Kamis, 07 Agustus 2014

Jilboobs vs Jilbab : Fesyen vs syariah?

Belakangan muncul kontroversi terkait munculnya jilboob, pakaian wanita yang menutup aurat namun dengan potongan ketat sehingga bagian lekuk tubuh wanita tampak menonjol. Misalnya bagian dada, pinggang, dan paha serta betis karena celana yang ketat / leging. Bagian dada selain tampak menonjol karena baju yang ketat, juga karena kerudung yang dipakai hanya sebatas leher, diselempangkan atau dililitkan di leher, bukan kain yang dijulurkan secara longgar menutup dada.

Inikah fesyen dalam jilbab? Sebagian mengatakan para pemakai jilboob ini setengah hati memakai busana muslimah. Kenapa? Karena tujuan hakiki memakai jilbab diabaikan, dimana penampakan tubuh tidak hanya harus rapat, namun juga tidak menonjolkan bagian tertentu tubuh wanita yang sudah menonjol secara kodrati. Mereka ini masih tergoda ingin tampil modis dan seksi. Tapi ingin juga rapat. Nanggung.

Busana muslimah jilbab sebenarnya di pedesaan sudah menjadi bagian dari peradaban. Keseharian perempuan memakai 'baju kurung' yang selain rapat juga longgar. Semacam gamis. Di awal 80an jilbab menjadi simbol perlawanan muslim kelas menengah kota, ketika pemakaian jilbab di sekolah dan kampus umum dilarang oleh kementerian pendidikan. Tuduhan ekstrim sering dialamatkan pada kelompok ini. Namun berangsur pemakaian jilbab mulai diterima. Di sekolah menengah umum aktifis PII yang gencar mengkampanyekan pemakaian jilbab ini, dan di perguruan tinggi umum HMI lah yang berperan selain lembaga dakwah kampus (LDK).

Kini pemakaian busana muslimah di sekolah dan kampus umum sudah bukan isu lagi. Bahkan sekolah negeri dari SD hingga SMA banyak yang menerapkan sebagai pakaian seragam harian. Kalau sekolah dan kampus keagamaan (Islam) tentunya sudah sejak dulu menerapkan.

Apakah jilbab kehilangan roh-nya sehinggga muncul fenomena jilboob? Arti jilbab sudah tidak lagi menjadi simbol perlawanan dan show eksistensi keberagamaan. Tapi sudah menjadi pakaian biasa dalam keseharian sehingga pertimbangan syariah (mana yang memenuhi syarat syar'i) tidak lagi dianggap penting?

Mungkin akan timbul pertanyaan juga, bukankah masih lebih baik berjilboob daripada memakai pakaian dengan fesyen model barat yang memperlihatkan aurat, celana pendek, tank top, u can see, dan pakaian terbuka lainnya? Secara syariah mungkin belum sesuai 100 persen, namun kalau perspektif-nya diubah dari sudut 'proses menuju yang sesuai', mungkin akan ada permakluman. Bukan menganggap itu sebagai suatu yang boleh dan benar, tapi dalam rangka menuju kebenaran.

Apalagi kita juga menyaksikan mereka yang semula berjilbab kemudian melepasnya dan kembali memakai pakaian 'terbuka'. Terutama pada kalangan artis. Yang tidak boleh tentunya adalah kesengajaan memakai jilboob dengan keyakinan bahwa jilboob juga bentuk pakaian yang sudah sesuai syariah. Karena kalau sudah menyangkut hukum tentunya harus merujuk pada dalil agama dan fatwa ulama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar