuat sehingga tidak ada celah untuk PPP dan PDI memenangkan Pemilu. Sering dikritik bahwa parpol di masa orde baru hanya kosmetik, pemanis saja agar tetap bisa disebut Indonesia menganut demokrasi, dengan ciri ada pemilihan umum. Kekuasaan sesungguhnya terpusat pada satu figur: Soeharto.

Nah di era reformasi, ibarat kuda lepas dari kandangnya, muncul euforia politik luar biasa. Maka pada Pemilu 1999 ada 48 parpol, di Pemilu 2004 menyusut menjadi 24 parpol, dan di Pemilu 2009 membengkak lagi menjadi 38 parpol. Nah di Pemilu 2014 nanti KPU pada rapat pleno Selasa 8 Januari 2013, menetapkan 10 partai politik yang berhak ikut sebagai kontestan pada pemilu 2014. Ini tertuang dalam keputusan KPU No.5/Kpts/KPU/2013 tentang penetapan partai politik peserta pemilu tahun 2014.

Hanya Nasdem partai baru non-parlemen saat ini yang akan ikut bersaing merebut hati rakyat. Keberhasilan Nasdem tidak lepas dari dukungan dana besar dari para penyokongnya di Jakarta yang terdiri dari para pengusaha. Iming-iming dana kampanye milyaran yang ditawarkan ke daerah, rupanya menarik politisi di daerah untuk bergabung ke Nasdem. 

Keriuhan politik sering menimbulkan ketidakstabilan politik yang berujung pada lambannya perekonomian. Sibuk dengan urusan kekuasaan, pemerintah lupa pada tugasnya membangun dan mensejahterakan rakyat. Contoh nyata saja betapa infra struktur di tahun-tahun belakangan ini sangat jelek. Jalan raya misalnya. Sebagai pembayar pajak rasanya 'enek' kalau melewati jalan raya penuh dengan lobang-lobang. Ini salah satu penyebab kecelakaan yang tinggi di Indonesia (75 sampa 90 orang meninggal setiap hari karena kecelakaan lalu lintas, salah satu penyebabnya jeleknya infra struktur jalan).

Pemerintah abai pada perbaikan yang komprehensif pada soal ini. Belum bentuk pelayanan lain yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Makanya ada satu hal positif yang bisa diambil dari era Soeharto: stabilitas sebagai syarat keberlangsungan pembangunan. (Jargon saat itu: Trilogi Pembangunan (1) Stabilitas politik (2) Pertumbuhan dan (3) Pemerataan. Tidak akan ada pembangunan yang akan menumbuhkan ekonomi kalau tidak ada stabilitas, tidak akan ada pemerataan kalau tidak ada pertumbuhan ekonomi).

Kalau di era orde baru stabilitas dibentuk atas dasar represi, maka di era reformasi ini stabilitas dibangun di atas kedewasaan politik berdemokrasi. Termasuk kedewasaan adalah penerimaan pada kenyataan bahwa parpol tidak lulus verifikasi sehingga harus gugur sebelum bertanding. DPR perlu menegaskan batas ambang (threshold) yang semakin meningkat sehingga parpol semakin menyusut, sederhana, dan tidak terlalu menimbulkan keriuhan politik. Pada saatnya mungkin ada 5 parpol saja, karena 10 menurut saya masih kebanyakan.

Bagaimana dengan keragaman yang ada? Keragaman yang dimaksud tidak lebih dari keragaman kepentingan. Para elit yang ingin berpolitik tinggal memilih masuk di 5 parpol yang ada, yang paling dekat secara idealisme dengan pandangan politiknya.  Sikap yang harus dibuang jauh dari para elit ini adalah: kalau tidak terpilih menjadi pimpinan di satu partai, lalu membuat partai baru. Ini yang menjadikan jumlah partai di Indonesia selalu banyak (saat tidak ada represi). Tantangannya adalah bagaimana menyederhanakan jumlah parpol secara alamiah melalui proses demokrasi. Ini berpulang pada tingkah laku (behaviour) para politisi sendiri dan seberapa komitmen bangsa ini pada sebuah tujuan: kesejahteraan kehidupan bangsa sesuai cita-cita proklamasi.


Minggu, 06 Januari 2013

Kali Kalong Tonjong dan jalan yang harus digeser lagi

Pagi-pagi membaca berita yang di-post seroang temen di grup BBM. Tebing di depan SMA Muhammadiyah Tonjong, Kabupaten Brebes, longsor. Kendaraan pun harus antri menunggu giliran satu per satu melewati bahu jalan yang sudah sejengkal saja jaraknya dengan tebing yang menganga.... Ingat Sungai Kalong, selanjutnya disebut saja Kali Kalong, jadi ingat dulu waktu sekolah di SMP Pemda Tonjong (yang kini sudah bubar/tutup), karena saban hari harus menyeberangi jembatan kereta Kali Kalong atau kalau tidak melewati jembatan kereta ya harus benar-benar menyeberangi kali Kalong di selatan Kampung Baru.

Kalau melewati perkampungan Tonjong berarti harus menyeberangi jembatan kereta api Kali Kalong, karena saya dari dusun memang berjalan kaki menelusuri jalan kereta sepananjang 3 km-an. Nah kalau menerobos melalui pematang sawah setelah jembatan Kali Glagah belok kanan, dan sebelum Linggapura belok kiri menuruni tebing, kemudian menyeberangi Kali Kalong, lalu naik tebing lagi dan begitu naik sampai di depan SMP Pemda Tonjong.

Kali Kalong bukan kali besar, kalau kemarau bahkan aliran sungai sangat kecil. Namun di musim hujan luapan air Kali Kalong menghanyutkan. Ia bermata air di lereng Gunung Slamet di daerah Kecamatan Sirampog, membelah dan melewati desa Linggapura dan bermuara di Kali Glagah, untuk kemudian bertemu dengan Keli Pedes dan bermuara di Kali Pemali. Dulu di tahun 70-an Kali Kalong juga yang menyebabkan jalan di Linggapura setelah pasar harus dipindah ke jalan yang saat ini ada, bergeser kurang lebih 30-an meter ke utara. Nah longsor yang terjadi saat ini adalah tepat di pertemuan antara jalan lama (yang kini menjadi jalan/gang kampung Baru Tonjong berbatasan dengan Linggapura) dan jalan baru yang dibangun di awal era 70-an itu.

Jalan aspal bekas jalan lama dulu sering dipakai penduduk untuk menjemur gabah, kini sudah menyempit dipadati rumah penduduk yang makin banyak. Dengan longsornya tebing ini maka alternatif jalan raya (kalau mau membangun lagi yang menjauh dari Kali Kalong) adalah menggeser ke utara lagi dan harus terletak di utara perumahan warga Desa Tonjong melewati sawah-sawah dan bertemu di surupan (Under Pass) Karangjati Tonjong, terus ke Ciregol. Sangat besar biayanya tentu saja karena harus membebaskan tanah milik penduduk.

Kalau harus dibenteng, tebing di depan SMA Muhammadiyah memiliki ketinggian kurang lebih 30 meter. Dan sepanjang tahun akan selalu terancam longsor. Sabagaimana Ciregol yang sekalipun sudah dipapras bukit yang dulunya hutan jati, dengan tingginya tebing Kali Glagah di sebelah selatan dan derasnya Kali Pedes di utara, maka kondisi tanah selalu labih dan amblas selalu mengancam.

Nah di kecamatan Tonjong ini berarti ada 2 titik rawan longsor yang mengancam jalan nasional, yaitu di Ciregol dan di Tonjong depan (seberang) SMA Muhammadiyah ini. Bagaimana solusinya? Ahli-ahli di pemerintahan tentu harus mempelajarinya. Namun pernahkah terpikir membangun jalan nasional Purwokerto ke Tegal ini dengan jalur misalnya dari Kaligadung belok kiri ke Kelurahan Kalijurang, kemudian ke Kelurahan Galuhtimur dan terus ke utara (via Makamdawa) ke Kembeng kemudian membangun jembatan Kali Glagah sebelum Gardu (Kelurahan Kutamendala)? Ini akan menghindari 2 titik longsor itu. Jalur yang ada adalah peningkatan dari jalan Kabupaten menjadi jalan nasional. Namun tentu membutuhkan pelebaran di sana-sini dan 'pelurusan' di jalur dengan tikungan-tikungan yang tajam.

Foto: bumiayu.net

Selasa, 01 Januari 2013

Nyasar ke Mertoyudan

Posting rute yang paling cepat perjalanan dari satu kota ke kota lain dengan jalur jalan bagus, nyaman dan tentu saja cepat, ternyata banyak di-search di google. Sekalipun google maps menyediakan alternatif-2 dengan gambar dan jarak km dan waktu tempuh, namun kondisi jalan apakah banyak lobang, tanjakan/turunan, tajamnya tikungan tidak terinformasi di situ. Saya ingin share di sini perjalanan dari Muntilan - Borobudur - Purworejo dan selanjutnya bisa ke Kebumen, Cilacap, Purwokerto, Bandung, dll tanpa harus memutar balik ke Jogja. Bagi yang mau ke Wonosobo dan Banjarnegara bisa melalui jalur ini via Kretek. Setelah Salaman belok kanan di Tempuran... cuma jalannya banyak tikungan tajam sebelum Kretek.

Masih menyambung tulisan kemarin, dari pos pemantau aktititas Babadan saya melanjutkan pulang ke Purwokerto. Kalau balik lagi ke Jogja terus ke Wates - Purworejo, saya berarti memutar ke kiri mengikuti putaran jarum jam dan secara jarak akan lebih jauh, belum kemacetan di Jogja. Saya ingat jalan Borobudur - Salaman, yang logisnya lebih cepat. Dari Salaman terus ke Purworejo melalui jalur 'Menoreh' utara. Kalau mengikuti jalur besar, maka dari Blabag belok kanan arah Magaleng, kemudian di Mertoyudan belok kiri ke arah Purworejo (artinya ke utara dulu baru ke barat daya, tentu akan lebih lama juga).

Nah lewat Borobudur - Salaman pasti lebih cepat. Kalau Anda dari Ketep (Sawangan, atau mungkin dari Boyolali) di Blabag belok kiri dulu sekitar 3 km (kalau dari Muntilan berarti belok kiri di pertigaan dengan papan besar menuju wisata Borobudur).Di jalan nasional Muntilan - Magelang ikuti penunjuk arah ke Borobudur yang jalannya lebih kecil. Kalau 'nuruti' jalan besar maka kita akan nyasar ke Mertoyudan Magelang alias ketemu lagi jalan nasional Muntilan Blabag Magelang.... Dari Borobudur ke barat melalui jalan Mungkid - Salaman kita akan ketemu jalan Magelang - Purworejo. Setelah pertigaan dengan ciri 'tugu' berbentuk candi di kiri jalan ada rumah makan yang ramai, tempat mobil travel biasa berhenti. Parkir luas dan menu makanan nasi rames dengan lauk berbagai pilihan... rumah makan ini masih memasak dengan kayu bakar.

Maunya ke Ketep Pass, malah ke Pos Babadan

Tiap liburan pasti harus ada wisata alam yang dikunjungi... jangan hanya 'putar-putar' kota. Libur panjang bertepatan hari Natal kemarin berkesempatan ke Jogja. Sekalipun sudah sangat sering ke Jogja, tapi tetap saja Jogja ngengeni.

Perjalanan Purwokerto-Jogja lebih lamban dari biasanya, maklum musim liburan. Long week end banyak dimanfaatkan orang untuk wisata. Dan Jogja menjadi salah satu destinasi favorit orang-orang dari Jateng barat (Purwokerto, Cilacap, Purbalingga, dll). Ini terbukti, saat makan siang di sebuah rumah makan di Kebumen ketemu teman bersama keluarganya yang juga akan ke Jogja. Di hotel kami menginap hampir separuh kendaraan ber-plat R yang parkir di situ. Dan di alun-alun selatan Jogja, ketemu lagi teman dari Purbalingga ... Dunia sepertinya sempit.

Hari terakhir sekaligus perjalanan pulang, niat hati menuju Ketep Pass, yang konon dari Ketep bisa melihat panorama 5 gunung : Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing dan Slamet. Dari Jogja ke arah Magelang, nah sebelum Magelang tepatnya di daerah Blabag ada pertigaan ke kanan (di situ ada papan / plang : ke KETEP PASS). Ketep Pass berada di jalur Mungkad - Boyolali.

Bedug sejak 1948
Sebenarnya sejak berangkat agak ragu-ragu karena cuaca mendung alias langit berawan. Tidak mungkin panorama 5 gunung bisa terlihat. Tapi dengan berharap cuaca akan cerah sesampai di lokasi, kami tetap melanjutkan perjalanan. Sampai di Sawangan, kami berhenti di sebuah masjid untuk sholat Dhuhur. Masjid An-Nur namanya, masjid cukup tua yang dibangun pada th 1936. Bedug-nya dibuat 1948. Masyarakat di situ tampak 'sadar sejarah' terlihat dari penulisan angka-angka tahun penting dimana masjid itu direhab. Juga di gantungan bedug tertulis angka 1948. Tiang-tiang kayu masih asli.

Di masjid Sawangan saya ngobrol dengan seorang pemuda setempat. Nah di sinilah rencana berubah. Pemuda tadi menyarankan tidak usah ke Ketep Pass karena cuaca buruk dan pemandangan bagus tidak akan terlihat. Dia menyarankan ke Babadan, Kecamatan Dukun, pos pemantau aktifitas Gunung Merapi, yang jaraknya hanya 4,4 km dari puncak Merapi. Tahun lalu mantan presiden Megawati dan adiknya (Guruh) menurut pemuda tadi berkunjung pula ke Babadan, "Jalannya bagus mas, karena sering ada kunjungan pejabat ke sana", kata pemuda yang saya lupa menanyakan namanya. (Rupanya infra struktur itu dibangun pertama-tama untuk kepentingan pejabat ya... he3).

Memang dari Sawangan ke Babadan hanya menemui jalan jelek saat menyeberang kali dan di jalur kira-kira 3 km sebelum pos Babadan ada banyak lobang di sepanjang 50-an meter. Namun saat pulang, ada beberapa warga sedang menutup lobang-lobang itu dengan pasir. Kesadaran yang patut ditiru.

Pemuda tadi baik hati sekali mau memandu kami. Dia naik motor di depan mobil kami. Perjalanan ke Babadan dari Sawangan harus menyeberangi sungai Pabelan, karena jembatan yang menghubungkan Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Dukun ambruk tergerus banjir lahar Merapi. Sudah dibangun jembatan darurat dari bambu, namun hanya sepeda motor yang diperbolehkan lewat jembatan darurat tersebut. Jadi mobil benar-benar menyeberangi kali.

Sampai di Babadan hanya ada satu mobil wisatawan dan beberapa sepeda motor. Sunyi dari aktifitas manusia, yang terdengar ci ci cuit kicauan burung. Di atas semak, tampak seekor elang terbang rendah mengincar mangsa. Udaranya segar. Menengok ke selatan, tampak bekas pohon yang meranggas kena wedus gembel Merapi.

Puncak Merapi sendiri hari itu tertutup kabut, jadi kurang beruntung hari itu kami sekeluarga tidak bisa melihat keindahan puncak Merapi dari pos Babadan. Tapi lumayan, di situ bisa melihat foto-foto aktifitas Merapi. Kalau melihat foto-2 yang di-upload beberapa orang di internet, memang sangat indah. Ya wis lah.... kapan-kapan lagi ke situ,