Selasa, 01 Januari 2013

Maunya ke Ketep Pass, malah ke Pos Babadan

Tiap liburan pasti harus ada wisata alam yang dikunjungi... jangan hanya 'putar-putar' kota. Libur panjang bertepatan hari Natal kemarin berkesempatan ke Jogja. Sekalipun sudah sangat sering ke Jogja, tapi tetap saja Jogja ngengeni.

Perjalanan Purwokerto-Jogja lebih lamban dari biasanya, maklum musim liburan. Long week end banyak dimanfaatkan orang untuk wisata. Dan Jogja menjadi salah satu destinasi favorit orang-orang dari Jateng barat (Purwokerto, Cilacap, Purbalingga, dll). Ini terbukti, saat makan siang di sebuah rumah makan di Kebumen ketemu teman bersama keluarganya yang juga akan ke Jogja. Di hotel kami menginap hampir separuh kendaraan ber-plat R yang parkir di situ. Dan di alun-alun selatan Jogja, ketemu lagi teman dari Purbalingga ... Dunia sepertinya sempit.

Hari terakhir sekaligus perjalanan pulang, niat hati menuju Ketep Pass, yang konon dari Ketep bisa melihat panorama 5 gunung : Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing dan Slamet. Dari Jogja ke arah Magelang, nah sebelum Magelang tepatnya di daerah Blabag ada pertigaan ke kanan (di situ ada papan / plang : ke KETEP PASS). Ketep Pass berada di jalur Mungkad - Boyolali.

Bedug sejak 1948
Sebenarnya sejak berangkat agak ragu-ragu karena cuaca mendung alias langit berawan. Tidak mungkin panorama 5 gunung bisa terlihat. Tapi dengan berharap cuaca akan cerah sesampai di lokasi, kami tetap melanjutkan perjalanan. Sampai di Sawangan, kami berhenti di sebuah masjid untuk sholat Dhuhur. Masjid An-Nur namanya, masjid cukup tua yang dibangun pada th 1936. Bedug-nya dibuat 1948. Masyarakat di situ tampak 'sadar sejarah' terlihat dari penulisan angka-angka tahun penting dimana masjid itu direhab. Juga di gantungan bedug tertulis angka 1948. Tiang-tiang kayu masih asli.

Di masjid Sawangan saya ngobrol dengan seorang pemuda setempat. Nah di sinilah rencana berubah. Pemuda tadi menyarankan tidak usah ke Ketep Pass karena cuaca buruk dan pemandangan bagus tidak akan terlihat. Dia menyarankan ke Babadan, Kecamatan Dukun, pos pemantau aktifitas Gunung Merapi, yang jaraknya hanya 4,4 km dari puncak Merapi. Tahun lalu mantan presiden Megawati dan adiknya (Guruh) menurut pemuda tadi berkunjung pula ke Babadan, "Jalannya bagus mas, karena sering ada kunjungan pejabat ke sana", kata pemuda yang saya lupa menanyakan namanya. (Rupanya infra struktur itu dibangun pertama-tama untuk kepentingan pejabat ya... he3).

Memang dari Sawangan ke Babadan hanya menemui jalan jelek saat menyeberang kali dan di jalur kira-kira 3 km sebelum pos Babadan ada banyak lobang di sepanjang 50-an meter. Namun saat pulang, ada beberapa warga sedang menutup lobang-lobang itu dengan pasir. Kesadaran yang patut ditiru.

Pemuda tadi baik hati sekali mau memandu kami. Dia naik motor di depan mobil kami. Perjalanan ke Babadan dari Sawangan harus menyeberangi sungai Pabelan, karena jembatan yang menghubungkan Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Dukun ambruk tergerus banjir lahar Merapi. Sudah dibangun jembatan darurat dari bambu, namun hanya sepeda motor yang diperbolehkan lewat jembatan darurat tersebut. Jadi mobil benar-benar menyeberangi kali.

Sampai di Babadan hanya ada satu mobil wisatawan dan beberapa sepeda motor. Sunyi dari aktifitas manusia, yang terdengar ci ci cuit kicauan burung. Di atas semak, tampak seekor elang terbang rendah mengincar mangsa. Udaranya segar. Menengok ke selatan, tampak bekas pohon yang meranggas kena wedus gembel Merapi.

Puncak Merapi sendiri hari itu tertutup kabut, jadi kurang beruntung hari itu kami sekeluarga tidak bisa melihat keindahan puncak Merapi dari pos Babadan. Tapi lumayan, di situ bisa melihat foto-foto aktifitas Merapi. Kalau melihat foto-2 yang di-upload beberapa orang di internet, memang sangat indah. Ya wis lah.... kapan-kapan lagi ke situ,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar