Sabtu, 15 Desember 2012

PT KAI: Best of the Best BUMN dan pengalaman naik KA Logawa

Tulisan ini saya buat karena berita PT Kereta Api Indonesia (KAI) baru saja mendapat award dalam ajang BUMN Award 2012 dalam empat kategori; dan kebetulan baru seminggu yang lalu menggunakan jasa kereta api. Saya ingin share pengalaman naik kereta ekonomi Logawa (jurusan Purwokerto - Surabaya - Jember). Terkait penghargaan tersebut yang meliputi Inovasi Manajemen BUMN Terbaik, Inovasi Layanan Terbaik, Inovasi Produk Jasa BUMN Terbaik dan CEO BUMN Terbaik 2012, KAI pun dinobatkan sebagai the best of the best BUMN.

Kereta api dalam beberapa tahun terakhir memang mengalami kemajuan pesat dalam pelayanan dan inovasi. Contoh kecil saya lihat di stasiun Purwokerto, tidak hanya counter pelayanan penjualan / pemesanan tiket, di mana dulu konsumen berkomunikasi melalui lobang kaca dan kurangnya interaksi dengan petugas untuk mencari informasi.

CS  Stasiun Purwokerto
Kini ada counter customer service yang digawangi wanita-wanita muda dengan pakaian rapi dan tampak lebih profesional. Kita bisa bertanya tentang berbagai hal seperti jadwal keberangkatan, harga tiket, kelas kereta, dll. Dulu informasi hanya disediakan di papan pengumuman, yang kadang kalau tidak up date oleh kita sendiri, kita akan kecele...

Misalnya saya pernah mengalami, niat dari rumah akan naik KRDE (Kereta Rel Diesel Eksekutif) Maguwo jurusan Purwokerto-Jogja jam 5 pagi. Sudah bangun pagi dan berengkat mruput dari rumah ... eh ternyata kereta api tsb sudah tidak beroperasi. Konon karena ada perbaikan system AC. Tapi belakangan resmi ditutup karena sepi penumpang. Beberapa hari sebelumnya saya ke stasiun dan melihat di papan jadwal kereta api, KRDE masih terpampang. Saat ke stasiun lagi untuk menggunakan KRDE, hanya ada tulisan kecil di pintu masih peron "KRDE Maguwo sedang dalam perbaikan sampai waktu yang belum ditentukan". Alamak...

Kondisi stasiun juga relatif lebih bersih. Larangan merokok di berbagai tempat seperti peron penumpang dan penunggu serta antrian pembelian tiket kelihatan dipatuhi. Mini market 24 jam juga beroperasi di stasiun, demikian pula ada ATM di dekat parkiran. Peron penumpang hanya khusus untuk calon penumpang, tidak ada lagi orang 'klekaran' tidur di lantai atau bangku-bangku panjang peron.

Gerbong KRDE Maguwo - sayang berhenti beroperasi
Karena KRDE yang ber-AC sudah tidak beroperasi, maka saya naik KA Logawa untuk perjalanan ke Kutoarjo. Sekalipun kereta ekonomi, namun cukup bersih. Tidak ada sampah berserakan. Toilet juga bisa digunakan dan air mengalir dari kran yang tersedia.

Mulai berangkat dari Purwokerto tepat jam 06.00, untuk sampai Kutoarjo hanya butuh 2 jam (bahkan kurang 5 menit). Kalau menggunakan bus atau kendaraan pribadi sekalipun, akan memakan waktu 3 jam. Sekalipun tidak ber-AC karena masih pagi maka udara masih segar dan nyaman saja. Penumpang juga tidak berdesakan karena disesuaikan dengan jumlah kursi yang tersedia. Karena tepat waktu dan cepat maka saya untuk kunjungan ke Purworejo, Kutoarjo, Kebumen lebih suka naik kereta api.

Kalau dulu ada pengemis / pengamen yang naik kereta, kini sudah tidak ada lagi. Untuk pedagang asongan, dari Purwokerto sampai Kroya belum ada yang naik ke atas kereta (kecuali di Purwokerto saat kereta masih persiapan berangkat). Namun mulai stasiun Kroya mulai ada pedagang asongan yang naik dan berjualan di atas kereta yang berjalan.

Ada yang jualan nasi pecel, mendoan, minuman, dan oleh-2 khas yang lain. Ini kontradiktif dengan tulisan di spanduk besar yang terpampang di hall stasiun "Pedangang Asongan Dilarang Naik ke Atas Kereta Api". Petugas pun rupanya tidak melarang alias membiarkan saja para pedagang asongan ini berjualan di atas kereta api. Mungkin memang sulit melarang mereka berjualan, terlebih dengan alasan-alasan ekonomi dan dapat dianggap mematikan sektor informal, namun yang disayangkan antara tulisan (aturan) tidak konsisten dengan pelaksanaan. Mendingan spanduk larangan diturunin saja... pikir saya.

Stiker larangan merokok di dalam kereta tertempel di setiap gerbong. Namun satu-dua penumpang masih merokok di bordes. Saya pun sampai harus bilang ke security kereta "Itu kok pada merokok ya pak... kan ada larangan merokok", karena dari tadi saya melihat security yang kebetulan duduk di depan saya diam saja, padahal asap rokok masuk ke dalam karena  pintu bordes tidak bisa tertutup rapat. Baru setelah saya ngomong, security itu memberitahu penumpang agar tidak merokok di kereta.

Pengalaman saya naik KA Logawa tentu bagian kecil dari keseluruhan manajemen pelayanan dan inovasi yang telah dilakukan oleh jajaran perkeretaapian, dan tidak akan mengganggu atau mengurangi nilai penghargaan yang diperoleh oleh PT KAI sebagai best of the best BUMN. Hanya saja hal-hal kecil perlu diperhatikan dan diketahui manajemen, agar inovasi dan aturan tidak hanya di atas kertas tapi konsisten dilakukan di lapangan.






Selasa, 11 Desember 2012

Siapkah Banyumas menjadi "Holiday City"

Banyumas sebuah kabupaten di Jawa Tengah bagian barat dengan ibukota Purwokerto, dimana saya tinggal saat ini, ingin menjadikan dirinya sebagai daerah tujuan liburan. Kerannya sebagai 'kota liburan' atau 'holiday city'. Demikian yang diinginkan oleh Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas. Keinginan yang luar biasa dan penuh tantangan.

Kenapa saya sebut penuh tantangan? Karena tentu saja untuk menuju sebagai kota liburan memerlukan magnet yang menjadi daya tarik wisatawan untuk berlibur ke Purwokerto atau Banyumas secara umum. Magnet apakah yang diandalkan? Cukukah Baturaden, taman kota Andhang Pangrenan dan Serayu River Voyage menjadi magnet? (tiga lokasi ini disebut oleh pejabat di Dinporabudpar sebagai bagian upaya menjadikan Banyumas kota liburan). Demikian pula adanya festival-festival budaya (grebeg sura di Baturaden, festival perahu Serayu), sudahkah menjadi magnet?

Selain magnet berupa obyek kunjungan, juga kultur masyarakatnya sebagai kota tujuan liburan, sudahkan siap?

Purwokerto sebenarnya bisa menjadi Jogja dalam bentuk mini. Kenapa? Jogja sudah menjadi kota kedua bagi banyak orang, terutama mereka yang pernah sekolah/kuliah di Jogja. Sebagai sentra pendidikan tinggi, Jogja sudah melahirkan alumni yang tersebar di Nusantara bahkan dunia, dan sekali waktu mereka ingin menengok kota kenangan dimana mereka pernah dibesarkan dan belajar. Selain itu posisinya sebagai kota pelajar dan mahasiswa yang banyak mendatangkan pelajar/mahasiswa dari luar kota menjadikan kota ini selalu ramai. Coba dihitung berapa banyak sekolah dan perguruan tinggi di Jogja? Setiap awal tahun ajaran pasti banyak yang menuju Jogja untuk mendaftar sekolah/PT. Kemudaian berapa kali dalam setahun perguruan-2 tinggi itu mewisuda lulusan-2 baru? Pada saat wisuda pastilah orang tua dan keluarga terdekat hadir menyaksikan anaknya diwisuda.

Makanya dari sektor pendidikan saja, Jogja sudah mendapat berkah. Belum menghitung wisata budaya dan alam. Hotel dan penginapan di Jogja memiliki tingkat okupansi tinggi dan tarifnya pun boleh dibilang lebih tinggi dari kota lain. Demikian pula dengan harga tiket pesawat dari / ke Jogja, karena kepadatan penumpangnya, lebih mahal dari / ke Semarang dengan tujuan Jakarta misalnya.

Nah Purwokerto punya Unsoed, UMP, sekolah-sekolah tinggi dan akademi, dan sekolah-2 menengah favorit. Pastilah mendatangkan juga pelajar / mahasiswa dari luar kota, dan alumninya tentu sudah menyebar kemana-mana. Suatu saat para alumninya ini tentu ingin menengok Purwokerto. Secara tidak langsung, maka Purwokerto mendapat berkah dari sektor pendidikan ini. Rumah makan (kuliner), cafe, restoran, hotel menjadi bisnis yang menarik. Makanya hotel-hotel baru bermunculan dan dibangun. Untuk wisata belanja, maka sudah ada Moro yang menjadi tujuan belanja warga sekitar Banyumas seperti Purbalingga, Pemalang (bagian atas perbatasan dengan Purbalingga), Banjarnegara, Cilacap, dan Bumiayu.

Kini sedang dibangun Rita Super Mall di depan alun-alun Purwokerto, konon juga Carefour di Jl. Jend Sudirman depan ruko Kodim. Hotel Aston telah megah berdiri, Horizon sedang direhab, hotel Widodo di Jl Ovis sedang renovasi dan hotel Santika sedang dibangun di Jl Gerilya, Belum hotel-hotel dan penginapan di Baturaden. Menyaksikan perkembangan Purwokerto saat ini, khususnya di era Mardjoko (bukan kampanye nih...), pemandangan kota memang banyak berubah. Bangunan Isola yang semula mangkrak telah menjadi pusat belanja Rita, renovasi alun-alun, bekas terminal lama yang dijadikan taman kota,  menjadi ikon-ikon baru yang menandakan kota ini sedang berbenah menjadi lebih maju dan modern. Beberapa ruas jalan tampak lebih lebar misalnya Jl. dr Angka.

Selain penambahan dan pembenahan sarana fisik perlu dibenahi pula --dan ini sangat penting-- adalah sikap mental warga Banyumas. Keramahan dan kejujuran modal sangat penting yang akan membuat mereka yang berlibur di Banyumas (Purwokerto) ingin kembali. Demikian pula keamanan, menjadi faktor penting penilaian pengunjung suatu kota.Image positif tentang keamanan dan kenyamanan ini perlu dibangun bersama.

Saya punya pengalaman di Bali, dua kali ketinggalan barang (bawaan), semua dikembalikan. Pertama, ketika saya sedang belanja baju-baju dan suvenir di daerah Kuta, setelah transaksi saya pergi .... eh kurang lebih berjalan 100-an meter dari arah belakang ada yang memanggil "Pak... Pak... Pak yang pakai baju kuning... kacamata ketinggalan Pak..". Saya pun menoleh dan sadar kacamata hitam saya yang tadi saya pakai di pantai tidak ada di tangan, tidak pula menggantung di baju. Wow luar biasa ini pegawai dan pemilik toko, mau mengantarkan dan mengejar saya yang sudah berjalan cukup jauh untuk mengantar kaca mata hitam yang harganya tidak mahal-mahal amat. Ini bukti masyarakat Bali sudah benar-benar sadar wisata...

Yang kedua, terjadi di Bandara Ngurah Rai. Seperti biasa menunggu pesawat saya dan beberapa teman mencari smoking area sambil minum kopi. Maka saya naik lantai 2 di situ ada cafe yang berhadapan dengan laut lepas dan menyaksikan lalu lalang pesawat yang take off dan landing. Ketika ada panggilan penumpang dengan penerbangan sekian-sekian harap naik ke pesawat, saya pun bergegas turun dari cafe itu. Dan.... terjadi lagi, bawaan saya berupa boneka oleh-oleh untuk anak saya yang saya tenteng dalam tas plastik tertinggal. Saya tersadar kalau itu tertinggal setelah dari belakang ada yang memanggil "Pak... Pak... bonekanya ketinggalan Pak..." Wow... dalam dua hari saya mengalami dua kejadian sama, barang ketinggalan disusulkan dan kembali ke saya. Bali memang sangat-sangat nyaman dan aman pikir saya.

Kejadian yang saya alami sendiri di Bali sungguh memberi kesan kalau masyarakat Bali benar-benar sadar wisata. Tidak mengambil yang bukan haknya, dan dengan segera mengejar si empunya. Nah hal-hal yang mungkin terlihat sepele ini harus menjadi kesadaran bersama dan disosialisasi. Belum masalah parkir di wisata, yang kadang tidak wajar. Sudah secara resmi ada tarif parkir, tapi ada 'parkir partikelir' yang masih menarik uang parkir kepada pengunjung.Yuk kita dukung Banyumas dengan pusatnya kota Purwokerto menjadi holiday city.
HOTEL ASTON Purwokerto


               



Sabtu, 08 Desember 2012

Belum ke Purbalingga kalau belum menikmati 'es duren kombinasi'

Untuk urusan kuliner khas Purbalingga bahkan kuliner khas Banyumas, es durian (Jawa: es duren) Pak Kasdi dengan nama depot 'Es Duren Kombinasi' boleh menjadi salah satu nominasi. Anda pencinta kuliner boleh dibilang belum ke kota Purbalingga kalau belum menikmati es durian Pak Kasdi, yang terletak di sebelah selatan jembatan Kali Klawing, di depan Kodim Purbalingga (tepatnya di depan Tugu Bancar yang terletak di sebelah utara Kodim). Dari alun-alun Purbalingga ke timur melewati dua perempatan lalu di depan Kodim belok kiri, nah sebelum jembatan Kali Klawing depot es durian berada di kiri jalan.

Ee durian "kombinasi" Pak Kasdi memang sudah terkenal. Teman-teman dari luar kota kalau mau ke Purwokerto atau Banyumas mesti menanyakan dimana minum es durian yang enak dan yang terkenal itu. Tamu dari luar kota pun yang pecinta kuliner, tidak lupa selalu harus diajak ke depot es durian Pak Kasdi ini.

Jangan heran kalau es durian ini selalu ada tersedia, baik kala musim durian maupun sedang tidak musim buah durian. Sekalipun di daerah Anda tidak ada penjual durian alias sedang tidak musim buah durian, namun di es durian kombinasi selalu ada saja es durian. Pak Kasdi selalu bisa mendatangkan buah durian dari luar kota melalui jaringan yang sudah dijalin sejak lama.

Usaha Pak Kasdi saat ini banyak yang meniru, namun es durian di depan Tugu Bancar ini tidak ada yang menandingi rasa khasnya. Dalam racikan es durian Pak Kasdi, daging buah durian disiram gula merah cair dan santan kelapa segar, ditambah serutan es batu hingga menggunung. Tak berhenti sampai disitu, gunungan es durian itu masih disiram susu kental manis dan sesendok cokelat panas. Hmmm... nyamy,, nyamy,,, mak nyess ditaburi aroma buah durian bercampur manis susu dan legitnya coklat.

Daftar harga es duren
Bagi yang menghindari durian, Pak Kasdi juga menyediakan es kelapa kopyor yang tak kalah enak... kopyornya terasa gurih. Juga ada es campur (e sbuah). Saat ini buka cabang di Purwokerto di depan GOR Satria Purwokerto dan di Purbalingga ada juga di dekat taman kota (eks pasar lama Purbalingga). Harganya? Saat saya terakhir ke sana awal Desember 2012 semangkuk es durian Rp. 12.000,-, es duren + kelapan kopyor Rp. 20.000,- es kelapa kopyor Rp. 10.000,- es campur Rp. 6.000,-


Suasana depot es duren Pak Kasdi

Rabu, 05 Desember 2012

Nikah kilat Bupati Aceng dan momentum pengedepanan integritas

Bupati Garut Aceng Fikri menjadi bupati terpopuler di Indonesia bahkan dunia saat ini. Sayang popularitas Aceng bukan karena prestasinya sebagai pejabat publik dengan pembangunan daerahnya, namun karena kelakuannya yang memalukan, menikahi gadis usia 18 th hanya 4 hari, alias 'nikah kilat'. Kemarin saya sudah post komentar, kata-kata yang sangat menohok kesakralan lembaga perkawinan adalah 'gak sesuai spek ya dikembalikan'. Duh...

Nah Golkar sebagai tempat Aceng bergabung sejak 2011, segera akan memecatnya. Prestasi politik Aceng sebenarnya bisa dibilang bagus, bila dilihat dari kemenangannya dalam Pilkada 2009 bersama Diky Chandra melalui jalur independen. Sangat jarang pasangan independen memenangkan pilkada. Sayang perilaku Aceng mencoreng dirinya sendiri. Dan Golkar sebagai partai yang ingin memenangkan Pemilu 2014 harus mengambil sikap untuk tidak dianggap 'toleran' pada kader-kader yang berpeilaku buruk. "Kita di partai tidak melihat partai kalau ada niat gabung ke Golkar welcome, kalau kenyataannya begini, kami lebih suka kehilangan kader daripada melihat kader beretika buruk," tutur Nurul Arifin salah satu petinggi Golkar.

Keputusan Golkar memecat Aceng tentu sudah tepat, artinya Golkar dalam hal ini pro pada integritas yang harus dikedepankan dan terus diperjuangkan di negeri ini. Persoalan integritas ini menjadi keprihatinan bersama karena belum menjadi kesadaran semua pihak, terbukti adanya pejabat publik yang melakukan tindakan korupsi bisa mendapatkan promosi jabatan atau bisa mengikuti pemilihan bupati. Semoga pemecatan Aceng menjadi momentum bagi Golkar untuk juga melakukan hal sama pada kader-kader lain yang tidak menjunjung tinggi integritas, termasuk kader yang korup. Busro Muqoddas dan Anies Baswedan dalam satu forum mengatakan, ketika trend dunia menuju pengedepanan integritas, Indonesia malah mengalami penurunan integritas, terbukti dengan meningikatnya korupsi. Tapi bukan berarti kita kehilangan harapan.

Semua partai politik harus mengedepankan integritas ini. Tidak ada toleransi pada kader yang korup, berperilaku 'menyimpang', melanggar etika dan kesusilaan. Demikian juga di birorkasi dan jajaran penegak hukum. Juga masyarakat, selalu harus terus diingatkan akan jejak rekam calon pejebat/pemimpin sehingga tidak salah memilih. Mulai dari Pilkades, Pilbup, Pilgub dan Pilpres serta pileg. Kasus nikah kilat Bupati Garut Aceng hendaknya kita jaidkan momentum untuk memacu kesadaran kita semua untuk lebih mengedepankan integritas (pro integritas) dalam memilih pemimpin maupun integritas di semua lini kehidupan.

Momentum pengedepanan integritas ini sudah dimulai antara lain dari pigub DKI Jakarta, di mana publik lebih memilih JOKOWI - AHOK. Dan terbukti gebrakan AHOK dalam rapat-rapat dinas menujukkan sikap tegas dan sangat pro integritas, terutama terkait penggunaan anggaran untuk mencegah praktek kong kalikong dan korupsi.

Demikian 'uneg-uneg' warga negara.... Yuk kita bangkit!

Selasa, 04 Desember 2012

Kasus Bupati Aceng: melecehkan lembaga perkawinan

"Pas saya beli ternyata 'lho, tidak sesuai speknya,' ya nggak apa-apa dikembalikan," kata Aceng HM Fikri, Bupati Garut. Astaghfirullahal'adziem.... Na'udzubillah mindzalik.... Sesimpel dan 'sekerdil' itu pemikiran seorang Bupati menyikapi sebuah pernikahan? Ini benar-benar perilaku yang bebal, tidak tahu malu, dan sungguh merendahkan martabat dan melecehkan lembaga perkawinan. Terlebih dengan komentar: "Saya sudah keluar uang hampir habis Rp 250 juta, hanya nidurin satu malam. Nidurin artis saja tidak harga segitu," kata Aceng kepada majalah detik, Sabtu (1/12/2012). Bupati Aceng dikabarkan meminta uangnya kembali dari Fany Octora (FO) (18). Apa bedanya yang dilakukan Aceng dengan mendatangi tempat komersial seks? Agama menjadi bungkus bagi nafsu birahinya agar merasa sah berhubungan dengan FO. Nikah siri, lalu setelah 'berhubungan' cerai.

Saya bukan ahli agama, tetapi ketika agama menjadi kedok perilaku emacam yang dilakukan Aceng itu, batin ini berontak. Tidak bisa menerima dengan nyaman alasan-alasan yang diberikan. Terlalu! meminjam istilah Bang Rhoma Irama. Apakah memang agama memberikan semacam 'window dressing' atau 'exit window' semacam nihak siri yang dilakukan Aceng untuk memberikan 'jalan sah dan halal' demi memenuhi keinginan hasrat pada seorang perempuan? Kalau demiikian, setelah cerai dari Aceng si FO bisa dong dinikahi orang lain... atau sebaliknya Aceng menikahi siri perempuan lain.... sehari, dua hari atau beberapa hari kemudian cerai? ini logika sederhana dari alasan-alasan yang dibuat Aceng. "Yang nggak apa-apa dikembalikan" ... ini sungguh alasan dungu dari seorang yang menjabat Bupati.

Undang-undang memang tidak mengatur bagaimana perilaku Bupati Aceng dikenai sangsi Yang ada sangsi moral dari masyarakat. Tapi yang namanya sangsi moral tidak lah berkekuatan hukum. Dan, ketika nilai-nilai makin dipersepsi ralatif, apakah itu nilai kesusilaan, keagamaan, adat yang menjadi common sense masyarakat, maka orang-orang dengan kedunguan seperti Bupati Aceng akan banyak bermunculan. 


Rute paling nyaman dan cepat perjalanan Purwokerto - Kendal

Kadang kita tidak tahu atau ragu-ragu rute perjalanan yang harus ditempuh untuk menuju suatu kota. Seperti perjalanan Purwokerto ke Kendal, rute mana yang paling nyaman dilalui dan relatif bisa lebih cepat? Kalau kita bertanya ke google maps, kita mendapat petunjuk beberapa alternatif rute, info jarak (km) dan waktu tempuh,  bahkan belokan-belokan (kanan/kiri) yang dilalui. Namun tidak menginformasikan kondisi jalan apakah mulus, lebar jalan, turunan dan tanjakan yang ada. Misalnya perjalanan dari Purwokerto ke Kendal, kota di sebelah barat Semarang di timur Pekalongan / Batang, rute mana yang paling nyaman dan cepat dilalui?

Nah untuk yang nantinya membutuhkan info ini, kali ini saya ingin berbagi pengalaman. Pada hari Senin (3/12/12) yang lalu dengan kendaraan pribadi pikiran yang pertama melintas adalah jalur Purwokerto-Purbalingga-Banjarnegara-Wonosobo-Parakan-Sukorejo-Weleri-Kendal. Kenapa? karena jalur tsb adalah jalur dengan jalan yang relatif lebar (kelas propinsi) dan setahu saya banyak truk / bus sedang melewati jalur tsb. Kalau menuruti rute yang disarankan google lewat Banjarnegara ke utara atau Wonosobo ke utara akan melawati jalan kelas 3 (kabupaten) yang lebih sempit dan pasti akan melawati banyak tikungan, tanjakan dan turunan karena melalui daerah pegunungan dekat Dieng.

Praktis dari Banjarnegara - Wonosobo - Parakan terus belok kiri ke Ngadirejo - Sukorejo sampai ke Weleri kita akan menemui banyak tikungan, tanjakan dan turunan. Apalagi dari Sukorejo turun ke Weleri banyak kita temui tikungan tajam. Saya berangkat jam 06.30 dari Purwokerto sampai Kendal jam 12-an dengan istirahat 2 kali untuk isi bahan bakar dan sarapan di rumah makan Bu Carik Parakan.

Karena rute melalui Parakan-Sukorejo yang banyak tikungan dan kalau malam hari pasti gelap karena melewati hutan, maka pulangnya saya putuskan ambil rute Kendal-Batang-Pekalongan-Pemalang-Randudongkal-Purbalingga-Purwokerto. Di rute ini -- dari Kendal sampai Pemalang -- kendaraan bisa melaju kencang karena jalur pantura yang terbagi dalam beberepa ruas jalur. Dari Pemalang belok kiri ke Randudongkal belum menemui tikungan tajam, namun dari Randudongkal sampai ke Karangmojo dan Bobotsari kita akan melalui banyak tanjakan, tikungan dan jalan agak menyempit. Namun melalui rute ini kita menemui lebih sedikit tikungan, tanjakan/turunan dibandingkan kalau kita melewati rute Banjarnegara-Wonosobo-Parakan-Weleri. Jadi perjalanan bisa lebih singkat. Dari Kendal berangkat jam 17.00 sampai Purwokerto jam 21.30 dengan istirahat dua kali di SPBU dan rumah makan untuk makan malam. Lebih cepat kurang lebih 1 jam ketimbang perjalanan berangkat.

Jadi bagi anda yang mau perjalanan dari Purwokerto ke Kendal atau kota-kota yang sejajar seperti Weleri, Batang, Pekalongan dan Pemalang -- atau sebaliknya -- saya sarankan melalui jalur Purwokerto-Purbalingga-Randudongkal-Pemalang-Pekalongan-Batang-Kendal. Kalau dengan angkutan umum (bus): Purwokerto-Pemalang, lalu pindah bus jurusan Semarang di terminal Pemalang. Untuk travel setahu saya dari Purwokerto hanya sampai ke Pekalongan (yang melalui Pemalang) atau Semarang (melalui Wonosobo-Temanggung) dan tidak ada yang melewati Kendal.

Demikian sekedar berbagi....

Sabtu, 01 Desember 2012

Kepemimpinan Jokowi dan kharisma yang tidak bisa dibeli

Pagi ini (2/12/12) tanpa sengaja menyaksikan 'blusukan' Jokowi ke sekolah-sekolah membagikan Kartu Jakarta Pintar (KJP), di sebuah acara infotainment televisi. KJP ini menurut info yang saya baca adalah  sejenis ATM yang bisa akses ke ATM Bank DKI yang digunakan oleh mereka yang mendapat bantuan pemprov DKI. Bantuan untuk penerima akan ditransfer (pindahbukukan) melalui rekening tiap bulan dan si penerima mengambil uangnya di ATM. Ini terobosan yang luar biasa, karena dana bantuan langsung di-akses oleh si penerima, tanpa melalui perantara birokrasi, sehingga bantuan tidak bisa 'disunat'. Dari segi biaya, memang akan timbul biaya pencetakan kartu, penyediaan ATM Bank DKI yang mungkin harus ditambah, dll. Tapi inilah harga yang harus dibayar untuk pencegahan korupsi dan lebih menjamin bantuan diterima oleh warga.

"Blusukan" Jokowi seperti dikatakan sendiri bukan main-main. Sekalipun mendapat kritik antara lain dari mantan Gubernur DKI Sutoyoso, Jokowi terus saja blusukan ke kampung-kampung di Jakarta. Dia ingin mendengar langsung dari rakyat permasalahan yang dihadapi. Pengalaman sebelumnya di birokrasi mungkin membuat dia 'kapok' menerima laporan hanya dari staf yang tidak valid dan melaporkan yang baik-baik saja (ABS). Nah kesukaan Jokowi 'blusukan' ini yang membuat acara infotainment pun tergerak untuk menayangkan kegiatan JOKOWI. Kalau biasanya infotaniment memberitakan yang terkait politik hanya sebatas pada pemberitaan artis yang terjun di politik, misalnya pemberitaan Angelia Sondakh dalam kasus korupsi atau Rhoma Irama yang ingin nyapres, ini lain dari biasanya. Seorang JOKOWI yang bukan berasal dari artis masuk berita infotaiment.

Menurut saya ini karena kharisma Jokowi yang hebat. Ya hebat di tengah krisis (ketiadaan) pemimpin yang mau berbaur, mau nyambangi rakyat, mau mendengar langsung derita rakyat, dan kesederhanaan yang ditampilkan telah sedikit memberi harapan akan "kepemimpinan yang seharusnya". JOKOWI adalah oase. Bagaimana dia mau berdesak-desakan dengan warga, meninjau langsung banjir, kampung kumuh, pengapnya angkutan umum adalah aktifitas yang langka seorang pejabat negeri ini. Bagi yang apriori, ini akan dinilai sebagai pencitraan, apalagi yang dilakukan pada saat kampanye. Tapi terbukti ketika sudah menjabat pun Jokowi tetap saja blusukan. Nah kegiatan yang tidak main-main ini menjadikan kharisma tersendiri bagi Jokowi. Peran media pastilah ada dalam menyebarluaskan aktifitas Jokowi ini, tapi tetap saja 'perasaan publik' berbeda kalau bukan karena kesungguhan dari Jokowi sendiri.

(Jokowi membedakan dengan pejabat yang dalam kunjungan ke daerah-daerah anak-anak sekolah dan warga berbaris di pinggir-pinggir jalan, melambaikan bendera saat pejabat itu lewat, diiringi voorrjder, dengan pegawalan ketat. Penuh protokoler, formalistik dan berkesan tidak tulus)

Kita lihat betapa para pemimpin politik dan calon pemimpin lainnya berusaha membangun citranya dengan memasang baliho dimana-mana, dicitrakan pro UKM, sering tampil di acara-acara TV (yang sebelumnya bukan merupakan kegiatan rutinnya), iklan radio/TV dan liputan-liputan media yang memang diarahkan untuk semakin menonjolkan popularitas calon pemimpin ini. Di belakangnya pastilah para ahli / konsultan media mengatur sedemikian rupa dengan target dan analisis tertentu. Tapi apakah pencitraan demikian akan mengena di hati rakyat? Apakah 'perasaan publik' akan 'ikhlas' menerima pemimpin yang by design dibesarkan media? Bukan besar dari dirinya sendiri?

Saya jadi ingat pepatah "kharisma tidak bisa dibeli". Apalagi kharisma pemimpin atau mereka yang ingin jadi pemimpin. Secara guyon teman saya berkata: ada kharisma yang bisa dibeli yaitu 'H*nda kharisma' (hmm... ini kan merk motor).

MP 02-Des-12 (foto:  poskota.com)

Rabu, 28 November 2012

Terminal-terminal bus yang 'mangkrak'

Terninal Kebumen
Setelah sekian lama tidak menggunakan jasa transportasi bus umum untuk sebuah perjalanan, pada hari Selasa (20/11/12) saya menggunakan moda angkutan ini untuk perjalanan dari Gombong ke Purworejo. Dengan bus 'bumel' Santoso trayek Purwokerto - Semarang via Purworejo yang kondisi cat dan bodynya mengingatkan pada bus-bus yang sering muncul di film-film India: kusam dan butut.

Dalam perjalanan antara Gombong-Purworejo, bus memasuki dua terminal besar (Type A): Kebumen dan Purworejo. Soal terminal bus ini yang ingin saya berbagi.

Bus masuk ke terminal untuk bayar retribusi dan tampak sebagai formalitas saja. Karena di situ bus tidak menurunkan dan menaikkan penumpang, sebagai fungsi didirikannya terminal. Ini sungguh ironis. Bus hanya masuk dan berputar saja.  Apakah karena lokasinya yang jauh dari keramaian (pemukiman, pasar, kompleks pertokoan) sehingga orang malas naik/turun di situ, karena untuk mencapai point yang dituju harus menggunakan moda lain (angkot) dan butuh waktu lama? Demikian juga mereka yang akan naik, lebih baik menunggu di tempat 'ngetem' yang berada dekat dengan pusat kota. Ini terjadi baik di Kebumen maupun Purworejo.

Pendirian terminal yang berbiaya besar (Terminal Kebumen konon menghabiskan 13 milyar) dengan lokasi menjauh dari kota pasti dimaksudkan untuk memperluas area keramaian sehingga kemajuan daerah akan terlihat. Namun tujuan ini tidak tercapai, karena bukan kebutuhan masyarakat yang difokuskan, namun lebih kepada kepentingan tata ruang dan kepentingan lain yang saya tidak tahu. Bahwa terminal menjadi titik temu inter moda / koneksi angkutan tidak berjalan.

Kondisi terminal pun tampak lengang. Hanya beberapa bus Sinar Jaya parkir di situ. Bus Sinar Jaya ini kebanyakan jurusan Jakarta yang berangkat sore hari, dengan point keberangkatan dari agen-agen di kota-kota kecamatan. Rumput dan ilalang tampak dibiarkan meninggi, tanda tidak ada perawatan. Area-area yang disebutkan sebagai area kedatangan dan keberangkatan Angkot sama sekali tidak digunakan, menandakan inter koneksi moda angkutan yang direncanakan tidak berjalan.

Lalu mengapa bus harus tetap masuk terminal kalau begitu ya? Berapa waktu yang digunakan untuk memutar, apalagi di Purworejo yang terminalnya masuk ke dalam dengan jalan berkelok-kelok. Kalau harus membayar TPR bukankah cukup di pos pinggir jalan, pikir saya. (Mungkin pikiran saya ini terpengaruh oleh waktu yang sudah mepet dimana saya haru sampai di tujuan pada jam sekian-sekian ... he3). Keadaan ini menjadikan angkutan umum bus tidak efisien, dan ditinggalkan oleh orang. Kondisi bus AKAP (antar kota antar propinsi) non PATAS yang 'jelek' menandakan tidak adanya kemampuan perusahaan untuk melakukan peremajaan armada, ini tentu karena secara hitung-hitungan investasi bus baru tidak 'cucuk' dengan pendapatan.

Kambali ke soal terminal. Boleh dibilang terminal-2 bus itu mangkrak. Kondisi terminal Purwokerto saya lihat lebih hidup, aktifitas terbilang tinggi. Mungkin karena Purwokerto salah satu destinasi besar/utama, bukan transit (sebagaimana Purworejo dan Kebumen) sehingga inter koneksi moda angkutan lebih bisa berjalan.

Ini belum bicara kondisi kenyamanan terminal, karena bisa saja orang malas ke terminal karena trauma atau image yang negatif pada terminal. Takut diganggu preman misalnya. Tapi saya tidak berprasangka demikian pada terminal bus yang saya lewati. Itu cap yang pernah saya dengar tentang terminal bus pada umumnya.

Mungkin sebaiknya  --ini pendapat sebagai awam soal transportasi-- terminal bus di kota-kota transit (bukan destinasi utama) sebaiknya dibuat seperti halte-halte saja, yang terdiri dari beberapa jalur untuk antisipasi bus yang berhenti dengan tujuan berbagai kota. Dia berhenti sampai dengan bus di belakangnya yang satu trayek 'nyundul' atau bisa saja dia tidak perlu menunggu yang di belakang kalau memang sudah penuh. Lokasinya pun dipilih tidak terlalu jauh dari keramaian pusat kota seperti pasar atau pusat perbelanjaan. Terminal yang ada diapakan dong? Ya bisa saja dimanfaatkan untuk pangkalan bus antar kota yang memang trayeknya dimulai/diakhiri di kota tersebut, bisa juga untuk terminal peti kemas, atau mungkin dibangun mall di situ ... (ah, ini usulan-2 yang 'maksa' ya...). 

Minggu, 18 November 2012

Gaya komunikasi AHOK: pil pahit yang harus ditelan

Beredarnya video AHOK ke publik melalui YouTube, baik video rapat dengan dinas PU Pemprov DKI dan video-video aktifitas lainnya wakil gubernur yang bernama lengkap BASUKI TJAHAJA PURNAMA mengundang pujian, tapi juga kritikan. Gayanya memimpin rapat yang tidak formal seperti diakuinya sendiri, langsung to the point, ceplas-ceplos, tanpa basa-basi mengagetkan sementara pihak yang masih memandang bahwa semestinya memimpin rapat di pemerintahan tidak seperti itu. Pandangan ini mewakili stereotype birokrasi itu penuh dengan etika, sopan santun, berbicaranya tenang dan tertata, dan tidak ada kata-kata kasar atau ungkapan bahasa keseharian 'loe, gue'. Terlebih dengan sengaja dipublikasikan, dianggap mempermalukan jajaran dinas Pemrpov DKI. Gaya AHOK dinilai MENOHOK birokrasi.

Terlepas dari materi yang dibahas, gaya AHOK sebenarnya biasa, bahkan sangat biasa. Di swasta tertentu, rapat-rapat diadakan dengan efektif, pembicaraan to the point pada materi yang dibahas. Tidak banyak basa-basi seperti kalimat pembuka "kepada yang terhormat bapak fulan, kepada yang terhormat ...." dengan menyebut satu per satu pejabat yang hadir atau basa-basi yang lain. Saya bukan PNS, tapi pernah mengikuti beberapa rapat di pemerintahan memang rasanya membosankan. Sambutan-2 pejabat terasa hambar tanpa dinamika, datar, dan dengan bahasa yang kelihatan santun beretika, tapi sebenarnya tidak 'ngeh', tidak menggigit. Mungkin ada yang tidak seperti yang pernah saya ikuti, tapi mungkin juga tidak banyak.

AHOK mengingatkan pada sosok Jusuf Kalla (JK) yang menurut saya juga tidak penuh basa-basi, gaya bicara yang antusias, ada penekanan pada kata kunci yang ingin ditonjolkan, dengan mata berbinar dan sorot mata menyapu semua audience. Semangat. AHOK lebih bersemangat lagi dan bagi kalangan tertentu menjurus kasar. Mungkin karena keduanya lahir dan besar di lingkungan swasta, bukan PNS karier. Atau karena keduannya bukan orang JAWA yang secara kultur memiliki gaya komunikasi berbeda?

Ini bukan soal suku mana berasal sebenarnya. Tapi lebih karena urgensi-nya dimana kondisi negeri kita ini memang sedang memerlukan sosok-sosok pemberani, yang mau melawan arus demi Indonesia baru yang lebih bersih. Carut marut negeri ini memerlukan pemimpin yang tegas, terbuka, penuh semangat, dan berkomitmen tinggi. Ahok menayangkan video itu ke YouTube tentu ingin membuktikan apa yang dikerjakan demi JAKARTA BARU. Bahwa kampanye-nya bukan slogan semata, tapi dibuktikan dengan kinerja. Sebagai langkah awal 'pengobatan' pada kondisi birokrasi yang sakit, gaya AHOK adalah pil pahit yang harus ditelan. Saya yakin kalau birokrasi di bawahnya sudah pada track yang diinginkan oleh JOKOWI-AHOK, gaya mereka tidak akan 'kasar' lagi (menurut mereka yang menganggap kasar).


Jumat, 16 November 2012

Makan buah sukun, buang air jadi lancar

Kamis sore (15/11/12) yang lalu teman saya bertamu ke rumah. Suasana agak mendung, isteri saya menyuguhkan teh hangat dan buah sukun goreng. Tumben nih ada sukun. Lama sekali tidak mengkonsumsi buah sukun yang buahnya bulat hijau mirip jeruk bali kalau sudah tua. Saat masih muda buah sukun seperti berduri. Dulu (medio 90-an) pernah tinggal di Cilacap di sebuah rumah yang halaman depannya luas dan ada dua pohon sukun di situ. Sampah daunnya bikin kesal karena tiap pagi daun-daun kering berserakan. Harus rajin menyapu tentu saja.

Bukan kali ini saja saya makan buah sukun. Baik digoreng, direbus (dikukus) maupun dibikin keripik. Namun yang dylu-dulu kok tidak merasakan langsung manfaat dan khasiat buah sukun ya... apakah karena masih muda dan sehat, dalam arti belum ada aneka penyakit di badan ini?

Tapi dalam dua hari ini isteri selalu menyajikan buah sukun, kadang digoreng kadang direbus (lebih tepatnya dikukus atau dalam istilah kampung saya dirawun). Saya sangat merasakan khasiatnya, terutama buang air besar jadi lebih lancar dan lebih terasa terbuang dengan bersih, seakan tidak ada kotoran yang tersisa di perut. Lendir pun tidak ada.

Lalu dari khasiat yang terbukti nyata ini saya browsing mencari pembenaran ilmiah atas apa yang saya rasakan. Dan apa yang ditulis oleh banyak orang di blog dan web-nya memang saya rasakan. Buah sukun kaya serat sehingga melancarkan pencernaan. Kaya karbohidrat namun rendah kalori sehingga cocok untuk penderita diabetis. Anda yang sedang diet menurutnkan berat badan jangan ragu makan buah sukun karena BAB anda akan lancar. Juga dikatakan cocok untuk para penderita penyakit liver, jantung dan ginjal.

Saya pernah punya kadar gula dalam darah tinggi di atas normal. Dan dalam setahun terakhir ini menghindari konsumsi gula, makan nasi cukup satu centong, banyak makan buah dan sayur serta rajin olah raga (yoga tiap Selasa dan Kamis pagi, bad minton Sabtu pagi, masih ditambah kadang-kadang sepedaan atau jalan pagi). Alhamdulillah gula kembali normal, berat badan turun sekitar 14 kg dalam setahun. Namun harus konsisten dalam pola makan untuk tetap mempertahankan kondisi. Dan dengan buah sukun ini kelihatannya akan cocok sebagai tambahan menu makanan untuk menjaga tubuh tetap sehat.

Buah sukun mudah dicari. Di pasar-pasar tradisional selalu ada buah sukun. Dan harganya pun murah. Rasanya empuk, halus seperti roti. Silahkan mencoba. Saya sudah membuktikan.

Lagi, tentang pemberian grasi Ola dan peredaran mirasantika

Kira-kira pukul 18.30-an kemarin saya posting soal pemberian grasi kepada Ola yang bisa jadi akan meningkatkan 'moril' pengedar, pemakai dan siapa pun yang terlibat dalam peredaran narkoba... Sebentar kemudian menonton TV. Dan.... betapa miris dan prihatin, di berita malam TV One ada diskusi tokoh-tokoh BNN, polisi dan mantan hakim soal pengeroyokan Briptu Joko oleh beberapa oknum TNI dan polisi di Pakanbaru, Riau. Dan menurut detik.com :  http://news.detik.com/read/2012/11/13/161024/2090602/10/joko-dieksekusi-8-orang-kapolresta-pekanbaru-diduga-terkait-narkoba?nd771108bcj kasus ini terkait narkoba. Diberitakan pula para pengeroyok Joko dari tes urine yang dilakukan positif mengkonsumsi narkoba. Na'udzubillahi mindzalik...

Sungguh memprihatinkan. Narkoba telah memasuki semua segment dan instansi. Polisi, TNI, hakim, anggota legislatif, eksekutif, PNS, wartawan tak luput dari incaran para pengedar. Jangan tanya remaja dan mahasiswa. Juga di pedesaan-2 yang jauh dari pantauan aparat keamanan, narkoba dalam ragam jenis sudah menjadi hantu yang seharusnya menakutkan bagi masa depan negeri ini. Belum lagi peredaran miras yang sekalipun daerah-2 memiliki peraturan daerah (perda) yang mengatur peredaran miras, namun dalam prakteknya sangat mudah dan dalam jarak yang dekat orang bisa membeli miras. Dan seperti gosip yang beredar, sejumlah oknum memback-up distribusi ini. Tidak pernah ada operasi miras yang berhasil, karena sebelum sampai ke TKP sudah bocor dulu sehingga barang-2 haram sudah disingkirkan.

Saya pernah melihat di lapak pengepul barang rongsokan, dimana di situ ditampung juga botol-botol dari berbagai jenis, sungguh mencengangkan bahwa dari para pemulung setiap harinya bisa terkumpul beberapa karung botol minuman keras. Itu hanya satu dari banyak pengepul rongsokan di sebuah kota. Fakta ini menunjukkan konsumsi miras di masyarakat setiap harinya. Siapa yang peduli dengan semua ini? Sangat mudah bagi kita untuk mengatakan bahwa keluarga adalah benteng, peran orang tua dan guru sangat penting dalam mencegah anak-anak terpengaruh mirasantika (pinjam istilah Rhoma Irama), namun ketika tidak ada benteng dari negara dengan tidak adanya pengamanan (dan celakanya aparatur malah terlibat dalam peredaram mirasantika), sampai kapan keluarga akan berdaya?

Pimpinan nasional yang seharusnya menjadi teladan dan figur bagi rakyatnya telah tergelincir dalam putusan yang mengecewakan bagi elemen bangsa (dan juga keluarga-keluarga) yang punya komitmen tinggi menumpas segala kejahatan narkoba. Apa pun rasionalisasinya, seperti alasan "kita kan sering minta pengampunan untuk warga negara kita yang diputus mati di luar negeri, maka kita pun memberikan pengampunan atau grasi" sungguh tidak bisa diterima oleh hati nurani dan akal sehat saya. Sungguh mengherankan bahwa seorang presiden dengan pemberian grasi Ola seperti tidak punya sensitifitas tinggi. Makanya masuk akal kalau seorang Mahfud MD berkomentar, "jangan-jangan benar dugaan bahwa mafia narkoba telah memasuki kalangan istana".

Anak saya yang paling kecil, kelas 7 SMP, pun sampai berujar "lha bagaimana sih... jelas-jelas penjahat kok dikasih ampunan, hukum mati ya mati aja.... narkoba bahaya sekali mbok...". 







Rhoma Irama dan "Partai Dangdut Indonesia"

Rhoma Irama nyalon presiden? Ah yang bener aja.... Siapa yang akan mengusung? PDI = Partai Dangdut Indonesia? atau PTI = Partai Terlalu Ih....

Adalah hak warga negara untuk dicalonkan dan mencalonkan diri, inilah demokrasi. Namun kok ya ada rasa yang aneh (kalau bukan 'rasa yang tertinggal') kalau seorang Rhoma sampai nyalon presiden. Ini menjadikan politik mengarah pada semacam lelucon. Ya lelucon, karena semestinya proses politik termasuk pencalonan presiden punya fatsoen sendiri, Karena lelucon maka tidak perlu ditanggapi serius bukan?

Ah... tapi Rhoma Irama memang terbukti pemberani. Beberapa lagu-lagunya di jaman orde baru sarat kirik seperti Adu Domba, Pembaruan, dan lain-2.  Salah satu syairnya mengkritik disparitas kaya-miskin yang makin melebar. "yang kaya makin kaya... yang miskin makin miskin..." itu kritik Rhoma dalam salah satu lagunya yang judulnya saya lupa. Karena kritik dan aktifitas politiknya dulu Rhoma Irama pernah dicekal untuk pentas dan masuk TVRI (satu-satunya TV ketika Orde Baru dulu).

Tapi kali ini keberanian Rhoma mengesankan bahwa dia tidak tahu diri ya.... (ini rasa yang saya sebut aneh dan teringgal kalau tidak dituliskan di sini). Lha waktu membela Foke saja dia kalah. Kalau memang pengikut dia banyak dan militan (sebagaimana dikatakan ormas Wasiat), mestinya Foke menang karena pengikut Rhoma akan ikut pilihan Rhoma. Nyatanya? Ini fakta yang baru beberapa bulan lalu terjadi.

Saya pencinta dangdut, menyukai lagu-lagu Rhoma Irama bahkan sejak lagu-lagu yang diproduksi di tahun 1970-an. Kalau pulang kampung kondangan, 'operator' sound system yang bernama Tarwad yang sering 'ditanggap' sohibul hajat akan memutarkan lagu-lagu Rhoma Irama untuk saya. Karena pernah beberapa waktu lalu saya menyanyikan lagu "Air Mata Darah" dalam resepsi pitulasan di depan balai desa, maka lagu itu tanpa saya minta langsung diputar oleh mas Tarwad begitu saya datang di kondangan. (Tarwad adalah pemilik seperangkat sound system yang laris ditanggap oleh warga yang hajatan baik khitanan maupun mantu, dia mewarisi kakeknya sejak masih memakai media piringan hitam hingga saat ini sudah memakai MP3. Ciri khas Tarwad adalah selalu memutar lagu-lagu lama).

Namun mencintai dangdut dan menyukai lagu-lagu Rhoma Irama adalah hal yang berbeda dengan memilih presiden. Peminat dangdut (anggota "Partai Dangdut Indonesia") bukanlah manusia bodoh yang bisa diacak-acak logika politiknya. Jadi, pencalonan Rhoma Irama mudah-mudahan tidak serius dan memang berniat membuat lelucon meramaikan jagat politik Indonesia yang sudah hiruk pikuk.

Grasi Ola dan hak hidup bebas dari (ancaman) narkoba

Ingin menghindari menulis soal sosial politik, namun kasus-kasus di tanah air akhir-akhir ini membuat gatal untuk menuangkan pendapat tentang soal-soal sosial politik ini, Salah satunya adalah soal pemberian grasi oleh Presiden SBY kepada terpidana mati kasus narkoba Meirika Franola alias Ola.

Pemberian grasi benar adalah kewenangan konstitusional sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 14 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi. Namun yang membuat geram adalah kenapa grasi mesti diberikan kepada gembong narkoba yang dalam kampanye-2 dikatakan sebagai barang yang membahayakan masa depan generasi muda? Apa artinya Denny Indrayana (Wamenkumham) bersama BNN tlasap-tlusup ke LAPAS di tanah air untuk membongkar mafia peredaran narkoba dari balik jeruji LAPAS kalau pada akhirnya ada 'pengampunan' bagi salah satu gembong-nya? Ini menjadi langkah yang kelihatan kontradiktif.

Okelah, secara legal konstitusional Presiden bisa menganulir hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup didasarkan atas pertimbangan kemanusian dan Hak Asasi Manusia. Ini sejalan dengan dengan konstitusi dan norma HAM internasional. Namun hakim yang memutuskan vonis mati juga pastilah sudah berdasarkan undang-undang. Artinya sah dan legal juga. Persoalannya adalah sebagaimana Mahfud MD geram pada pemberian grasi ini, apakah motif sebenarnya dari pemberian grasi ini? Apakah semata-mata alasan kemanusiaan? Lalu bagaimana dengan korban yang berjatuhan akibat dari pemakaian narkoba ini, yang tentunya berasal dari aktifitas transaksional narkoba oleh sang gembong?

Mestinya tidak hanya legal formal yang dikedepankan, namun masa depan generasi muda bangsa ini yang lebih dikedepankan. Konstitusi (UUD 1945 pasal 28A dan pasal  28I ayat 1) mengakui dengan tegas bahwa hak hidup setiap orang adalah hak asasi paling fundamental yang harus dilindungi dan dihormati serta tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun (non derogable right).  Namun demi hak hidup seorang OLA haruskah mengebiri hak hidup berjuta orang untuk bebas dari ancaman kematian karena narkoba yang diedarkannya? apalagi konon OLA masih melakukan aktifitas transaksional menurut berita-2 yang dilansir media. Kata para ahli penegakan hukum itu harus paralel dengan penegakan keadilan. Orang mencari keadilan lewat proses hukum, nah kalau hukum dirasakan tidak adil apakah masih disebut sebagai hukum?


Pemberian grasi ini bisa jadi akan membangkitkan 'moril' para pengedar, kurir, bahkan pemakai yang merasa "ah, presiden juga mengampuni pengedar narkoba kok...". Kegeraman Mahfud MD sangat bisa dipahami, sekalipun ketua MK ini berargumen dari sisi perlunya 'akuntabilitas publik' di balik alasan pemberian grasi ini, seperti siapa yang mengusulkan (karena MA toh tidak merekomendasi), apa alasan-alasan pokoknya, namun saya yakin kegeraman Mahfud MD salah satunya disebabkan keprihatinan akan betapa bahayanya narkoba ini. Dalam obrolan di warung kopi, di pantry, di ruang-ruang terbatas publik, timbul pertanyaan-2 bagaimana mungkin presiden bisa memberikan grasi kepada gembong narkoba, lalu apa artinya kampanye-2 di sekolah, di spanduk-2, aktifitas BNN, kerja polisi mencegah dan memburu kejahatan ini kalau pada akhirnya ada pemberian grasi ini?

Konsistensi. Ini yang tidak ada dalam upaya-upaya menuju Indonesia yang lebih baik.


Senin, 24 September 2012

Uji Nyali di Londa - Tana Toraja

Tana Toraja dengan kekhasan adat budayanya yang khas, unik, dan merupakan entitas yang bertahan masih sangat terasa, paling tidak dari apa yang bisa dilihat dari bangunan rumah (tongkonan), makam, pasar kerbau, dan ukiran kayu. Tentang suku Toraja dimuat di http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja

Di antara adat yang paling menarik minat wisatawan adalah upacara pemakaman. Sayang pada saat saya berkunjung ke sana tidak sedang ada upacara tersebut, hanya saja saya melihat bambu-bambu yang ditata seperti panggung memanjang di dekat tongkonan (rumah adat Toraja) yang kata teman saya itu bekas tempat duduk para tamu yang menghadiri upacara pemakaman.

Hotel-hotel dibangun dengan bentuk bangunan mirip tongkonan. Di Rantepao saya menginap 2 malam di sebuah hotel dengan 'wall paper' anyaman bambu yang asri. Tanpa menyalakan AC kita tidak akan kepanasan karena Rantepao termasuk kota yang berada di dataran tinggi.

Sebagai muslim saya tidak sulit menemukan rumah makan yang halal dan bisa makan dengan penuh keyakinan bahwa yang saya makan diperbolehkan dalam agama saya. Rumah makan atau warung mudah dibedakan karena dengan terus terang tanpa ada tendensi SARA memajang papan 'warung muslim'. Kalau menu yang disediakan babi juga jelas dipajang, misalnya 'bakso babi'. Warung makan 'halal' umumnya diusahakan oleh orang dari suku Bugis dan Jawa.

Batu Tumonga

Dari Rantepao menempuh perjalanan sekitar 45 menit, melewati jalan yang hanya pas untuk berpapasan, bahkan di beberapa tempat harus mengalah berhenti untuk memberikan keleluasaan lewat terlebih dulu. Kondisi jalan di beberapa lokasi rusak berlobang. Melewati perkampungan, kebun kopi, dan areal persawahan di lembah-lembah dengan pola teras siring yang apik.

Di sana-sini terlihat 'makam' di batu besar yang 'dibobok', juga Patane (kuburan dari kayu yang berbentuk rumah Toraja). Kita juga menjumpai rumah tongkonan yang tiang di depannya disusun tanduk kerbau sembelihan saat upacara pemakaman anggota keluarganya. Dari referensi yang saya baca dan cerita teman-teman, makin banyak tanduk kerbau menunjukkan makin tinggi status sosial keluarga tsb. Di kawasan ini anda dapat menemukan sekitar 56 batu menhir dalam satu lingkaran dengan 4 pohon di bagian tengah. Kebanyakan batu menhir memiliki ketinggian sekitar 2 – 3 meter. Dari tempat ini anda dapat melihat keindahan Rantepao dan lembah sekitarnya. Terletak di daerah Sesean dengan ketinggian 1300 Meter dari permukaan laut. Di Batu Tumonga saya berjumpa beberapa turis asing.

Selanjutnya saya Kete' Kesu, dimana di situ terdapat deretan rumah adat Tongkonan tua, yang merupakan obyek yang mempesona di desa ini. Di sini juga terdapat lumbung padi dan bangunan megalith.

Yang menakjubkan adalah kompleks makam yang terletak sekitar 100 meter di belakang perkampungan ini. Sebuah situs pekuburan tebing dengan kuburan bergantung dan tau-tau (patung)dalam bangunan batu yang diberi pagar. Konon tau-tau ini memperlihatkan penampilan pemiliknya sehari-hari. Perkampungan ini terkenal dengan seni ukir-nya dan sekaligus sebagai tempat yang nyaman untuk belanja suvenir. Terletak sekitar 4 km dari tenggara Rantepao.

Londa

Tibalah saya di Londa, salah satu objek wisata yang paling popular di Tana Toraja. Obyek wisata ini sangat menantang, karena goa Londa menyimpan banyak mayat dari berbagai usia dan status sosial dalam masyarakat Tana Toraja. Memasuki Londa jadi teringat acara televisi Uji Nyali.

Londa terletak di desa Sandan Uai, berjarak kurang lebih 6 km dari arah selatan Rantepao. Londa berwujud sebuah tempat pekuburan dari bebatuan kapur dimana terdapat banyak deretan tau-tau (patung) di sepanjang dinding bukit, tulang dan tengkorak serta erong di dalam dinding goa. Untuk masuk ke dalam goa dibutuhkan nyali yang cukup besar karena suasananya yang menegangkan. Di sepanjang dasar dinding goa terdapat tulang dan tengkorak kepala manusia yang berserakan. Karena di dalam goa belum ada penerangan, masuk ke dalam harus membawa peralatan seperti senter dan lampu minyak tanah. Nah, saya menyewanya dari penduduk yang mangkal di mulut goa sekaligus sebagai pemandu 'berkeliling' goa yang dipenuhi mayat dan sebagian sudah menjadi tulang belulang. Jenazah yang masih baru tersimpan dalam peti, diaruh di sela-sela dinding di dalam goa.

Menurut adat Tana Toraja, setiap jenazah di Goa Londa yang dimakamkan melalui upacara adat tertinggi akan dibuatkan replikanya dalam bentuk patung yang dinamakan tau-tau lengkap dengan pakaian adat Toraja sedangkan mayatnya disemayamkan dalam peti mati khas yang disebut erong. Seringkali juga pada tau-tau disertakan benda kesayangan dari sang mendiang, seperti makanan, rokok dan sebagainya. Posisi erong pun dibedakan menurut status sosialnya. Semakin tinggi letak erong pada dinding gua semakin tinggi pula status sosialnya di masyarakat Tana Toraja.

Gambar-2 Toraja di sekitar Rantepao

Sabtu, 22 September 2012

Melihat pesona kota Jayapura dari menara TVRI

Menyaksikan kota Jayapura dari menara (tower) pemancar TVRI Jayapura sungguh mengasyikan. Lanskap kota dan bukit di belakang kota dan pelabuhan serta laut membiru di hadapannya sungguh memukau. Karena letaknya yang tinggi, rupanya kompleks menara TVRI ini menjadi obyek kunjungan wisata Jayapura. Banyak anak muda duduk-duduk santai menikmati keindahan panorama Jayapura.

Saya sebelumnya membayangkan kota Jayapura menghadap langsung ke Samudera Pasific. Namun sungguh luar biasa kota ini dibangun 'membelakangi' lautan lepas samudera terluas di dunia itu. Berada di teluk Jayapura, di belakang kota adalah bukit yang 'membentengi' kota dari hempasan ombak samudera secara langsung.

Menurut sahibul wikipedia, kota ini didirikan oleh Kapten Infanteri F.J.P Sachses dari kerajaan Belanda pada 7 Maret 1910. Dari tahun 1910 ke 1962, kota ini dikenal sebagai Hollandia dan merupakan ibukota distrik dengan nama yang sama di timur laut Papua Barat. Kota ini sempat disebut Kota Baru dan Sukarnopura sebelum memangku nama yang sekarang pada tahun 1968. Arti literal dari Jayapura, sebagaimana kota Jaipur di Rajasthan, adalah 'Kota Kemenangan' (bahasa Sanskerta: jaya yang berarti "kemenangan"; pura: "kota").

Dari bawah menara TVRI yang tingginya hampir sejajar dengan bukit di belakang kota, kita dapat menyaksikan keindahan kota, panorama laut, pulau kecil di depan kota yang tampaknya berpenghuni dengan mercu suar yang melambangkan tanda salib. Menengok ke tenggara kita bisa melihat pegunungan di perbatasan Papua Nuginea (PNG) yang membiru.

Gambar-2 Jayapura dari sisi barat ke timur (bukit di ujung timur menjorok ke selatan yang menjadikan kota ini berada di cekungan - teluk).

Sabtu, 15 September 2012

Soal nasi rames ... yang 'recomended' di Purwokerto


Semakin bertambah usia, kalau ketemu teman lama salah satu topik yang dibicarakan setelah topik anak, tempat tinggal, dan pekerjaan adalah soal makanan. Di mana tempat makan yang sedang favorit di sini? atau biasanya suka makan menu apa? Nah kali ini saya ingin bercerita soal kuliner di Purwokerto, tapi bukan kuliner kaliber restoran atau rumah makan yang semakin bertambah jumlahnya, bahkan franchaise luar negeri pun sudh masuk ke sini. 

Ini soal makanan rakyat: nasi rames. Nasi rames biasa juga disebut makanan dengan cara masak seperti biasa dimasak di rumah (masakan rumahan). Tidak neko-neko dan sederhana. Di Jakarta kalau kita sebut nasi rames maka akan menunjuk pada menu masakan yang disajikan Warteg (warung tegal), walau sebenarnya nasi rames konon sebenarnya memiliki ciri tertentu dalam ragam lauk yang disajikan: oseng (saya biasanya meyebut sambel goreng) kentang, tempe kering, oseng kacang-kacangan plus lauknya: telor bulet, daging / ayam, dan srundeng. Saya menemukan menu seperti itu di rumah makan Tirto Sari Purwokerto. Jenis penyajian yang sama saya temukan di Mojokerto, di depot-depot makan. 

 

Nah Purwokerto memiliki beberapa warung makan yang masih bertahan dengan menu 'masakan rumahan'. Untuk menyebut beberapa warung makan yang agak sering saya kunjungi dan recomended di Purwokerto --ini menurut saya lho ya :), ada rumah makan Intan Sari, Tirto Sari, warung Bu Dibyo, warung/cafe Brazil, Hopan. Di Sokaraja ada yang sudah puluhan tahun bertahan dan masih ramai hingga saat ini yaitu warung nasi "WARU DOYONG". Ciri warung makan ramai biasanya gampang dikenali dari banyaknya kalender dinding yang dipajang. Pemilik brand di kalender pasti sudah tahu kalau tempat tsb banyak dikunjungi orang dan menjadi tempat yang efektif untuk promosi. 

Pelayan dan juru masak WARU DOYONG sudah 'sepuh' alias nenek-nenek. Namun semangatnya luar biasa. Ketika warung makan lain banyak bermunculan, lalu tenggelam, warung WARU DOYONG mampu tetap exist. Pelanggannya dari berbagai kalangan.

Selain tempat makan nasi rames yang disebut di atas, tentu masih banyak warung nasi rames lainnya terutama di daerah dekat kampus Unsoed Grendeng dan Karangwangkal. Kalau mau agak keluar kota ada yang terkenal dan menjadi 'buruan' orang-orang dari Purwokerto yang 'nguja' makan di sana. Tapi dikenal bukan sebagai warung nasi rames, meskipun menyediakan menu masakan rumahan juga, tapi lebih dikenal sebagai warung 'ikan kali lembutan' sebagai ciri khas menu yang diandalkan. Ada Warung Lik Tuti di Banyumas (Patikraja ke timur sebelum pertigaan sebelah utara jembatan Kali Serayu) dan warung makan Gudril di Sidabowa.

Anda tentu saja punya warung nasi favorit juga 'kan? 

Sajian Menu WARU DOYONG - Sokaraja
Pelanggan WARU DOYONG berbagai kelas masyarakat

 

Kamis, 30 Agustus 2012

Bersama Andika hiking ke Guci

Ini cerita dua puluh enam tahun lalu bersama teman remaja dan pemuda se kampung yang bergabung dalam Andika. Andika semacam organisasi remaja/pemuda, bargerak di bidang olah raga, kesenian, dan kajian/ngaji. Singkatan dari Anak Didik Karangasem, tapi saya improvisasi menjadi TamAN muda-muDI KreAtif. Saya menjadi salah satu pendiri sekaligus ketua pertama. 

Peresmian nama Andika dilakukan di rumah saya, berbarengan dengan syukuran saya diterima masuk perguruan tinggi negeri tanpa test. Kegiatan rutin adalah sepakbola dengan sering mengikuti turnamen tarkam, kesenian (ada drama, grup dang dut Andes, qasidah bagi remaja putri) dan pengajian (setiap Kamis malam ada Yasinan dengan tambahn kultum secara bergiliran). Secara insidental melakukan GAS (gerakan amal sholeh) berupa membersihkan langgar/musholla dan jalan kampung. 

Untuk kesenian beberapa kali mengadakan "Malam Pesona Andika" dengan performance dari  anggota Andika sendiri maupun dari luar yang kami undang. Ada lawak, vocal group, dang dut, drama dan tentu saja qasidahan. Pernah vocal group kami menyanyikan lagu awal tahun 70-an yang sering kami dengar dari TOA yang ditanggap orang hajatan, yaitu lagu "Wahai pemuda-pemudi Islam... Dengarkanlah kitab ruci Al-Qur'an...." orang tua sampai ada yang menangis ingat jaman ketika kampanye partai politik dulu dimana lagu itu konon sering diperdengarkan. Kami pun sampai punya Mars Andika, yang salah satu syairnya: 

Andika arena 'tuk maju.... tempat berlatih dan bergaya

Bersama Andika... kita berjaya....

Olahraga seni dan ngaji.... dst (lupa nih ...)

Nah salah satu aktifitas pada Januari 1986 adalah melakukan hiking ke Guci Tegal. Sekitar 14 orang kala itu berjalan kaki, menempuh jarak sekitar 40-an km dari Galuhtimur ke Guci. Kami berangkat pagi (setengah 7-an) dan sampai di Guci sore menjelang Ashar. Menyusuri rel kereta api Galuhtimur-Tonjong, lalu ke Linggapura, Balapusuh, Cempaka, Jegjeg, Bumijawa dan Guci... 

Saya saat itu tahun ke-2 sebagai mahasiswa. Entah karena kepercayaan yang tinggi dari teman-2 atau memang kegiatan ini menarik dan langka pada saat itu, sehingga ide hiking ditanggapi positif oleh teman-2. Sebelumnya, hiking dilakukan dari Galuhtimur ke waduk Penjalin tapi dengan jumlah peserta yang sedikit. 

Beberapa nama yang ikut (seingat saya): Subekhi, Sairin, Abdul Muntholib, Jaruki, Taruno, Abd Hanif, Abdulloh (Duloh), Yusuf (pentholan grup dangdut Andes), Taruno, Nur, Saoji, Maftukha dan Khafidin. Dua nama terakhir sudah mendahului kita (mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-2nya dan menerima amalnya.. Amien). Kami membawa tenda, tape recorder, aki dan tentu saja gitar. Tidak lupa peralatan masak, beras dan bumbu-2 bekal kami memasak di Guci. Secara bergantian kami memikul aki an tape recorder. Semangat darah muda kami tak menyurutkan langkah, meski terik matahari membakar kami dan tentu saja jalan yang menanjak dan menurun yang lekas membuat kaki pegel-pegel.

Entah berapa kali kami berhenti istirahat untuk melemaskan otot kaki. Menjelang Ashar tiba di lokasi, segera membuat tenda karena hari tampak akan hujan. Bagian masak segera mengumpulkan kayu bakar untuk perapian.

Yang menarik adalah ketika pulang melewati jalan berbeda, yaitu ke Kalibakung dan kemudian ke Banjaranyar. Di Kalibakung saat itu ada kolam renang, dan kami mampir berenang di situ. Dasar anak kampung, kami hanya memakai celana dalam (bukan celana renang atau celana pendek) mencebur ke kolam, dan kontan diperingatkan oleh petugas. Tapi karena sudah tidak ada ganti, teman-2 kami cuek saja. Gaya berenangnya pun tidak beraturan, karena memang kami bisa berenang karena sering mandi di kali dan kedung (bendungan di kali untuk mengalirkan air ke sawah). Yang penting tidak tenggelam dan bisa bergerak ke sana-sini.

Sebagai remaja yang ingin hal-hal baru dan aneh, dan juga karena keterbatasan sangu, maka begitu sampai di Banjaranyar yang merupakan jalur bus/truk Tegal-Bumiyu-Purwokerto, kami pun berusaha menyetop truk yang lewat untuk ikut menumpang alias 'nDayak' (istilah untuk tumpangan truk gratis). Dari Banjarnyar dapat truk tumpangan sampai Karangsawah.... lumayan. Dari Karangsawah jalan kaki lagi ke Tonjong kemudian Galuhtimur. Sampai rumah sudah hampir Maghrib.




Rabu, 29 Agustus 2012

Berbuat sesuatu untuk kampung halaman

عن جابر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « المؤمن يألف ويؤلف ، ولا خير فيمن لا يألف ، ولا يؤلف، وخير الناس أنفعهم للناس »

Diriwayatkan dari Jabir berkata,”Rasulullah Shallallahualaihiwassalam bersabda,’Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)

Hadits ini dishahihkan oleh al Albani didalam “ash Shahihah” nya.
Hadits di atas menjadi pendorong kita untuk melakukan 'sesuatu' yang bermanfaat untuk lingkungan, termasuk lingkungan dimana kita pernah lahir dan besar dulu.

Karenanya dengan senang hati saya memenuhi keinginan beberapa alumni Ikatan Pelajar Galuhtimur (IPAGA) untuk memberikan sharing dalam halal bi halal dan seminar sehari pelajar Galuhtimur.

Hal ini pula yang saya lakukan belasan tahun lalu, kata Mukhammad Murdiono 16 tahun lalu, di tempat yang sama di Balai Desa Galuhtimur memberikan sharing, bimbingan, motivasi ketika dulu IPAGA di era dosen UNY itu masih bergiat aktif. Kini setelah 16 tahun vacum IPAGA dicoba digerakkan lagi oleh alumni yang peduli dengan kemajuan generasi muda Galuhtimur. Mukhammad Murdiono merasakan sendiri manfaat aktifitas berorganisasi yang dirasakanya beberapa tahun kemudian. Kini dia sedang mengambil S3 dan siap menjadi profesor sebelum berusia 45 th.

Harapannya, pelajar-2 Galuhtimur kini juga aktif kembali menghidupkan kegiatan2 yang akan dirasakan manfaatnya bagi mereka sendiri.

Era yang hilang

Sungguh disayangkan memang selama 16 tahun itu kegiatan IPAGA terhenti. Tentu bukan berarti tidak ada aktifitas pelajar, karena bisa saja mereka aktif di organisasi pelajar di sekolah (OSIS, IPNU, IRM, dll). Namun yang fokus peduli pada kemajuan remaja pelajar Galuhtimur di tengah perubahan sosial yang cepat hampir tidak ada. Yang ada adalah klub-2 bola, band, genk-2 remaja yang kadang menonjolkan egoisme kelompok terlalu tinggi sehingga bentrokan alias tawuran kadang terjadi. Kalau mendengar adanya perilaku-2 yang menjauh dari nilai agama kita jadi miris, seperti peredaran miras, pergaulan bebas, dan perilaku anarkis yang terjadi.

Di tengah situasi global yang mau tidak mau berpengaruh ke pedesaan, melakukan sesuatu untuk menjaga dan meluruskan arah perjalanan hidup mutlak dilakukan. Generasi muda perlu diberitahu arah yang memungkinkan mereka berkembang, mengembangkan potensi diri, dan tidak larut dalam kecenderungan gaya hidup hedonis yang akan menghancurkan masa depan.

Seperti dikatakan salah satu peserta seminar, potensi anak-2 Galuhtimur tidak kalah dengan anak-2 kota. Terbukti di sekolah mereka mampu menduduki peringkat bagus. Tahun ini ada 2 anak lulusan SMA yang diterima di IPB. Luar biasa, ini meneruskan tradisi anak-2 Galuhtimur bisa menembus PTN besar favorit yang jumlahnya masih amat sedikit. Ke depan harus lebih banyak lagi... sekalipun hal ini bukan jaminan satu-2nya jalan untuk sukses. Banyak jalan menuju Roma!

Namun yang pasti adalah: pelajar Galuhtimur harus punya cita-cita setinggi langit, harus punya mimpi (DREAM)setinggi mungkin, yakin dan kuat tekad untuk mengejar impian itu, demi apa? Demi perbaikan kualitas hidup. Demi perubahan ke arah lebih baik.

Selasa, 28 Agustus 2012

Kokohnya jembatan Kalibelang lama

Kokohnya jembatan Kalibelang lama dapat dilihat dari foto-2 di bawah ini :
Sayang .... Grafiti mengotori dinding jembatan ....